Pemerintah Lindungi PMI dengan Layanan Terpadu Satu Atap

Senin, 05 Februari 2018 – 14:04 WIB
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M. Hanif Dhakiri (memukul gong) pada acara Sarasehan Nasional Jambore Keluarga Migran Indonesia (KAMI) 2018 di Desa Garongan, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Minggu (4/2). Foto: Kemenaker

jpnn.com, SLEMAN - Pemerintah terus melakukan berbagai terobosan untuk memperbaiki layanan, tata kelola, dan perlindungan bagi pekerja migran Indonesia (PMI).

Salah satunya adalah Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) yang ada di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

BACA JUGA: Liga Pekerja Indonesia Ajang Meningkatkan Keharmonisan

Ke depan, LTSA diharapkan memiliki dispute settlement untuk membantu PMI yang dilanda masalah.

"Keberadaan LTSA kami maksimalkan untuk membantu para TKI. Jadi misalkan ada masalah itu bisa buat ngadu dan menyelesaikan di situ," kata Menteri Ketenagakerjaan RI (Menaker) M. Hanif Dhakiri saat memberikan sambutan pada acara Sarasehan Nasional Jambore Keluarga Migran Indonesia (KAMI) 2018 di Desa Garongan, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Minggu (4/2).

BACA JUGA: Permudah Izin TKA demi Genjot Investasi dan Lapangan Kerja

Menurut Hanif, sebagai moda yang mengintegrasikan berbagai layanan migrasi, LTSA selayaknya dilengkapi dengan terobosan dispute settlement tersebu.

Dengan demikian, proses penyelesaian permasalahan migrasi dapat ditangani dengan lebih cepat dan efektif.

BACA JUGA: Kemnaker dan KPAI Sinergi Optimalkan Pengawasan Pekerja Anak

"Jadi, kalau ada masalah di daerah teman-teman tidak perlu jauh-jauh ke Jakarta," kata Menteri Hanif.

Dia menambahkan, pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo sangat berkomitmen mewujudkan proses migrasi yang mudah, murah, cepat, aman, dan berkualitas.

Selain melalui LTSA, komitmen tersebut diwujudkan dengan diinisiasinya program Desa Migran Produktif (Desmigratif).

Menaker Hanif menjelaskan, Desmigratif berisi empat kegiatan utama.

Pertama, layanan migrasi di tingkat desa. Menurutnya, pemerintah desa harus terlibat secara aktif agar migrasi aman dapat terwujud.

"Sehingga di sini pemerintah desa terlibat dalam proses migrasi," kata Hanif.

Kedua, Desmigratif dilengkapi dengan program wirausaha produktif. Ketiga, community parenting yang bertujuan mendidik anak-anak PMI agar memiliki waktu dan ruang yang cukup, baik untuk belajar maupun bermain.

Sementara itu, program keempat Desmigratif adalah koperasi produktif.

"Dimaksudkan sebagai instrumen untuk mengelola remitansi secara baik bagi PMI di masa depan," kata Hanif.

Selain itu, saat ini Indonesia telah memiliki Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI).

Menurut Menaker Hanif, UU PMII telah mencakup berbagai berbagai perbaikan tata laksana migrasi dan perlindungan PMI.

Hanya saja, UU PPMI memberikan waktu dua tahun kepada pemerintah untuk menyusun aturan turunannya yang terdiri dari 12 PP, 12 Permen, 1 Perpres dan 3 Perka Badan.

Oleh karena itu Jambore KAMI tersebut diharapkan dapat menelurkan gagasan yang bisa menjadi rekomendasi pemerintah dalam mewujudkan proses migrasi yang mudah, murah, cepat, aman, dan berkualitas.

"Tentu penyelesaian persoalan tata kelola dan perlindungan pekerja migran tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah semata. Kami juga membutuhkan dukungan dari kalangan civil society. Termasuk dari TKI purna,” kata Hanif. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemda Diminta Segera Kembangkan Pelatihan Vokasi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler