jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah akan punya peran penting dalam proses penyelesaian konflik internal organisasi kemasyarakatan (ormas). Peran pemerintah ini diatur di Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
Perseteruan antarpengurus ormas bakal dimediasi pemerintah, atas permintaan pihak-pihak yang bersengketa. Jika ormas level nasional, kemendagri akan menjadi mediator. Jika di level provinsi, peran ini akan dijalankan gubernur, begitu pun di tingkat kabupaten/kota, mediatornya bupati/walikota.
BACA JUGA: Ormas Harus Punya Mekanisme Pengawasan Internal
Direktur Seni, Budaya, Agama, dan Kemasyarakatan Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Ditjen Kesbangpol) Kemendagri, Budi Prasetyo, menjelaskan, mekanisme tersebut bukan sebagai upaya intervensi pemerintah terhadap urusan internal ormas. Karenanya, peran pemerintah sebagai mediator dilakukan jika ada permintaan pihak-pihak yang bersengketa.
Idealnya, seperti juga diatur di UU Ormas, jika terjadi konflik internal, penyelesaiannya ditangani sendiri mengacu pada mekanisme penyelesaian konflik yang diatur di AD dan ART ormas yang bersangkutan.
BACA JUGA: Ormas Asing Dilarang Melakukan Kegiatan Intelijen
"Berdasarkan pengalaman, peran mediasi ini justru mereka (ormas, red) yang minta. Dan kita hanya menjadi mediator saja, jadi penengah. Selama ini jika ada konflik harusnya diselesaikan mereka sendiri. Tapi kalau tak bisa selesaikan, faktanya mereka ya datang ke bupati, gubernur, kemendagri. Kita tak mau intervensi," ujar Budi Prasetyo kepada wartawan, beberapa waktu lalu.
Budi menjelaskan, peran mediator ini juga tidak langsung begitu saja tatkala ada ormas sedang didera konflik internal. Tahap pertama, diselesaikan dulu secara internal melalui musyawarah mufakat seperti diatur AD/ART ormas itu.
BACA JUGA: Menkop dan UKM Syarief Hasan Lakukan Penyegaran Birokrasi Untuk Picu Peningkatan Kinerja
Kedua, jika tak selesai, mereka boleh membawa ke bupati, gubernur, atau kemendagri untuk dimediasi. Setelah hasil mediasi disepakati, dibuat akta perdamaian dan supaya mengikat, diteken kedua pihak, termasuk pihak pemerintah, lantas didaftar ke pengadilan.
"Konsekuensinya, ketika ada yang tak puas, gugat ke pengadilan, pengadilan bisa menolak karena sudah ada kesepakatan," imbuh Kasubdit Ormas Ditjen Kesbangpol, Bahtiar.
Nah, jika ternyata upaya mediasi gagal, konflik internal ormas bisa dibawa ke pengadilan. Supaya tak berlarut-larut di pengadilan, ada peradilan cepat. Di Pengadilan Negeri (PN) 90 hari sudah harus ada putusan.
Jika keberatan atas putusan pengadilan, tidak ada upaya banding, tapi langsung diajukan ke Mahkamah Agung (MA). "Di MA, 60 hari harus sudah diputuskan," ujar Bahtiar.
Ketentuan tersebut diatur di UU Ormas. Pasal 57 ayat (1), Dalam hal terjadi sengketa internal Ormas, Ormas berwenang menyelesaikan sengketa melalui mekanisme yang diatur dalam AD dan ART.
(2), Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, pemerintah dapat memfasilitasi mediasi atas permintaan para pihak yang bersengketa.
(3), Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 58 ayat (1), Dalam hal mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) tidak tercapai, penyelesaian sengketa Ormas dapat ditempuh melalui pengadilan negeri.
(2), Terhadap putusan pengadilan negeri hanya dapat diajukan upaya hukum kasasi.
(3), Sengketa Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diputus oleh pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan perkara dicatat di pengadilan negeri.
(4), Dalam hal putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan upaya hukum kasasi, Mahkamah Agung wajib memutus dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi dicatat oleh panitera Mahkamah Agung. (adv/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tinggal di Indonesia 5 Tahun, Baru Boleh Dirikan Ormas
Redaktur : Tim Redaksi