Pemerintah Segera Berlakukan Aturan Hedging

Kamis, 03 Juli 2014 – 08:08 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah terus berupaya meminimalkan kerugian negara, akibat selisih kurs mata uang rupiah dan dollar yang terlampau besar. Karena itu, Pemerintah bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sepakat memberikan kepastian hukum terkait transaksi lindung nilai atau hedging.

Kemarin, hasil kesepakatan bersama tersebut dilaporkan pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

BACA JUGA: Pertamina Beli Gas Cair Dari Texas

"Saya bersama dengan Gubernur BI, Menteri Keuangan, Kabareskrim, Jampidsus, dan Deputi Investigasi BPKP melaporkan kepada Presiden mengenai tindak lanjut laporan kami kepada beliau pada tanggal 13 Juni lalu. Yang kami laporkan pertama, tanggal 19 Juni sudah dilakukan rapat koordinasi terkait hedging di BPK RI," jelas Ketua BPK Rizal Djalil di Istana Negara, kemarin (2/6).

Rizal memaparkan, dalam rakor tersebut dibahas bahwa hedging harus dilakukan sesuai aturan perundangan yang berlaku. Jika hedging tersebut dilakukan dengan akuntabel, kredibel, konsisten, dan tidak ada gratifikasi, maka hal tersebut tidak dapat ditafsirkan sebagai kerugian negara.

BACA JUGA: Petani Tebu Ajukan Gugatan ke MA

Rizal melanjutkan, pihaknya juga telah membentuk tim khusus untuk menganalisas apakah peraturan lindung nilai tersebut tumpang tindih dengan peraturan lainnya. Sehingga, implementasi hedging bisa segera dilakukan.

"Ya mungkin ada tumpang tindih, ada yang tidak begitu jelas, kita bikin jelas. Sehingga hedging bisa cepat dilaksanakan dan apabila dilakukan, keuntungan untuk negara dan BUMN lebih bagus,"lanjutnya.

BACA JUGA: Newmont Gugat Pemerintah Lewat Arbitrase

Pernyataa n Rizal tersebut diamini Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardoyo. Agus memaparkan bahwa kepastian hukum terkait hedging termasuk salah satu yang ditunggu banyak pihak, khususnya BUMN dan negara. Dia menuturkan, seperti diketahui BUMN cukup banyak menerima pinjaman luar negeri, namun penerimaan usahanya bukan dalam bentuk valas.

"Sehingga mereka perlu melakukan lindung nilai atas resiko nilai tukar. Selain itu negara juga mempunyai pinjaman dalam valas yang besar dan pinjaman itu juga tidak ada lindung nilai. Karena itu, dengan adanya kesepakatan untuk bisa melaksanakan lindung nilai dengan azas kehati-hatian, ini adalah solusi yang ditunggu," jelasnya.

Agus juga menuturkan bahwa penerapan hedging bagi BUMN dan negara itu adalah pertama kalinya di Indonesia. Selama ini, hanya perusahaan swasta yang telah melakukan hedging tersebut.

"Kalau perusahaan BUMN tidak melakukan lindung nilai, kalau negara yang punya kewajiban luar negeri tidak melakukan, kalau BI tidak melakukan, itu kan menjadi kehilangan kesempatan,"katanya.

Di samping itu, kata Agus, penerapan hedging tersebut bisa menjasi satu langkah sebelum pemerintah Indonesia bisa melakukan asuransi bencana atau asuransi pangan. Dia mencontohkan di Filipina, pemerintahnya telah memiliki asuransi bencana.

"Pada saat mereka sudah membayar premi, kalau seandainya terjadi bencana, mereka bisa menarik dana untuk penanggulangan bencana, kalau di Indonesia belum bisa lindung nilai, prinsip-prinsip asuransi bencana, itu tidak bisa kita laksanakan," urainya.

Implementasi lindung nilai tersebut juga disepakati oleh Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Suhardi Alius. Dia menuturkan, pihaknya segera merumuskan aturan itu pada 10 Juli 2014.

"Dari perspeksif penegakan hukum, sehingga pelaksanaan hedging ini benar-benar bisa dipertanggung jawabkan untuk kepentingan negara dan tidak ada unsur manipulatifnya kemudian juga konsisten dilaksanakan," kata Suhardi di Istana Negara, kemarin. (JP)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Antam Tutup Gerbang Utama


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler