jpnn.com - JAKARTA - Pertamina terus mendorong penambahan pasokan minyak dan gas bumi (migas) bagi masyarakat Indonesia. Kali ini, BUMN tersebut menambah pasokan LNG (Liquified Natural Gas) sebanyak 0,76 juta ton per tahun dari Texas, Amerika Serikat (AS).
Capaian tersebut dilakukan melalui kerja sama yang kedua kalinya dengan Corpus Christi Liquefaction LLC, anak perusahaan Cheniere Energy Inc.
BACA JUGA: Petani Tebu Ajukan Gugatan ke MA
Direktur Gas Pertamina Hari Karyuliarto mengatakan bahwa perjanjian jual beli (PJB) LNG tersebut sudah ditandatangani pada 1 Juli 2014.
Kedua pihak menyepakati tambahan pasokan tambahan selama 20 tahun dari Corpus Christi Liquefaction Terminal Train 2. Tambahan pasokan tersebut bakal dimulai pada 2019 nanti.
BACA JUGA: Newmont Gugat Pemerintah Lewat Arbitrase
"Perjanjian ini merupakan yang kesepakatan kedua antara Pertamina dan Cheniere Energy. 4 Desember 2013 lalu, kami telah menandatangani PJB LNG pertama dengan komitmen sekitar 0,76 juta ton LNG per tahun selama 20 tahun. Dengan begitu, komitmen total dari Corpus Christi Liquefaction bakalmencapai 1,52 juta ton pada 2019 nanti," kata Hari, Rabu (2/7).
Dalam perjanjian, Pertamina akan membeli LNG dengan skema FoB (Free on Board) dengan acuan harga harga indeks bulanan Henry Hub ditambah komponen tetap. LNG tersebut bakal dikirimkan menggunakan tanker LNG milik Pertamina.
BACA JUGA: Antam Tutup Gerbang Utama
"PJB LNG jangka panjang ini menunjukkan komitmen kuat Pertamina dalam memperoleh kepastian pasokan LNG. Perjanjian ini searah dengan strategi Pertamina untuk mendominasi pasar LNG. Serta, menangkap peluang pertumbuhan permintaan gas di Indonesia yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Terutama, sektor ketenagalistrikan dan industri," jelasnya.
Dia menjelaskan, permintaan gas Indonesia diproyeksi akan meningkat sekitar 4,8 persen per tahun pada periode 2015-2025.
Pertumbuhan tersebut didorong ketersediaan infrastruktur. Khususnya, pipa transmisi dan distribusi gas, juga terminal regasifikasi.
"Oleh karena itu, Pertamina secara bertahap perlu melakukan perubahan orientasi bisnis LNG/gasnya. Yakni, memenuhi kebutuhan domestik. Itu dilakukan dengan tetap menjaga volume ekspor yang sudah terkontrak," jelasnya.
Dia menegaskan, semua ini juga untuk menjamin proyeksi neraca gas Pertamina hingga 10 tahun mendatang yang masih diselimuti defisit suplai gas. 2015 saja, defisit pasokan diperkirakan mencapai 837 juta standar kaki kubik perhari"(mmscfd).
"Yang jelas, proyeksi sudah mengatakan adanya defisit gas. Hal itulah yang kami coba penuhi dengan kontrak impor gas," jelasnya.
Namun Hari menjamin langkah itu tak akan mempengaruhi agenda pemanfaatan gas nasional. Menurutnya, pihaknya sudah merancang portofolio gas impor cukup fleksibel. Sehingga, gas tersebut bisa dialihkan ke negara lain.
"Kalau tingkat produksi cukup ternyata cukup dan impor tidak perlu dilakukan, kami bisa menjual lagi gas impor kami. Atau mengalihkannya ke negara lain. Kontrak impor kami itu jangka panjangdan punya fleksibiltas yang cukup. Intinya, mau impor atau produksi nasional yang pentig rakyat bisa menikmati gas dengan harga yang terjangkau," ungkapnya. (bil/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlah Dorong Hutama Karya Jadi Investor
Redaktur : Tim Redaksi