Pemerintah Selidiki Raibnya Senjata Pesanan

Senin, 31 Agustus 2009 – 21:19 WIB

JAKARTA – Masalah penjualan 100 pucuk senapan serbu varian 1 (SS1-V1) dan 10 senapan genggam bikinan PT Pindad terus menggelindingPersoalan tidak sebatas ditahannya senapan-senapan itu oleh Kepolisian dan Bea Cukai Filipina

BACA JUGA: Kepala Desa Berprestasi Dapat Laptop

Belakangan diketahui bahwa sebagian senjata pesanan itu raib di perjalanan.

Hal itu diungkapkan Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono dalam rapat kerja Komisi I DPR dengan Kementrian jajaran polhukam di DPR RI, Senin (31/8)
Menurut Menhan, sebenarnya proses ekspor dan penjualan itu legal karena Dephan sudah menyetujuinya

BACA JUGA: Tanpa Antasari KPK Lebih Galak

“Dephan memiliki kewenangan memberi rekomendadi ke Pindad dalam hal ijin produksi, ekspor impor dan agen distributor barang produksi militer di lingkungan Dephan dan TNI,” ujar Menhan.

Namun persoalan yang muncul adalah raibnya hampir separo dari 100 pucuk senapan serbu yang dipesan Kementrian Pertahanan Mali di Afrika itu
“Kasus ini sedang kita selidiki,” ucapnya.

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu aparat kepolisian dan Bea Cukai Filipina menangkap Kapal Captain Ufuk yang memuat 100 pucuk senapan SS1 dan 10 pistol jenis P1 dan P made in Pindad

BACA JUGA: UU Agraria Larang WNA Punya Pulau

Aparat Filipina sempat menyangka senjata-senjata itu bikinan Israel karena kemiripan antara SS1 dengan senapan Galil.

Sebelumnya, pada pagi harinya Menhan sempat melaporkan persoalan itu ke PresidenNamun Komisi I DPR juga minta Menhan menjelaskan hal ituDalam paparannya Menhan menjelaskan,  Dephan telah mengijinkan Pindad menjual senjata ke Mali dan Filipina.

Kronologisnya, pada Desember 2008 Dephan atas rekomendasi Asintel Panglima TNI memberi ijin PT Pindad menjual 100 pucuk senjata SS1 untuk Mali di Afrika dan 100 pistol P2 P1 untuk perkumpulan menembak di Manila, Filiina“Asintel Panglima TNI juga telah mengeluarkan security clearence  pada Januari 2009Berdasarkan security clearence itu Dirjen Sarana Pertahanan memberikan ijin ekspor untuk PT Pindad pada tanggal 20 Januari 2009 dan 12 Juni 2009Masing-masing untuk 10 pistol dan 100 SS1,” sebutnya.

Sedangkan berdasarkan kontrak jual beli, tertulis soal pola pengiriman senjata dengan sistem free on board (FOB)“Artinya PT Pindad hanya mengurus pengiriman di dalam negeri dari Bandung ke Tanjungpriok dan untuk Custom clearence (ijin Bea Cukai) di Tanjung Priok,” lanjutnya.

Untuk pengangkutan senjata-senjata itu dari Bandung ke Pelabuhan Tanjungpriok, PT Pindad menunjuk PT Internusa BandungSedangkan pengapalan dari Tanjungpriok menggunakan kapal Captain Ufuk“Kapal ini di Indonesia diageni PT Tirta Samudra CarakaTetapi dalam hal pengesahan, kedua ekspor itu sah dan legal,” tegasnya.

Hanya saja, ternyata sebelum sandar di pelabuhan tujuan di Filipina ternyata kapal Captain Ufuk merapat ke Pulau Bataan di Filipina selatan“Sebelum kapal merapat di Filipina, singgah dulu di tempat lain atas permintaan pemasok kepada kaptain kapalTemuan Bea Cukai Filipina, sebagian SS1 raib sebelum tiba di FilipinaInilah yang kita selidiki,” tandasnya.

Dalam raker itu, kalangan Komisi I DPR juga sempat mengkritik  tidak transparannya proses penjualan senjata ituTerlebih lagi, ada dugaan SS1 itu diberi label GalilDalam kesimpulan raker, Ketua Komisi I DPR Theo L Sambuaga meminta agar persoalan itu segera dituntaskan“Komisi I DPR minta pemerintah menyelidiki kasus penjualan ini,” sebut Theo.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Senjata Pindad di Philipina Legal


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler