BACA JUGA: Disangka Meteor, Ternyata Bom
Hal tersebut karena ada beberapa IUP yang bermasalah, mulai dari tumpang tindih lahan hingga kasus mafia perizinanDikonfirmasi hal itu, Asisten II Bidang Pembangunan dan Ekonomi Setkab Kukar Edi Damansyah mengaku, tak mengetahui informasi tersebut
BACA JUGA: Penyeludupan 6.500 Telur Penyu Digagalkan
Ia juga tak paham bila semua IUP yang pernah diterbitkan Distamben kini masih menggantungDari salah satu pengusaha tambang yang ditemui Kaltim Post, di sudut kantor Distamben, Selasa (18/10) lalu, mengatakan suasana kantor ini tak seperti biasanya
BACA JUGA: 10 Kawasan Perbatasan Berstatus Quo
Ini lantaran semua IUP yang diregistrasi tiga bulan lalu, kini izinnya masih menggantung"Biasanya kantor ini dipenuhi para pengusaha, mulai yang mengurus IUP hingga perpanjangannya," terang pengusaha yang namanya enggan dikorankan. "Kami sebenarnya tinggal menunggu Bupati Kukar Rita Widyasari membuka "keran", karena sudah beberapa bulan ini kami tak bisa menambang," ujar dia.Sementara, Staf Minerba Distamben Miftahudin yang ditemui Kaltim Post enggan berkomentar"Sekarang untuk mendapatkan informasi harus satu pintu melalui Kadistamben (Adinur, red)," terang diaTerpisah, Kadistamben Adinur sendiri belum bisa ditemui Kaltim Post untuk dimintai konfirmasi.
Sekadar diketahui, registrasi IUP atas rekomendasi Dirjen Minerba Kementerian Energi Sumber Daya Alam (ESDM), yang men-deadline seluruh tambang di seluruh Indonesia paling lambat meregistrasikan 6 Juni laluDirjen Minerba hanya akan meregistrasi IUP yang terbit berdasarkan KP yang diterbitkan sebelum keluarnya UU No 4/2009 tentang Pertambangan Minerba dan status lahan yang tidak tumpang tindihUntuk IUP yang tumpang tindih antar KP diminta untuk melengkapi dokumen dari permohonan awal untuk memastikan permohonan lebih dahulu.
Diberitakan sebelumnya, untuk mengurus Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kutai Kartanegara ternyata tak dipungut biayaHal ini ditegaskan Kabid Perencanaan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kukar Iksanuddin Noor"Yang menambang di Kukar hanya diwajibkan membayar royalti, landrent dan jamrek (jaminan reklamasi, Red.)," terangnya.
Dia menyebut, mulanya pada 2009 untuk membuat IUP masih dikenakan biaya adminstrasi, tapi sejak diberlakukan Undang-Undang No 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, semua yang berkaitan dengan soal pertambangan diatur oleh Kementerian Energi Sumber Daya Alam (ESDM)"Pungutan untuk pembuatan IUP memang pernah ada pada 2009, tapi karena ada aturan baru, semua pungutan pertambangan diatur oleh pemerintah pusat," ujarnya.
Untuk informasi, Undang-Undang No 28/2009, sebelumnya diatur dalam Undang-Undang No 34/2000 tentang perubahan atas UU No 18/1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, UU 28/2009 ini secara efektif berlaku mulai 1 Januari 2011.
Sebenarnya, kata dia, hal ini merugikan karena bila pembuatan IUP masih dikelola Kukar, akan menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD)"SDA Kukar yang melimpah, khususnya tambang batu bara apabila dikelola maksimal sebenarnya bisa menambah PAD," ungkapnya.
Sebelumnya, anggota Komisi II DPRD Kukar Baharuddin Demmu berkomentar tentang perizinan tambang yang kerap kali bermasalahIa menyarakan sudah saatnya merubah semua akar sistemnya seperti mengurus IUP diserahkan saja dari Distamben ke Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T)"Sebenarnya semua perizinan di Kukar dipusatkan di BP2TJadi tak ada kepentingan untuk menghambat investasi di Kukar," ungkap Ketua Fraksi PAN ini.
Di daerah lain, sistem ini sudah terbentuk, dan seharusnya bisa dicontoh untuk semua instansi di Kukar"Meski ini berkaitan dengan "rezeki", tapi maksudnya bukan ituSistem ini dibuat untuk memudahkan," tuturnya.(*/adw/tom)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Pos Perbatasan Tak Bisa Digunakan
Redaktur : Tim Redaksi