jpnn.com - JAKARTA - Advokat Harry Ponto dan Hotman Paris Hutapea berencana mengajukan protes kepada Kapolda Metro Jaya. Mereka mengecam perlakuan Polda Metro Jaya terhadap dua orang guru Jakarta International School (JIS), Neil Bantleman dan Ferdinant Tjiong yang menjadi tersangka dugaan sodomi murid TK JIS, DA (6).
Kedua tersangka itu sudah ditahan Polda Metro Jaya. Harry Ponto menegaskan kedua guru itu harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai martabat dan harga diri.
BACA JUGA: Polri Cegah Pergerakan Massa Masuk Jakarta
"Pemeriksa tidak boleh bertindak sekehendak hati karena kedua guru itu belum tentu bersalah,” kata Harry Ponto dalam keterangannya, Sabtu (19/7).
Neil dan Ferdinant dipanggil Polda Metro Jaya Senin (14/7), untuk diperiksa sebagai tersangka. Keduanya didampingi Hotman Paris Hutapea. Sementara Harry, mendampingi pihak JIS sebagai lembaga pendidikan.
BACA JUGA: Jalan Layang Non Tol Antasari Dipermanenkan Satu Arah
Neil dan Ferdinant diperiksa hingga sekitar pukul 21.30. Waktu itu, penyidik polisi menyebut Neil dan Ferdinant ditangkap berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor SP.Kap/947/VII/2014/Ditreskrimum dan Surat Perintah Penangkapan Nomor SP.Kap/949/VII/2014/Ditreskrimum.
Namun, Hotman Paris menegaskan tidak bersedia menandatangani surat tersebut. "Karena kedua guru tersebut bukan ditangkap. Mereka datang baik-baik ke Polda sejak siang,” kata Hotman.
BACA JUGA: Ramadan, Panti Pijat Beroperasi di Tangsel
Sejak siang sampai malam, kedua guru itu didampingi penasihat hukum dan perwakilan dari kedutaan Kanada dan Amerika Serikat.
Penyidik menegaskan di hadapan penasihat hukum maupun perwakilan asing, malam itu kedua tersangka akan ditempatkan di ruang yang cukup layak dan belum ditahan.
Setelah mendapat jaminan tersebut, penasihat hukum dan perwakilan asing meninggalkan kedua guru di Polda Metro Jaya. “Malam itu kami meninggalkan klien di Polda sekitar pukul 22.30,” jelas Hotman.
Lantas, sekitar 30 menit kuasa hukum meninggalkan Polda, penyidik melakukan penahanan terhadap kedua guru tersebut. Pihak penasihat hukum tidak pernah diberitahu tentang penahanan itu dan kedua tersangka tidak diberi kesempatan untuk menghubungi penasihat hukum.
“Padahal menurut ketentuan Pasal 57 KUHAP, tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya,” timpal Harry Ponto.
Ditambahkan Harry, keesokan harinya, Selasa (15/7) sekitar pukul 08.30, pihak Polda diam-diam membawa kedua guru itu ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati guna melakukan pemeriksaan kesehatan. Lagi-lagi penasihat hukum sama sekali tidak diberitahu baik secara lisan maupun tertulis.
”Padahal menurut ketentuan Pasal 54 KUHAP, setiap tersangka berhak mendapat bantuan hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan. Termasuk dalam pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Polri di Kramat Jati,” kata Hotman.
Penasihat hukum baru diberitahu setelah pemeriksaan di rumah sakit tersebut. Lalu, lanjut Hotman, pada Kamis (17/7), kedua guru itu diam-diam dibawa oleh penyidik ke Puslabfor Mabes Polri guna menjalani pemeriksaan dengan menggunakan lie detector.
Pemeriksaan tadinya akan dilakukan tanpa pendampingan dari penasihat hukum. Kedua guru itu berkeberatan dan meminta penyidik menghubungi penasihat hukum. Pihak Puslabfor Mabes Polri juga minta penyidik Polda menghubungi penasihat hukum kedua tersangka sebelum pemeriksaan.
“Berkat bantuan pihak Puslabfor akhirnya penasihat hukum dapat bertemu dan mendampingi kedua guru itu,” tutur Hotman.
Atas hal ini, Hotman berencana mengajukan protes tertulis kepada pimpinan Polda Metro Jaya. Menurutnya, tindakan penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya terhadap kedua guru itu bertentangan dengan pasal 54 dan 57 KUHAP.
“Apalagi salah satu dari guru ini warga negara asing yang tidak memahami proses hukum di Indonesia,” tandasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ditemukan Daging Busuk di Pasar Ciledug
Redaktur : Tim Redaksi