jpnn.com, JAKARTA - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan menyoroti tindakan DPR RI mencopot Aswanto sebagai hakim konstitusi melalui Rapat Paripurna Ke-7 Masa Sidang I Tahun 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (30/9).
Melalui forum paripurna itu DPR memutuskan tidak memperpanjang masa dinas Aswanto sebagai hakim konstitusi meski masa pensiunnya masih panjang dan menggantinya dengan Guntur Hamzah.
BACA JUGA: Soal Pemecatan Aswanto oleh DPR, MK Sampaikan Hal Ini
Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto menjelaskan alasan pencopotan itu karena Aswanto adalah hakim konstitusi usulan DPR, tetapi kerap menganulir undang-undang yang dibuat oleh legislator.
"Keputusan DPR mencopot hakim MK tidak sah, karena tidak sesuai dengan ketentuan UU Mahkamah Konstitusi,," kata Chandra dalam pendapat hukumnya, Sabtu (1/10).
BACA JUGA: DPR Anggap Hakim Konstitusi Aswanto Menyusahkan Owner, Layak Diganti
Jubir MK Fajar Laksono sebelumnya sudah memberitahukan kepada DPR tentang putusan MK Nomor 96/PUU-XVIII/2020 yang berisi tentang tidak berlaku lagi periode hakim konstitusi seperti tertuang dalam revisi UU Nomor 7 Tahun 2020 Tentang MK.
Atas ketentuan itu, Chandra menilai langkah DPR mencopot Aswanto tidak berdasar. "Dengan tindakan dari DPR kemarin melanggar prosedur hukum. Maka itu tidak sah," ucapnya.
BACA JUGA: Pecat Hakim MK, DPR Sedang Memperagakan Kekuasaan yang Melanggar UU
Ketua eksekutif BPH KSHUMI itu juga berpendapat keputusan DPR RI tersebut tidak sah kecuali Presiden mengeluarkan surat Keputusan Presiden (Keppres) pemberhentian tersebut.
Dengan demikian, Chandra menilai bola panas sekarang berada di tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memberikan atau tidak memberikan tanggapan atas keputusan DPR memberhentikan Aswanto.
"Jika Presiden menyetujui tindakan DPR RI maka ini merupakan perbuatan melawan prinsip non-intervensi. Terlalu vulgar menunjukkan intervensi kekuasaan kepada proses hukum," kata Chandra mengingatkan.
Terakhir, Chandra mengatakan bahwa intervensi kekuasaan dalam berbagai kasus yang bersinggungan dengan kepentingan penguasa ataupun pengaruh kekuasaan terhadap kekuasaan kehakiman, berpotensi melahirkan berbagai putusan yang tidak mampu memberi rasa keadilan.
"Tindakan intervensi tersebut dapat disebut ancaman kepada hakim MK. Intervensi kekuasaan terhadap hukum harus dihentikan," kata Chandra Purna Irawan. (fat/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
BACA ARTIKEL LAINNYA... AKBP Jerry Raymond Dipecat, Peraturan Kapolri tentang Waskat Seharusnya Diterapkan
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam