jpnn.com - JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri mengatakan perubahan Ujian Nasional menjadi ujian sekolah berstandar nasional (USBN) menunjukkan kentalnya nuansa politik.
"Urusan evaluasi pendidikan ditentukan kekuasaan. Bukan murni dunia pendidikan," jelasnya saat diskusi di kantor ICW kemarin (4/12).
BACA JUGA: Mulai 2017 UN Dihapus, Diganti USBN, Semudah Itu?
Dia berharap pengubahan ini bukan untuk meningkatkan popularitas Mendikbud Muhadjir Effendy.
Febri mengatakan keputusan moratorium unas harus segera diputuskan. Sebab keputusan ini akan berdampak pada 34 provinsi yang mengurusi jenjang SMA dan SMK.
BACA JUGA: Inspektorat Dorong Guru Buat Laporan Resmi
Kemudian juga berdampak pada 416 kabupaten dan 98 kota. Masing-masing pemda itu nantinya harus membuat butir soal, mencetak, sekaligus mendistribusikan naskah USBN.
Meski meragukan persiapan USBN, Febri mengapresiasi moratorium unas. Baginya pendidikan seharusnya diotonomikan ke pemda.
BACA JUGA: Pemkab Tetap Siapkan Dana untuk SMU/SMK
Bahkan evaluasi harus menjadi kewenangan guru di sekolah. "Kita berharap Kemendikbud serius mengawal perubahan ini," pungkasnya.
Sementara itu di jajaran Kemendikbud, belum banyak perkembangan terkait pelaksanaan USBN 2017.
Mendikbud Muhadjir Effendy menegaskan persiapan USBN sudah 70 persen. "Tinggal menunggu inpres dari Presiden," kata dia.
Muhadjir belum bersedia membeber persiapan USBN yang sudah mencapai 70 persen itu.
Kemendikbud sampai saat ini juga belum mengumumkan rencana lelang naskah ujian. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Oh Malangnya Penjaga Sekolah di DKI
Redaktur : Tim Redaksi