jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan aturan penerimaan peserta didik baru (PPDB) di sekolah negeri berbasis zonasi. Sehingga setiap anak tidak bisa seenaknya memilih sekolah negeri yang diinginkan.
Ketentuan sistem zonasi dalam PPDB 2017/2019 itu tertuang dalam Permendikbud 17/2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru.
BACA JUGA: Tujuh Kasus OTT di Sumbar, Terbanyak di Bidang Pendidikan
Di pasal 90 Permendikbud tersebut di atur dengan jelas bahwa minimal 90 persen kuota siswa baru diisi siswa baru dari radius terdekat.
Kuota terdekat ini bisa berbasis kelurahan/desa atau kecamatan. Ketentuan sistem zonasi ini tidak berlaku untuk SMK.
BACA JUGA: Gara-gara Pungli, Kepsek dan Wakepsek Terancam Dipecat
Di beberapa daerah sudah mulai muncul keluhan terkait dengan sistem zonasi itu. Diantaranya adalah di SMAN 2 Banjarmasin.
Padahal sekolah yang berada di Banjarmasin tengah ini merupakan salah satu sekolah favorit. Namun pada hari pertama pendaftaran, sebelum libur Lebaran lalu, pendaftarnya hanya 70-an orang.
BACA JUGA: 90 Persen Siswa Harus dari Sekitar Sekolah
Berbeda dengan tahun sebelumnya yang bisa mencapai 500-an pelamar di hari pertama.
Kuat dugaan sepinya pelamar di SMAN 2 Banjarmasin itu dikarenakan sekolah tersebut ada di kecamatan yang populasinya sedikit.
Dengan ketentuan zonasi berbasis kecamatan, maka anak-anak dari luar kecamatan domisili SMAN 2 Banjarmasin itu tidak bisa melamar ke sana.
Keluhan terkait dengan sistem zonasi juga muncul di Cirebon, Jawa Barat. Khusus untuk jenjang SMP di Cirebon, zonasinya ditetapkan berdasarkan kelurahan.
Radar Cirebon (Grup Jawa Pos) memberitakan di antara yang mengeluhkan sistem zonasi PPDB berbasis kelurahan itu adalah SMPN 13 Cirebon yang berada di komplek lapangan Kebumen, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon.
Sekolah ini khawatir penerimaan siswa barunya sedikit karena harus bersaing dengan SMPN 10, SMPN 14, dan SMPN 16.
Ketiga sekolah ini bertetangga dengan SMPN 13 Cirebon. Kepala SMPN 13 Cirebon Euis Sulastri berharap ketentuan PPDB berbasis kelurahan bisa diperluas.
Wakil Kepala SMAN 1 Gunungsari, Lombok Barat, NTB Mansur mengatakan di daerahnya zonasi untuk jenjang SMA diputuskan berbasis kecamatan.
’’Tetapi saat ini PPDB belum dimulai. PPDB baru dimulai pada 3 Juli nanti,’’ katanya. Dia mengatakan selama ini SMAN 1 Gunungsari bisa menerima siswa baru hingga sembilan rombongan belajar (rombel). Masing-masing rombel rata-rata berisi 40 siswa.
Dengan sistem zonasi yang berlaku mulai tahun ini, SMAN 1 Gunungsari hanya bisa menerima siswa baru dari Kecamatan Gunungsari saja.
Namun dia mendapatkan informasi bahwa ada sedikit kelonggaran dalam PPDB berbasis zonasi. Yakni boleh menerima siswa dari kecamatan tetangga. Dengan catatan hanya dari satu kelurahan/desa yang terdekat.
Dia menuturkan kecamatan tetangga SMAN 1 Gunungsari adalah Kecamatan Batulayar. Selama ini SMAN 1 Batulayar selalu mendapatkan siswa baru untuk satu rombel saja.
Diharapkan dengan sistem zonasi, SMAN 1 Batulayar bisa mendapatkan lebih banyak siswa. Sebab selama ini banyak anak-anak dari Kecamatan Batulayar yang tersedot masuk ke SMAN 1 Gunungsari.
Wakil Ketua Komisi X DPR Ferdiansyah berharap pemberlakuan zonasi tidak diterapkan dengan kaku.
Artinya untuk sekolah-sekolah dengan kondisi tertentu, aturan zonasi itu bisa dilonggarkan. ’’Sebab jika dipaksakan, pasti ada sekolah yang kekurangan siswa,’’ tuturnya.
Sekolah yang berada di perbatasan atau pinggiran kecamatan misalnya, akan kesulitan mendapatkan siswa dari kecamatan sendiri. Sebab siswa dari kecamatan itu akan memilih sekolah di pusat kecamatan.
Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan mengakui salah satu dampak sistem zonasi adalah, kemungkinan sekolah yang selama ini banyak menerima siswa mengalami penurunan.
Tetapi sebaliknya bakal ada sekolah yang selama ini hanya menerima sedikit siswa, bakal kebanjiran pelamar.
Nasir berharap kepala dinas pendidikan menjalin komunikasi dengan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) untuk mengatur sistem zonasi tersebut.
’’Supaya distribusi dan alokasi siswa baru adil dan proporsional,’’ katanya.
Muhadjir mengatakan pedoman dari Kemendikbud bunyinya adalah seharusnya PPDB berbasis zonasi.
Namun dalam kondisi tertentu, kepala daerah selaku pemilih sekolah negeri, punya kewenangan untuk mengatur lebih rinci.
Misalnya sekolah yang ada di pinggiran, diberi kelonggaran untuk tetap menerima siswa meskipun lintas kelurahan/desa atau kecamatan.
Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu mengatakan sistem zonasi secara nasional baru bergulir perdana tahun ini.
Menurutnya wajar jika muncul masalah di sana-sini. ’’Masalah itu akan kami evaluasi untuk dicarikan jalan keluarnya,’’ tuturnya.
Dia mengingatkan bahwa semangat dalam penerapan sistem zonasi itu adalah untuk pemerataan kualitas pendidikan.
Kemudian menyelesaikan ketimpangan layanan sekolah secara bergotong royong. Selain itu sistem pemerataan jumlah siswa juga bermanfaat untuk redistribusi guru. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hari Pertama PPDB, Ortu Siswa Antre Hingga 3 Jam
Redaktur & Reporter : Soetomo