jpnn.com - JAKARTA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang kedua dugaan pelanggaran kode etik KPU Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Agenda sidang yakni mendengarkan keterangan saksi ahli dari kedua belah pihak.
Pengadu, Tahan Manahan Panggabean menghadirkan sejumlah pakar hukum sebagai saksi ahli. Mereka adalah Budiman Sinaga (ahli hukum tata negara), Meidin Gultom (guru besar hukum pidana), Hendri Panggabean (mantan hakim agung), dan Abdussalam (pakar hukum pidana).
BACA JUGA: Loloskan Walikota Jadi Caleg, KPU Kotamobagu Dituding Langgar Kode Etik
Sementara Teradu, Ketua KPU Sumut Surya Perdana dan Anggota Nurlela Djohan tidak menghadirkan saksi.
Perkara ini terkait dicoretnya Pengadu dari DCS DPRD Sumut oleh para Teradu. Alasan pencoretan bakal caleg dari Partai Demokrat itu karena pernah divonis pidana dengan ancaman maksimal lima tahun atau lebih.
BACA JUGA: DKPP: Merasa Dirugikan, Silakan Lapor ke Panwaslu Bogor
"Sesuai keterangan Pengadilan Tinggi Negeri Medan, Pengadu pernah melanggar pasal 146 KUHP," terang Teradu, Surya dalam sidang yang digelar di ruang sidang DKPP, gedung Bawaslu RI, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Selasa (17/9).
Akan tetapi, menurut Pengadu, tindak pidana yang dilakukannya masuk kategori beralasan politik. Sehingga sesuai dengan ketentuan yang berlaku, ia berhak mendapat pengecualian.
BACA JUGA: Coret DCS Demokrat, KPU Lombok Barat Disidang DKPP
"Saya pernah dipenjara karena turut serta dalam demonstrasi menuntut pembentukan Provinsi Tapanuli. Jadi harus dikecualikan, sesuai Pasal 5 ayat 3 huruf a PKPU No 7 Tahun 2013," ungkap Tahan M Panggabean.
Argumentasi ini diperkuat oleh keterangan seluruh saksi ahli yang dihadirkan Pengadu.
"Soal pasal 146 KUHP, itu masuk kategori tindak pidana politik. Demonstrasi yang dilakukan Pengadu dilatarbelakangi untuk memperjuangkan kepentingan umum," jelas salah satu saksi ahli, Meidin Gultom.
Saksi Budiman Sinaga menjelaskan, tindak pidana politik adalah kegiatan yang dianggap melanggar hukum karena memeperjuangkan keyakinan politiknya untuk tujuan kebaikan masyarakat dan dilakukan tanpa kekerasan. Hal ini, menurutnya, berdasarkan surat keputusan dari Mahkamah Agung.
Atas keterangan saksi ahli ini, Teradu belum bisa menanggapi. Mereka meminta tambahan waktu untuk menjawab secara lebih sistematis.
Ketua Majelis Sidang, Nur Hidayat Sardini didampingi Saut Hamonangan Sirait, Nelson Simanjuntak, dan Anna Erliyana mengizinkan permohonan Teradu.
"Oke, tidak apa-apa kalau Teradu belum siap menanggapi. Jangan dipaksa-paksa. Teradu juga boleh mengajukan saksi atau ahli," kata Nur Hidayat Sardini. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sibuk Urus Pilkada, KPU Lombok Barat Minta Sidang Gunakan Video Conference
Redaktur : Tim Redaksi