jpnn.com, KOTAWARINGIN TIMUR - Para calon legislatif alias caleg yang ingin menggunakan jasa broker ilegal harus siap uang ratusan juta rupiah. Di sisi lain, penggunaan broker suara dinilai tidak efektif mendongkrak suara, karena hanya sedikit pemilih yang terjaring.
Salah seorang politikus Kotawaringin Timur, Kalteng, yang menggunakan jasa itu saat Pemilu 2014 silam mengungkap, harus mengeluarkan uang hingga Rp 700 juta hanya untuk broker suara.
BACA JUGA: Guru Honorer Banyak dan Tersebar, Bakal Direkrut Jadi Pengawas TPS
Politikus yang meminta namanya tak disebutkan ini mengatakan, broker suara menjanjikan akan mendapatkan suara 7.000 pemilih. Satu suara dihargai sebesar Rp 100 ribu.
Namun, dari saat pemilihan berlangsung, politikus tersebut hanya mendapatkan sekitar 2.400 suara pada Pemilu 2014.
BACA JUGA: Ketua Komplotan Maling Pecah Kaca di Bogor Ternyata Caleg
BACA JUGA: Bawaslu Harus Telusuri Kabar Broker Suara Mulai Bergerak
”Paling banyak yang mencoblos apabila menggunakan jasa broker itu hanya 30-35 persen. Itu saya sudah pernah merasakan di pemilu sebelumnya,” kata pria yang kini duduk di DPRD Kotim ini, Senin (18/3).
BACA JUGA: Temuan BPN: Ada Pemilih di DPT yang Lahirnya Tahun 1873, Bahkan Ada yang Belum Lahir
Dia menuturkan, broker suara selalu muncul saat pemilu. Jumlahnya cukup banyak. Dengan modal KTP warga, mereka mendatangi caleg yang memiliki modal besar. Broker menjanjikan akan mengondisikan puluhan hingga ribuan suara untuk caleg tersebut.
Penelusuran Radar Sampit (Jawa Pos Group), praktik politik uang mulai berubah dari sebelumnya yang kerap disebut serangan fajar. Selain menggunakan jasa broker, oknum caleg juga memiliki tim khusus untuk mendata warga yang masuk daftar pemilih tetap (DPT) dan bersedia menyumbangkan suara kepada caleg tersebut.
Cara demikian dianggap lebih efektif dibanding serangan fajar atau memberikan uang pada pemilih sebelum mereka mencoblos. Para caleg beranggapan sistem serangan fajar lebih berbahaya dan tingkat akurasinya juga lemah.
”Kalau serangan fajar itu tentunya ada duit dibagi-bagi begitu saja. Mau dia pilih di caleg A atau B, kita tidak tahu. Tapi, kalau dengan pendataan ini, kita bisa hitung-hitung, baik biaya politik hingga tingkat raihan suara,” kata salah seorang caleg di Kotim.
Menurutnya, pemilu legislatif tahun ini lebih sepi dibanding pemilu sebelumnya, karena caleg menyimpan uang untuk dimainkan di hari pelaksanaan.
BACA JUGA: Politik Uang: Rp 100 Ribu, Beras 2 Kilogram, dan Gula
”Makanya jarang sekali ada caleg jadi sponsor utama event seperti 2014 lalu, karena mereka melihat pola sosialisasi itu gaya lama. Hanya buang-buang uang, tapi suara tidak dapat,” katanya.
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kotim tengah menelusuri dugaan munculnya broker suara. Ketua Bawaslu Kotim Muhammad Tohari mengaku sudah mendengar informasi tersebut. Namun, pihaknya masih kesulitan lantaran warga belum ada melapor.
”Kami akan berupaya bagaimana caranya modus-modus politik uang bisa diredam di pemilu kali ini,” katanya.
Dia mengajak semua pihak bersama-sama melaksanakan pemilu yang bersih, jujur, dan adil. Sebab, apabila dalam pelaksanaanya nanti terbukti ada jual-beli suara, tidak menutup kemungkinan pihak yang terkait akan diseret.
”Jual beli suara akan dikenakan sanksi pidana dan diatur dalam UU Pemilu,” kata Tohari. (ang/ign)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Debat Cawapres, Rahmat: Adu Kecerdasan dan Argumen, Santun Beretika
Redaktur & Reporter : Soetomo