jpnn.com, JAKARTA - Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengaku kaget ketika mendengar kabar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumahnya di Jalan Taman Bendungan Jatiluhur II Nomor 3, Jakarta Pusat, Minggu (15/7). Sofyan mengaku tak berada di rumah saat penyidik lembaga antirasuah itu menyambangi rumahnya.
“Waktu penggeledahan saya tak di rumah. Saya kaget,” ujar Sofyan dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (16/7).
BACA JUGA: Bamsoet Sedih Anggota DPR jadi Pasien KPK Lagi
Namun, penyidik KPK tetap diterima di rumah Sofyan. “Lalu penggeledahan,” katanya.
Lantas, mengapa Sofyan menyimpan dokumen-dokumen PLN di rumahnya? Mantan direktur utama BRI itu menegaskan bahwa dokumen yang ada di rumahnya hanya salinan.
BACA JUGA: Penjelasan Dirut PLN Soal Rumahnya Digeledah KPK
“Dokumen (asli, red) disimpan di kantor. Tapi saya dikasih kopian untuk dibaca,” tuturnya.
Sofyan menambahkan, dia perlu membaca dokumen-dokumen PLN. Namun, dia tak sempat membacanya di kantor sehingga dibawa pulang ke rumah.
BACA JUGA: MKD Janji tidak Persulit KPK Usut Eni Saragih
Selain itu ada pula surat-surat yang butuh tanda tangannya. “Ada proposal, ada reporting bulanan ke saya. Tidak sempat saya baca di kantor,” tuturnya.
Namun, dia memastikan dokumen-dokumen yang disita KPK dari rumahnya bukan rahasia. “Sangat umum, bisa dibuka ke publik,” tegasnya,” ucapnya.
Sebelumnya KPK menangkap Eni dan pengusaha Johannes B Kotjo pada Jumat lalu (13/7). Eni diduga menerima uang Rp 500 juta dari Johannes sebagai bagian commitmen fee proyek PLTU Riau-1.
Kini Eni menjadi tersangka penerima suap dan ditahan KPK. Politikus Golkar itu dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sedangkan Johannes menjadi tersangka pemberi suap. Dia dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.(jpg/ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasus Eni Saragih Kelas Kakap, Terkait Proyek Rp 1.100 T
Redaktur & Reporter : Antoni