Pengakuan Suliono, Penyerang Jemaat Gereja St Lidwina

Rabu, 14 Februari 2018 – 07:03 WIB
Jemaat Gereja St Lidwina Bedog, Kabupaten Sleman, Jogjakarta, sudah diperbolehkan masuk ke dalam gereja tersebut. Foto: Guntur Aga Tirtana/Radar Jogja

jpnn.com, JAKARTA - Suliono, pelaku penyerangan terhadap jemaat gereja St Lidwina, Sleman, Jogja, terdeketski telah terpapar paham radikal dari sebuah kelompok di Sulawesi Tengah.

Kadivhumas Polri Irjen Setyo Wasisto menjelaskan,Suliono saat masih SMA bersekolah di Morowali dan kuliahnya di Palu.

BACA JUGA: Sandi Berdoa Semoga DKI Terhindar dari Kasus Intoleransi

Saat itulah kemudian dia mengikuti kegiatan sebuah organisasi keagamaan. ”Dari situlah dia belajar akidah yang berbeda pemahaman,” terangnya.

Selanjutnya, saat di Magelang, Suliono juga mendok di sebuah pesantren. Namun, pendidikan di pesantren itu hanya dilalui sebentar.

BACA JUGA: Gagal ke Suriah, Lantas Serang Jemaat Gereja St Lidwina?

”Dia berencana untuk pulang ke Banyuwangi setelahnya, namun mampir dulu ke Jogja,” paparnya ditemui di kantor Divhumas Polri.

Dia menjelaskan, tercatat juga bahwa Suliono belajar dari internet terkait paham keliru itu. Akhirnya muncul dorongan dari dalam dirinya untuk melakukan aksi penyerangan di Jogjakarta tersebut. ”Ini pengakuan dari tersangka ya,” ungkapnya.

BACA JUGA: Kepala Disabet Pedang, Romo Prier Sudah Bisa Bercanda

Sebelum melakukan aksi, Suliono ini juga mengakses internet untuk mencari alamat gereja terdekat serta, tempat mencari senjata.

Setyo menjelaskan, akhirnya dipilih gereja yang diserang itu. ”Dengan semua ini, kami masih memandang bahwa pelaku ini lone wolf,” paparnya.

Kejadian penyerangan gereja yang dilakukan Suliono ini sebenarnya bisa dicegah bila sistem keamanan masyarakat berjalan.

Suliono diketahui menginap selama tiga hari di sebuah musola di dekat lokasi penyerangan. ”Saat menginap di musala ini sempat komunikasi dengan penjaga mushola dan sejumlah orang,” tuturnya.

Sayangnya, kepala rukun tetangga dan kepala rukun warga tidak mengetahui adanya orang yang menginap di musala. ”Kalau saja ada kepedulian untuk melaporkan, tentu akan berbeda,” terangnya.

Menurutnya, bila ada orang asing yang berada di lingkungan kampung, saat ada yang melapor ke kepolisian setempat tentu akan ditangani.

”Polisi kan bisa untuk melakukan upaya pemeriksaan dan sebagainya. Sehingga, bisa dicegah sebelum terjadi aksi,” tuturnya.

Sementara kejadian penyerangan oleh orang gila di Masjid kembali terjadi. Masjid Baiturrahim di Tuban Jawa Timur diserang oleh seseorang yang diduga tidak waras. Hampir semua kaca masjid pecah karena dipukuli.

Sebelumnya, dua ustad di Jawa Barat dianiaya oleh pelaku yang keduanya dipastikan oleh polisi sebagai orang yang mengalami gangguan mental.

Terkait penyerangan masjid di Tuban, Setyo menjelaskan bahwa pihaknya masih melakukan pengecekan terkait penyerangan masjid.

Sementara Pengamat Terorisme Al Chaidar menuturkan, Polri ini harus bertindak cepat untuk menangani gejala kerja-kerja intelijen.

Jangan hanya membantah, namun harus benar-benar memberikan bukti nyata. ”Ya kalau disebut gila, tunjukkan surat dokternya. Bawa dokternya ke hadapan masyarakat untuk menjelaskan,” tuturnya. (idr)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wiranto: Tak Ada Kompromi untuk Masalah Ini!


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler