jpnn.com, JAKARTA - Setiap warga berhak melakukan aksi unjuk rasa. Termasuk umat Islam di bawah koordinasi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI), yang bakal kembali menggelar aksi pada Jumat (5/5) besok.
Namun, pengamat politik dari Universitas Mercu Buana Maksimus Ramses Lalongkoe, mengingatkan agar unjuk rasa jangan sampai memaksakan kehendak.
BACA JUGA: Aksi 55, Menag: Jangan Intervensi Hukum
Apalagi, kata dia, sampai 'menyandera' Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, agar memutus terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama bersalah dan divonis hukuman penjara, seperti yang dikehendaki para pengunjuk rasa.
"Saya kira, mayoritas masyarakat juga tentu berharap hakim tetap independen dan tidak boleh di bawah panguruh tekanan publik atau tekanan politik," ujarnya kepada JPNN, Kamis (4/5).
BACA JUGA: Aksi 55 Harus jadi Perhatian Penegak Hukum
Menurut Maksimus, independensi sangat penting bagi hakim sehingga benar-benar memutus perkara berdasarkan fakta-fakta yang terungkap.
Dengan demikian, cita-cita menjadikan hukum sebagai panglima d Indonesia, dapat benar-benar terwujud secara nyata.
BACA JUGA: Pak Hakim, Please Jangan Memutus Ahok Bersalah karena Tekanan Publik
"Harusnya, publik percaya sama hakim untuk menegakkan hukum. Makanya saya melihat, bila terus terjadi aksi (terhadap kasus Ahok,red), besar kemungkinan memang bermutan politis," kata Maksimus.
Sebagaimana diketahui, aksi terhadap Ahok bukan kali pertama dilakukan.
Sebelumnya aksi besar-besaran umat Islam dilakukan pada 4 November 2016 lalu.
Kemudian berlanjut pada 31 Maret 2017. Rencananya, GNPF MUI juga bakal menggelar aksi pada Jumat (4/5) besok.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sepertinya Aksi 55 Bakal Sukses Mengumpulkan Massa
Redaktur & Reporter : Ken Girsang