Pengamat: Bisa Saja Melibatkan Orang Dalam Istana

Badan Bernama BSDMI P2ED Merajalela, Kepresidenan dan Polri Diminta Bersikap

Minggu, 10 Juli 2011 – 21:01 WIB
Irwannur Latbual (tengah) dalam sebuah acara di Ternate, Maluku Utara. Latar belakang foto adalah backdrop bergambar para presiden yang menjiplak salah satu backdrop di Istana Kepresidenan. Foto : Istimewa
JAKARTA - Munculnya lembaga "tak jelas" yang disebut Badan Sumber Daya Manusia Indonesia Pemerhati Pengembangan Ekonomi Daerah (BSDMI P2ED) yang mengaku dipimpin oleh seorang staf ahli Presiden RI bernama Irwannur Latubual, kini mulai dipertanyakanBanyaknya korban masyarakat yang dimintai uang dengan iming-iming menjadi PNS tahun 2012, sangat disayangkan.

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syarif Hidayat, kepada JPNN, Minggu (10/7), mengatakan bahwa kasus ini menjadi bukti betapa bobroknya birokrasi pemerintahan

BACA JUGA: Mahfud MD Hanya Mau Temui Ketua

Bahkan Otonomi Daerah (Otda) dinilainya telah dimaknai secara kebablasan baik oleh pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah.

"Bagaimana bisa seseorang mengaku sebagai staf ahli Presiden, membentuk badan hingga (tingkat) Kanwil dan hampir ada di seluruh provinsi di Indonesia, tanpa terdeteksi oleh Istana? Ini ada apa?" ucap Syarif.

Apalagi sebenarnya, menurut Syarif lagi, kasus penipuan sejenis dengan mengatasnamakan Presiden, bukan kali ini saja terjadi
Seharusnya menurutnya, pihak kepresidenan meminta Kapolri dan seluruh kepala daerah untuk bertindak.

"Tapi yang terjadi justru politik pembiaran, dan korban terus berjatuhan

BACA JUGA: BSDMI P2ED Telah Kelabui Banyak Kepala Daerah

Kalau dibiarkan begini tanpa ada sikap tegas, maka wajar bila muncul dugaan-dugaan
Bisa saja ada orang dalam Istana yang ikut terlibat

BACA JUGA: SBY Kembali Didesak Mengevaluasi Total Sistem Kerja Pemerintah

Karena (mereka) memakai kop resmi Istana Kepresidenan dan diterima oleh kepala daerah," ujar Syarif.

Yang lebih disayangkan lagi katanya, kejadian ini membuktikan bahwa tidak ada garis koordinasi yang tepat dan cepat antara pemda dengan pemerintah pusat"Otonomi daerah bukan berarti kebebasan total tanpa garis komunikasiKasus ini menjadi bukti bahwa garis koordinasi antara pusat ke daerah serta sebaliknya, tidak jalanIstana Kepresidenan juga tidak aktif menangkap isu yang berkembang di tingkat daerah," jelas Syarif.

Seharusnya, bila mencatut nama Presiden bahkan menggunakan lambang negara, pihak kepresidenan menurut Syarif, bisa segera mengusut karena sudah masuk ranah pidanaNamun sayangnya, justru badan ini terus bergerilya ke berbagai provinsi dan merekrut banyak korban yang dijanjikan jadi PNS.

"Pihak kepresidenan tidak boleh membiarkan hal ini terus terjadiMereka juga harus melakukan evaluasi, mengapa bisa kop resmi Istana dijadikan alat rekayasa, dan mengapa kepala daerah bisa percaya begitu saja? Ini masalah besar yang terorganisir dengan sangat baik oleh oknum-oknum," tukasnya(afz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Andi Nurpati, MK Sudah Serahkan Semua Bukti ke Polisi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler