Pengamat Desak Budaya Pungutan saat PPDB Segera Dipangkas

Senin, 10 Juli 2017 – 14:56 WIB
Pendaftaran siswa baru. Foto: Jambi Ekspres/JPNN.com

jpnn.com, JAMBI - Pengamat Pendidikan Prof Ratu Wardarita mengatakan, pungutan kepada siswi saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA/SMK dengan dalih sumbangan sukarela dan mendapat persetujuan komite sekolah masih sering terjadi.

"Harusnya masalah ini bisa diatur. Jangan sampai menimbulkan kekhawatiran, karena takut sang anak tidak diterima di sekolah bersangkutan, orang tua terpaksa memberikan sumbangan yang jumlahnya mungkin tidak sedikit," ujarnya seperti dilansir Jambi Ekspres (Jawa Pos Group) hari ini.

BACA JUGA: Melawan Hoaks dan Radikalisme dari Pesantren

Bila ini terus menjadi budaya, sebutnya, dikhawatirkan anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan justru tidak diterima. Ratu menyarankan, dalam proses penerimaan harus dilakukan secara transparan. Jangan sampai ada permainan saat perangkingan penerimaan.

Anak yang pandai dikalahkan oknum yang memberikan sesuatu kepada sekolah. Apalagi jika sekolah itu banyak peminat, sedangkan daya tampung di sekolah tersebut terbatas. Tidak menutup kemungkinan wali siswa melakukan berbagai cara agar anaknya bisa lulus, termasuk memberi sejumlah uang.

BACA JUGA: Tuan Guru Bajang: NTB Siap Laksanakan Sekolah Lima Hari

Dia juga meminta, jangan ada perbedaan antara sekolah satu dengan yang lain. Jangan karena alasan sekolah itu berstatus sekolah unggulan, seakan diperbolehkan sebebasnya memungut uang dari wali siswa.

“Budaya ini harus dipangkas, jangan terus menerus dilakukan,” katanya.

BACA JUGA: Ingat Ya! Jangan Ada Jual Beli Kursi Siswa Baru

Dia berharap Dinas Pendidikan bisa benar-benar melakukan pengawasan. Berikan kesempatan yang sama kepada semua anak untuk berkompetisi secara sehat.

Ratu pun tak menampik masalah jual beli buku atau seragam sekolah. “Kalau tujuan membantu dan memberikan harga tak jauh berbeda atau sama dengan harga pasar mungkin tak jadi masalah,” kata wanita yang juga akademisi Universitas PGRI Palembang ini.

Tapi masalah sekarang, kadang harganya jauh lebih mahal atau dinaikan dari harga pasar.

Seringkali juga terjadi, sebutnya, pihak sekolah memberi rekomendasi kepada penjahit atau toko tertentu dengan upah pemesanan lebih mahal untuk pembuatan seragam sekolah.

Padahal masih banyak tempat penjahit yang lebih murah. Sedangkan wali siswa sering membandingkan harga di pasaran. Akan lebih baik kalau wali siswa diberi keleluasaan memilih sendiri.

Terpisah, Pemilik Penjahit Bodronoyo yang tak mau disebut namanya mengaku pihaknya hanya membuat baju SMP dan SMA dengan harga mulai Rp150 ribu.

"Tapi sekarang order sekolah sepi, banyak konsumen beli langsung ke toko atau pedagang musiman, karena menilai pesan di toko jahit harganya jauh lebih mahal," tuturnya.

Rido, Penjahit Hikmah Brodir di Pasar Cinde, juga mengakui, beberapa pelanggan saja yang datang untuk menjahit baju sekolah maupun olahraga.

Untuk pakaian muslim SMA dibandrol Rp90 ribu, sementara batik Rp80 ribu, batik SD Rp70 ribu. Harga yang ditawarkan ini sangat murah, setiap tahun selalu diturunkan agar pelanggan tidak lari.

“Tapi sekarang sepi sekali, karena sebulan sebelum libur sekolah sudah banyak yang datang,” ungkapnya. (bis/uni/fad/ce4)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Simak nih, Pernyataan Terbaru Mendikbud soal Sekolah Lima Hari


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler