Pengamat : Empat Kendala Perampingan Struktur Pemda

Wawancara dengan Pengamat Pemerintahan Lokal, Dr Alfitra Salamm

Jumat, 12 Juni 2009 – 18:01 WIB

HINGGA kini, masih ada sejumlah pemda yang belum melakukan perampingan struktur organisasi perangkat daerahBanyak hal yang menjadi kendala pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) No.41 Tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah

BACA JUGA: Bacakan Pledoi, Terdakwa Korupsi BI Menangis

Mulai sulitnya mencari Sumber Daya Manusia (SDM) yang sesuai kebutuhan struktur yang baru, hingga alotnya pembahasan dengan DPRD
Berikut wawancara wartawan JPNN Soetomo Samsu dengan Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) DR Alfitra Salamm, yang juga Penasehat Badan Kerjasama Antarkabupaten itu, di Jakarta, Jumat (12/6).

Apa kendala sulitnya daerah melaksanakan ketentuan PP 41?
Pertama, hal ini tidak terlepas dari persoalan SDM

BACA JUGA: Terdakwa Korupsi BI Curhat di Persidangan

Di daerah tertentu, kadang-kadang keterbatasan SDM menjadi penghalang
Namun saya kira, untuk kasus Medan tidak ada persoalan SDM, karena di sana banyak SDM yang mumpuni untuk mengisi struktur pemerintahan di sana

BACA JUGA: Sidang Korupsi, Besan SBY Tuding Media Perburuk Keadaan

Kedua, biasanya ada hambatan di tingkat pembicaraan dengan DPRDBagaimana pun, yang menyangkut SOTK (struktur organisasi tata kerja), harus dibicarakan dan mendapat persetujuan DPRDSayangnya, pembicaraan dengan DPRD ini seringkali berlarut-larut karena terjadi tarik ulur kepentingan dan bargaining-bargaining tertentu.

Apakah hanya dua itu kendalanya?
Kalau saya amati, banyak juga pemda yang tidak cepat melaksanakan ketentuan PP 41 lantaran menganggap struktur yang sudah ada, yang lama, dianggap sudah cukupMereka sudah puas dengan struktur yang adaIni kendala ketigaKendala keempat, pemerintah pusat sendiri tidak tegas dalam memberikan tenggat waktu pelaksanaan PP 41 ituPemerintah terlalu longgarTapi di sisi lain, kelonggaran yang diberikan itu juga ada baiknya, karena bagaimana pun daerah yang lebih tahu kondisi di daerahnya ituIni suatu penghargaan pusat kepada daerah untuk lebih bisa mandiriTapi, alangkah baiknya bila kelonggaran yang diberikan tetap ada batasnyaMinimal, alasan-alasan mengapa tidak bisa melaksanakan PP itu harus jelas.

Apakah bisa ketakutan munculnya gejolak sebagai dampak pelaksanaan PP 41 dijadikan alasan?
Kepala daerah tidak bisa beralasan seperti ituKebijakan sudah pasti ada dampaknyaTugas kepala daerah lah untuk mengantisipasi dan meminimalisir dampak ituDalam kasus Pemko Medan, di situlah keberanian pimpinan di sana diujiKeberanian itu penting bagi seorang pimpinanKeberanian menyangkut kemampuanMampu tidak dia menggeser jabatan-jabatan, tanpa harus muncul keretakan dan stabilitas aparatur tetap terjaga.

Solusi terbaiknya seperti apa?
Perlu keterbukaan pimpinan daerah dalam menyusun kebutuhan dan kapasitas jabatan yang adaLangkahnya bisa seperti iniPertama, sosialisasikan kepada seluruh pejabat yang ada mengenai pentingnya perampingan strukturKedua, jelaskan juga bahwa tidak seluruh kursi jabatan diisi dengan pertimbangan-pertimbangan politis atau kedekatan personalJabatan eselon merupakan jabatan karirBisa saja membuat kesepakatan terlebih dahulu, misalnya 20 persen kursi diisi dengan pertimbangan politis, sisanya yang 80 persen murni berdasar kompentensi.

Apa boleh aspek politis dijadikan salah satu pertimbangan?
Bukan soal boleh atau tidakIni harus bicara realitasTidak bisa dipungkiri, banyak pegawai yang menduduki jabatan penting karena dia pernah berjasa kepada kepala daerahnya, atau wakil kepala daerah, atau sekdanyaNah, kalau yang merasa pernah berjasa ini di geser, bisa muncul gejolakJadi, lebih baik dibicarakan saja secara terbuka realitas iniTidak usah ditutup-tutupi karena masyarakat juga sudah tahu praktek yang seperti ituBanyak orang mendapat hadiah jabatan karena dulunya menjadi tim sukses saat pilkada.

Ada cara lain yang lebih efektif?
Kalau pimpinannya takut melakukan perombakan, maka libatkan masyarakat di situBentuk tim khusus yang terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat, siapa yang layak menduduki jabatan ini, jabatan ituMasyarakat bisa menilai kok, mana yang layak dan mana yang tidakMeski sudah ada Baperjakat, tapi kalau pimpinannya takut, keterlibatan masyarakat bisa dijadikan metode pengisian jabatan.

Bisa nggak misalnya pemerintah mengambil alih agar PP 41 bisa cepat kelar?
Tidak bolehNanti yang muncul intervensi pusat kepada daerahPusat bisa saja terlibat,namun cukup memberikan kode etik sajaMisalnya, untuk pengisian jabatan Karo Hukum, ya harus diisi sarjana hukum, Kadis Pertanian harus diisi insinyur pertanian, dan seterusnyaAda daerah yang menjadikan lulusan IAIN menjadi Kadis Perindustrian, itu jangan terjadiKode etik juga harus mencantumkan syarat, misalnya orang tersebut minimal sudah dua tahun berkerja di bidangnya ituJangan orang-orang baru tiba-tiba masukItu yang bisa memunculkan gejolak***



BACA ARTIKEL LAINNYA... Berkas Sigid dan Williardi Segera Dilimpahkan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler