Pengusaha Kecelakaan yang Sukses

Senin, 11 Agustus 2008 – 05:34 WIB
Sandiaga S. Uno.

Di negeri ini, jumlah pengusaha sukses masih sedikitLebih sedikit lagi jika mencari pengusaha masih muda, sukses, dan kaya

BACA JUGA: Bantu 10 Anak Tak Mampu Raih Gelar Doktor

Umur mereka belum 40 tahun, tapi kesuksesannya tak diragukan lagi


KALANGAN pengusaha yang tergabung dalam Hipmi (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) pasti kenal dengan sosok Sandiaga S

BACA JUGA: Kaban Pasrah kalau Dicopot

Uno
Dia baru saja lengser dari jabatan ketua umum pusat organisasi yang beranggota lebih dari 30 ribu pengusaha itu

BACA JUGA: Jadi Tamu Kehormatan, Naik Kiai Garuda Putra


Sandi –demikian penyandang gelar MBA dari The George Washington University itu biasa disapa– tercatat sebagai orang terkaya ke-63 di Indonesia versi Globe AsiaKekayaannya USD 245 juta
Sandi menyatakan tak disiapkan untuk menjadi pebisnis oleh orang tuanya’’Orang tua lebih suka saya bekerja di perusahaan, tidak terjun langsung menjadi wirausaha,’’ ujar pria penggemar basket itu
’’Menjadi pengusaha itu pilihan terakhir,’’ akunyaKarena itulah, dia tak berpikir menjadi pengusaha seperti yang telah dilakoni selama satu dekade ini’’Saya ini pengusaha kecelakaan,’’ katanya, lantas tertawa
Kiprah bisnis Sandi kini dibentangkan lewat Grup Saratoga dan RecapitalBisnisnya menggurita, mulai pertambangan, infrastruktur, perkebunan, hingga asuransiNamun, dia masih punya cita-cita soal pengembangan bisnisnya”Saya ingin masuk ke sektor consumer goodsDalam 5–10 tahun mendatang, bisnis di sektor tersebut sangat prospektif,’’ katanya, optimistis
Seorang pebisnis, kata dia, memang harus selalu berpikir jangka panjangBahkan, berpikir di luar koridor, berpikir apa yang tidak pernah terlintas di benak orang”Mikir-nya memang harus jangka panjang.’’
Dia mencontohkan, dirinya masuk ke sektor pertambangan awal 2000Saat itu, sektor tersebut belum se-booming sekarang’’Jadi, ketika sektor itu sekarang naik, kami sudah punya duluan,’’ ujarnya
Dia sesekali menyeruput air putih yang terhidang di sebuah ruang di kantornya, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, saat menemui Jawa PosSesekali pula dia menerima telepon dari sejumlah koleganyaBahkan, dia sempat menjawab pertanyaan wartawan lewat teleponSandi dikenal sebagai sosok yang rendah hatiDia tak membeda-bedakan orang dalam bergaul’’Makin banyak teman kan makin enak,’’ kata bapak berputri dua itu
Sandi semula adalah pekerja kantoranPascalulus kuliah di The Wichita State University, Kansas, Amerika Serikat, pada 1990, Sandi mendapat kepercayaan dari perintis Grup Astra William Soeryadjaja untuk bergabung ke Bank SummaItulah awal Sandi terus bekerja sama dengan keluarga taipan tersebut’’Guru saya adalah Om William (William Soeryadjaja, Red),’’ tutur pria kelahiran 28 Juni 1969 itu
Bapak dua anak itu kemudian sedikit terdiamPandangannya dilayangkan ke luar ruang, memandangi gedung-gedung menjulang di kawasan Mega Kuningan’’Saya masih ingat, sering didudukkan sama beliau (William Soeryadjaja, Red)Kami berdiskusi lama, bisa berjam-jamJiwa wirausahanya sangat tangguh,’’ kenangnyaWilliam tanpa pelit membagikan ilmu bisnisnya kepada SandiDia benar-benar mengingatnya karena itulah titik awal dia mengetahui kerasnya dunia bisnis
Di tanah air, Sandi hanya bertahan satu setengah warsaDia harus kembali ke AS karena mendapat beasiswa dari bank tempatnya bekerjaDia pun kembali duduk di bangku kuliah The George Washington University, WashingtonSaat itulah, fase-fase sulit harus dia hadapiBank Summa ditutupSandi yang merasa berutang budi ikut membantu penyelesaian masalah di Bank Summa
Sandi kemudian sempat bekerja di sebuah perusahaan migas di KanadaDia juga bekerja di perusahaan investasi di Singapura’’Saya memang ingin fokus di bidang yang saya tekuni semasa kuliah, yaitu pengelolaan investasi,’’ tutur ayah dari Anneesha Atheera dan Amyra Atheefa itu
Mapan sejenak, Sandi kembali terempasPerusahaan tempat dia bekerja tutupMau tidak mau, dia kembali ke tanah air’’Saya berangkat dari nolBahkan, kembali dari luar negeri, saya masih numpang orang tua,’’ katanya.
Sandi mengakui, dirinya semula kaget dengan perubahan kehidupannya’’Biasanya saya dapat gaji setiap bulan, tapi sekarang berpikir bagaimana bisa survive,’’ tutur pria kelahiran Rumbai ituApalagi, ketika itu krisis
Dia kemudian menggandeng rekan sekolah semasa SMA, Rosan Roeslani, mendirikan PT Recapital AdvisorsPertautan akrabnya dengan keluarga Soeryadjaja membawa Sandi mendirikan perusahaan investasi PT Saratoga Investama Sedaya bersama anak William, Edwin SoeryadjajaSaratoga punya saham besar di PT Adaro Energy Tbk, perusahaan batu bara terbesar kedua di Indonesia yang punya cadangan 928 juta ton batu bara
Bisa dibilang, krisis membawa berkah bagi Sandi’’Saya selalu yakin, setiap masalah pasti ada solusinya,’’ katanyaSandi mampu ’’memanfaatkan’’ momentum krisis untuk mengepakkan sayap bisnisSaat itu banyak perusahaan papan atas yang tersuruk tak berdayaNilai aset-aset mereka pun runtuhPerusahaan investasi yang didirikan Sandi dan kolega-koleganya segera menyusun rencanaMereka meyakinkan investor-investor mancanegara agar mau menyuntikkan dana ke tanah air’’Itu yang paling sulit, bagaimana meyakinkan bahwa Indonesia masih punya prospek.’’
Mereka membeli perusahaan-perusahaan yang sudah di ujung tanduk itu dan berada dalam perawatan BPPN –lantas berganti PPA–Kemudian, mereka menjual perusahaan itu kembali ketika sudah stabil dan menghasilkan keuntunganDari bisnis itulah, nama Sandi mencuat dan pundi-pundi rupiah dikantonginya
Ketika itu, nama-nama lain yang muncul, misalnya, Tom Lembong dan Hary TanoesoedibjoTom Lembong adalah mantan banker di Morgan Stanley, ASSedangkan Hary kini dikenal lewat bendera MNC, holding dari banyak perusahaan mediaSandi terlibat dalam banyak pembelian maupun refinancing perusahaan-perusahaanMisalnya, mengakuisisi Adaro, BTPN, hingga Hotel Grand KemangDari situlah, kepakan sayap bisnis Sandi melebar hingga kini

                                        ***

Ada yang bilang, Sandi diuntungkan nama besar orang tuanya, Henk Uno dan Mien UnoMeski bukan berlatar belakang bisnis, orang tua Sandi yang pakar kepribadian, diakui pria penggemar batik itu, sebagai pembuka jalan bagi gerak bisnisnyaItu terkait relasi orang tuanya yang banyak’’Tapi, relasi orang tua hanya berperan sedikitYang sulit ialah meyakinkan kolega-kolega bahwa saya mampu,’’ tutur Sandi, yang semasa kuliah di AS sempat menjadi asisten laboratorium
Dengan kisah kesuksesannya itu, Sandi yakin bahwa pengusaha bisa diciptakan’’Artinya bisa diasah,’’ tutur pria yang selalu memulai harinya dengan olahraga itu
Sandi menyebutkan kunci kesuksesannya, yakni dirinya fokusFilosofinya, seratus persen dalam persen’’Maksudnya, jangan setengah-setengahMelakukan sesuatu dengan sepenuh hatiFokus pada satu-dua hal, jangan kerjakan lima hal secara bersamaanCurahkan 100 persen tenaga dan pikiran, pasti semua berhasilSaya yakin,’’ urainya
Lantas, apa obsesinya kini? Selain berobsesi bisnisnya masuk ke sektor consumer goods, Sandi lebih punya obsesi secara pribadi”Saya ingin mengajak keluarga liburan ke banyak tempat di Indonesia yang belum dikenal banyak orang,” katanya
Sandi lantas menyebut sejumlah tempat di Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan NTB’’Maluku Utara saya dengar juga beautiful,” katanyaDi tempat-tempat itulah, Sandi ingin menikmati keindahan alamBerlari-lari bersama keluarga saat pagi, menikmati masa kala embun menyentuh dedaunan”Kalau di Jakarta, mana ada tempat seperti itu?” kata Sandi
Untuk luar negeri, Sandi ingin mengajak keluarga berlibur ke Tiongkok”Selain itu, India,” tuturnya.
Sesaat setelah bercerita soal keluarga, Sandi terdiam cukup lama’’Saya cuma berpikir bagaimana cara membuat tersenyum orang tua ketika akan tidur, melihat anaknya sudah bisa seperti ini, alhamdulillah,” tuturnya
Nama Sandi kini kian diperhitungkanBanyak orang menyebut Sandi bakal masuk ke ranah politikTapi, dia menyangkal hal itu”Sudah banyak yang terjun ke politik, lantas siapa generasi baru yang ngurusi wirausaha,’’ ujarnya
Bagi dia, politik bukan suatu yang tabuTapi, juga harus ada orang yang masih konsisten mengembangkan wirausaha, menjadi katup pengaman bagi persoalan perekonomianMisalnya, pengangguran”Pak Dahlan (CEO Grup Jawa Pos Dahlan Iskan, Red), kalau mau menjadi pejabat politik, lebih dari sekadar bisaTapi, beliau kan nggak mau karena ada komitmen untuk mengembangkan usaha, ngurusi pengembangan entrepreneurship,’’ katanya(eri/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lepas Pekerjaan di Australia, Siap Gaji Turun Dratis


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler