Pengusaha Sawit Bantai Orangutan

Kamis, 17 November 2011 – 08:32 WIB

JAKARTA-Kelangsungan hidup  Orangutan di bumi  Kalimantan terus terancamMeski sudah masuk sebagai hewan langka yang dilindungi, populasi orangutan berada di ambang kepunahan

BACA JUGA: Terdakwa Suap Akui Dana Talangan Untuk Biayai Menpora

Menyusul pembantaian terhadap Pongo Pygmaeus itu  karena dianggap sebagai hama kelapa sawit
Ironisnya, pemerintah, maupun aparat belum bereaksi atas tragedi ini

BACA JUGA: Jaksa dan Polisi Keroyok Kasus Korupsi di Kemenkes



The Nature Conservancy dan 19 organisasi swasta lainnya termasuk WWF dan Asosiasi Ahli Primata Indonesia dan beberapa pengamat melakukan survei untuk mengetahui tentang kebenaran adanya pembataian tersebut
Mereka mewawancarai 6.983 orang di 687 desa di tiga provinsi Kalimantan antara bulan april 2008 hingga september 2009

BACA JUGA: Dalami Kasus M Jasin, Polri Gandeng Dewan Pers

Hasil yang ditemukan adalah setidaknya 750 orangutan telah tewas dalam periode waktu setahun itu.

Lebih dari setengah responden yang diwawancara bahkan mengaku setelah membunuh, mereka memakan daging orangutan tersebutOrangutan tersebut dibunuh karena mengganggu tanaman milik wargaMeskipun pihak kementerian kehutanan Indonesia belum banyak berkomentar mengenai masalah ini, namun melihat banyaknya bukti tengkorak, kulit, dan bagian tubuh orangutan yang tergeletak berserakan di hutan, fakta ini merupakan fakta yang cukup mengerikan.

Menurut hasil penelitian dilakukan Perhimpunan Pemerhati dan Peneliti Primata Indonesia (Perhappi) dan The Nature Conservancy (TNC), April 2008 hingga September 2009, menunjukkan adanya "perebutan ruang" antara manusia dengan orangutan

Belakangan mencuat isu bahwa negara tetangga, Malaysia, diduga turut melakukan pembantaian terhadap spesies orangutan yang berada di areal konsesi perusahaannyaNamun, peneliti dari Pusat Peneliti Hutan Tropis (PPHT) Universitas Mulawarman Samarinda, Yaya Rayadin mengatakan, keterlibatan pengusaha negeri Jiran tersebut dalam pembantaian orangutan belum bisa dibuktikan

“Setahu saya, hal itu belum bisa dibuktikan,” terangnya, kemarin (16/11)

Bahwa pengusaha Malaysia memiliki saham di perusahaan di Indonesia, itu adalah benarMeski tak bisa dikatakan mereka turut “merekomendasikan” pembunuhan orangutanYaya juga mengatakan, sebaiknya Pemprov Kaltim tak menutup mata terkait permasalahan kelestarian orangutanMeski wewenang mutlak berada di tangan pemerintah pusat, namun pemprov diharapkan mempunyai rasa tanggung jawab terhadap pembantaian spesies yang memiliki kesamaan DNA (deoxyribonucleic acid) mencapai 96,4 persen dengan manusia

Satu hal yang menurut Yaya tak kalah penting adalah anggaran untuk penyelamatan orangutanHingga saat ini belum ada kepastian mengenai hal tersebut“Kita berbicara konservasi orangutanTapi apakah ada budgetnya?,” tutur dia.

Sekadar diketahui, pada 2007 silam, sebanyak 750-1.800 orangutan mati di IndonesiaRibuan kematian orangutan terjadi di tahun-tahun berikutnya.Hal itu terungkap dalam pemaparan hasil penelitian tentang orangutan dan diskusi konflik manusia dengan kehidupan liar di lantai 4 Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, pada awal November 2011 lalu.

Penelitian dilakukan oleh Perhappi dan TNC mulai April 2008 hingga September 2009, dibantu sebanyak 18 lembaga swadaya masyarakat (LSM)Di antaranya WWF, FK3I, Yayasan Palung, PRCFI, Yayasan Riak Bumi, Yayasan Simpur Hutan, Yayasan Dian Tama, SuAR Institute, Sylva-Untan, Titian& Akar, BOSF, FNPH, MLH, OFI, Perhimpunan Teropong, YCI, BEBSIC & BIOMA.

Sri Suci Utami Atmoko, peneliti dari Perhappi menjelaskan metode survei yang dilakukanAda 725 desa di 187 kecamatan dan 41 kabupaten di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur, yang disurveiSalah satu temuan lain dari survei ini adalah mengenai konflik orangutan dengan manusia“Konflik diartikan orangutan memasuki kebun atau ladang,” kata NielLalu, warga menganggap orangutan tersebut sebagai hama.

Yaya Rayadin beberapa waktu lalu mengatakan, terjadi perbedaan perspektif antara konservasionis orangutan dengan perusahan kelapa sawitSebagian besar perusahaan sawit masih menempatkan orangutan sebagai hama sehingga tindakan yang dilakukan terhadap orangutan juga persis seperti memberantas hama.
Memposisikan orangutan sebagai hama di kebun sawit, menurut dia, mungkin wajar-wajar saja dari perspektif pengusaha

Dalam satu hari, satu ekor orangutan bisa menghabiskan 30-50 tanaman sawit yang berumur di bawah 1 tahun sebagai sumber pakannyaKalau harga tanaman sawit di bawah 1 tahun diasumsikan Rp 20 ribu, setidaknya setiap ekor orangutan di kebun sawit memberikan kerugian sebesar Rp 600 ribu sampai Rp 1 juta per hariDalam konteks ini terlihat jelas bahwa konflik orangutan di kebun sawit lebih tinggi dan rentan dibandingkan fungsi-fungsi kawasan lainnya“Kejadian ini muncul karena adanya konversi habitat orangutan menjadi kebun sawit,” katanya.

Dia menjelaskan, khusus di Kaltim, habitat orangutan terpenting saat ini berada di areal yang dia sebut Lanskap KutaiAreal seluas 600 ribu hektare itu termasuk dalam 3 kabupaten, yakni Kutai Timur (Kutim), Bontang, dan Kutai Kartanegara (Kukar)Dalam Lanskap Kutai, terdapat beberapa perusahaan HTI, HPH (Hak Pengusahaan Hutan), perkebunan kelapa sawit, tambang, dan juga Taman Nasional Kutai (TNK)Berdasarkan hasil studinya dari tahun 2006 hingga sekarang, penelitian ground survey telah dilakukan bahkan telah berhasil membuat sekitar 74 km transek dan berhasil mengobservasi 1.500 pohon sarang dengan ditemukan sekitar 2.400 sarang orangutan.

Berdasarkan analisis sampling itu, populasi orangutan sekitar Lanskap Kutai bisa diprediksiDari luasan tersebut, mengacu kepada hasil penutupan kawasan hutan dan ground survey, diperkirakan masih terdapat sekitar 2.500-3.000 ekor orangutan di Lanskap Kutai.

Menengok ke belakang, pada 1990, jumlah orangutan di tanah Borneo diperkirakan mencapai 230 ribuPada 2007, angkanya diprediksi 54 ribuLalu, pada 2010, khususnya di Lanskap Kutai, menyusut jadi 2.500-3.000 ekor saja

Dari kacamata pengamat lingkungan Niel Makinuddin, pemerintah juga punya andil dalam kerusakan habitat orangutanSpesies orangutan dilindungi oleh undang-undang (UU)Tapi, ketika Tata Ruang memaksa habitat orangutan tergerus oleh kepentingan usaha, tidak ada hukum yang mengaturnya“Padahal orangutan kalau habitatnya dirusak, sudah pasti matiEntah dikejar karyawan perusahaan atau mati kelaparan,” ujar pengamat lingkungan ini.

Niel mengatakan, pakan dan ruang bagi orangutan merupakan kunci kehidupanJika dua itu tak ada, bisa dipastikan orangutan akan pergi mencari tempat baru“Orangutan makan sawit atau kambiumnya akasia itu temporary, karena bukan itu makanan utama mereka, bisa dilihat dari struktur giginyaTapi, karena keadaan, sebagian tempat sudah jadi batu bara, sawit, mereka lari,” jelas Niel.

Proses penetapan tata ruang, menurutnya, juga jadi masalah“Proses perizinan dalam tata ruang, tidak ada indikasi di sana habitat penting orangutanKalau ada indikasi, perusahaan biasanya hati-hati,” katanya(dwi/wan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Muhaimin Bisa Dihadirkan di Persidangan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler