jpnn.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menerima pelimpahan tersangka dan barang bukti perkara dugaan tindak pidana penggelapan Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari Bareskrim Polri, Rabu (27/10).
Dari empat tersangka, tiga tersangka dilakukan pelimpahan tahap II, yakni Ibnu Khajar, Heriyaan Hermain, dan Ahyudin.
BACA JUGA: Bareskrim Polri Melimpahkan Berkas Perkara 4 Tersangka Kasus ACT
Setelah pelimpahan, penahanan ketiga tersangka dititipkan oleh kejaksaan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.
“Bahwa tiga tersangka tersebut ditahan di Rutan Bareskrim Mabes Polri selama 20 hari terhitung mulai 26 Oktober 2022 hingga 14 November 2022,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana dalam keterangannya.
BACA JUGA: Dana Boeing yang Ditilap ACT Terus Bertambah, Sebegini Jumlahnya, Oh Tuhan
Ketut menjelaskan pokok perkara dugaan penggelapan di Yayasan ACT ini terjadi dalam rentang waktu 2021-2022.
Perbuatan tindak pidana tersebut dilakukan Ahyudin selaku Ketua Pembina Yayasan ACT, Novariyadi Imam Akbari, dan Heriyana Hermain selaku anggota dewan serta Ibnu Khajar selaku pengurus.
BACA JUGA: Perincian Dana Sosial Boeing Rp 68 Miliar yang Diselewengkan ACT, Ngeri!
Menurut Ketut, pada kesempatan itu, kejaksaan baru menerima tiga tersangka, sedangkan atas nama Novariyadi Imam Akbari belum dilimpahkan.
Penyidik Subdit V Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Ditipideksus) Bareskrim Polri Kombes Andri Sudarmadji mengatakan pelimpahan satu tersangka menyusul setelah berkas perkara dilengkapi.
“Satu tersangka menyusul, ada yang perlu dilengkapi lagi,” kata Andri.
Andri menyebutkan pelimpahan tahap dua untuk tersangka Novariyadi Imam Akbari menunggu informasi dari kejaksaan.
Dihubungi terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Syarief Sulaiman Nahdi mengatakan setelah pelimpahan tahap dua, pihaknya langsung menyusun surat dakwaan untuk menyidangkan perkara.
“Kami segera menyusun surat dakwaan,” kata Syarief.
Adapun perkara ini berawal adanya kecelakaan Pesawat Lion Air JT-610 pada 18 Oktober 2018 yang diproduksi oleh Boeing.
Pihak Boeing memberikan dana BCIF kepada ahli waris korban kecelakaan pesawat. Namun dana tidak dapat diterima secara tunai, melainkan diberikan dalam bentuk pembangunan atau proyek sarana pendidikan atau kesehatan.
Pihak Boeing meminta ahli waris menunjuk lembaga atau yayasan bertaraf internasional untuk menyalurkan dana BCIF tersebut, Masing-masing ahli waris mendapat dana sebesar USD 144.550 atau senilai Rp 2,066 miliar dari Boeing.
Atas rekomendasi 69 ahli waris melalui seleksi pada 28 Januari 2021, ACT menerima pengiriman dana dari Boeing sebesar Rp 138, 54 miliar.
Akan tetapi dari dana BCIF yang semestinya dipakai mengerjakan proyek yang telah direkomendasikan oleh ahli waris korban kecelakaan Pesawat Boeing yang digunakan maskapai penerbangan Lion Air tidak digunakan seluruhnya.
Hanya sebagian dan dana tersebut dipakai untuk kepentingan yang bukan peruntukannya.
Pada pelaksanaannya, penyaluran dana Boeing (BCIF) tersebut tak melibatkan para ahli waris dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan proyek. Dan pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap tidak memberitahukan kepada pihak ahli waris terhadap dana Boeing (BCIF) yang diterima dari pihak Boeing.
Diduga pengurus Yayasan ACT melakukan penggunaan dana tidak sesuai peruntukannya untuk kepentingan pribadi berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi, operasional perusahaan serta kegiatan lain di luar program Boeing.
Bahwa tersangka Ahyudin, Ibnu Khajar, dan Heriyana telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp 117,98 miliar untuk kegiatan di luar implementasi Boeing adalah tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan maskapai Lion Air maupun dari perusahaan Boeing sendiri.
Setelah pelimpahan, keempat berstatus terdakwa dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 372 KUHP dan Pasal 374 KUHP dan Pasal 45 a ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Para terdakwa dijerat pula dengan Pasal 170 juncto Pasal Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan Pasal 3,4 dan 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencucian Uang, dan Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP. (antara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Koperasi Syariah 212 Kecipratan Duit ACT, Kombes Andri Sebut Ada Kerja Sama Palsu
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga