Penolakan SBY tak Ada Gunanya

Sabtu, 27 September 2014 – 00:32 WIB
Spanduk menyanjung SBY yang menyatakan sikap mendukung pilkada langsung, di kawasan MH Thamrin, Jakarta Pusat, 22 September 2014. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - SETELAH ketok palu pengesahan RUU pilkada opsi pilkada oleh DPRD disahkan menjadi UU lewat paripurna DPR, Jumat (26/9) dinihari, dipastikan paling lambat sebulan ke depan aturan baru itu diundangkan dan resmi berlaku.

Namun sejumlah elemen masyarakat yang sejak awal menentang pilkada oleh DPRD, tidak patah arang.

BACA JUGA: Kunci Suksesnya: Libatkan Masyarakat

Masih ada peluang untuk membatalkan hasil kemenangan kubu Koalisi Merah Putih itu, yakni lewat langkah judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Seberapa besar peluang MK membatalkan UU pilkada lewat DPRD? Apa yang harus dilakukan para kandidat calon kepala daerah yang di sejumlah daerah sudah ancang-ancang maju di pilkada daerahnya masing-masing?

BACA JUGA: Menjaga Nafas Demokrasi

Berikut wawancara wartawan JPNN Soetomo Samsu dengan pakar Hukum Tata Negara Refly Harun, yang juga tokoh Koalisi Masyarakat Sipil yang getol menentang pilkada oleh DPRD, kemarin (26/9).

Ada rencana mengajukan judicial review UU pilkada oleh DPRD?

BACA JUGA: Tidak Menyesal Dukung Jokowi-JK

Iya, sebentar lagi ini saya bersama kawan-kawan akan segera menggelar konperensi pers. Sudah pasti kita akan mengajukan gugatan judicial review karena sejak awal kita sudah berkomitmen akan mengajukan gugatan ke MK jika akhirnya DPR memutuskan pilkada oleh DPRD. Dan saya kira nanti akan banyak pihak yang mengajukan gugatan.

Kenapa tidak dikoordinasikan, dijadikan satu saja gugatannya?

Ya nanti akan kita coba koordinasikan. Tapi terpisah-pisah juga tak masalah karena toh nanti dalam pemeriksaan di MK tetap sama karena isunya sama. Menurut saya, makin banyak yang mengajukan gugatan, makin bagus. Biar kelihatan bahwa memang banyak elemen masyarakat yang menolak.

SBY menyatakan kekecewaannya terhadap keputusan paripurna. Seandainya SBY sebagai presiden menolak dan tidak meneken serta tidak mengundangkan UU pilkada dimaksud, apa implikasi hukumnya?

Tidak bisa, sikap presiden sudah terlambat. Sikap Presiden SBY yang menolak setelah rapat paripurna mengeluarkan keputusan, itu tidak ada gunanya. Sudah tidak ada gunanya sikap penolakan itu.

Mengapa disebut tidak ada gunanya?

Kalau memang mau menolak, mestinya sejak awal. Yakni ketika rapat paripurna. Kan di situ ada wakil pemerintah, dalam hal ini mendagri. Kalau mau menolak, kan bisa melalui mendagri yang ada di situ. Kalau sudah ketok palu ya tidak bisa lagi karena setelah 30 hari (sejak disahkan di DPR), harus diundangkan.

Terkait sejumlah daerah yang sudah mulai ancang-ancang menggelar pilkada, apa saran Anda?

Karena undang-undangnya tak jelas (masih akan digugat di MK), ya tentu harus menunggu putusan MK dulu. Sementara, berhenti dulu lah (persiapan para calon), lebih baik menunggu putusan MK.

Kapan akan mengajukan gugatan?

Mau tak mau kita harus menunggu penomoran undang-undang itu. Begitu sudah keluar nomornya, langsung kita ajukan gugatan. Sambil menunggu, kita siapkan dulu drafnya, sehingga begitu undang-undang sudah diberi nomor, langsung kita ajukan gugatan ke MK.

Berarti paling cepat sebulan lagi baru bisa mengajukan gugatan?

Saya kira tidak sampai satu bulan karena masa jabatan SBY berakhir 20 Oktober. Sebelum tanggal itu pasti undang-undang sudah diberi nomor.

Pasal mana yang akan digugat?

Begini, sebenarnya proses pembuatan undang-undang itu sendiri menyalahi konstitusi. Mestinya, yang dibawa ke rapat paripurna itu drafnya sudah jelas titik komanya. Tapi ini kan tidak. Banyak sekali yang diperdebatkan. Mestinya cukup disiapkan dua draf, yang sudah jelas titik komanya. Jadi sampai sekarang pun saya tak tahu pasal-pasalnya seperti apa. Ini memberi peluang pasal-pasal bisa diubah lagi setelah paripurna semalam.

Jadi, pasal mana yang akan digugat?

Ya semuanya karena substansinya sudah kita tolak (yakni pilkada oleh DPRD).

Yakin gugatan dikabulkan MK?

Sebenarnya kan gampang, tinggal bagaimana hakim MK menilai, apakah pilkada oleh DPRD itu bertentangan dengan konstitusi atau tidak. Itu saja, jadi lebih gampang.

Menurut Anda gampang, berarti MK tidak butuh waktu lama untuk memutuskan perkara ini jika nantinya gugatan sudah diajukan?

Ya memang ini bisa cepat karena gampang. Tapi semua tergantung MK. Sepanjang MK memberikan perhatian khusus terhadap masalah ini, ya pastinya cepat. Saya yakin MK memberikan perhatian. ***

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Mungkin Ramping


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler