Penonton Kecewa

Sabtu, 20 Agustus 2011 – 02:02 WIB

KOK jadi lebay gitu, Din? Ceritanya baru memasuki babak seru-serunya, sudah buru-buru menabuh gong penutup? Kalau kisah seni pewayangan, kasus Nazaruddin ini baru masuk ke level ketiga, dari jejer (lahir hingga remaja), lalu sabrangan (menghadapi tantangan), dan perang gagal (gagal berperang karena belum dewasa dan belum matang)Baru sampai di sini, --pemeriksaan perdana di KPK--  sudah lempar handuk, menyerah, dan membiarkan penonton kecewa!

Padahal, masih ada tahap panditan, yakni sadar dan berguru untuk menemukan ilmu ketahanan lahir batin

BACA JUGA: Mencuci Otak Nazaruddin

Setelah matang, masuk ke level ke-5, perang kembang, dia akan mengatasi gangguan, tantangan, ancaman dengan ilmu yang lebih solid
Lalu, meningkat ke tataran lebih tinggi lagi, yakni mampu membabat lawan-lawannya baik dalam, perang brubuh, atau perang amuk-amukan

BACA JUGA: Lewati Uji Imunitas, Proses Kategori World Class



Level ketujuh, paling tinggi, adalah tancep kayon
Setelah merampungkan misi dan tugasnya, dia mati meninggalkan dunia nyata, dan menyisakan nama besar yang abadi

BACA JUGA: Delapan Alasan Menerobos Tirai Bambu

Lebih dari 230 juta penduduk negeri ini sedang asyik menyimak lakon "Nazaruddin Mbalelo" itu dengan harapan menunggu gong akhir yang bermakna bagi perjalanan sejarah bangsaSejarah pemberantasan kolusi, korupsi dan atur mengatur proyek

Tapi, Nazaruddin yang diharapkan bisa menjadi tokoh pendobrak itu, ternyata sudah mirip kerupuk tersiram airMelempemStatemen Nazar setelah diperiksa 3 jam di kantor KPK kemarin seperti ayam kehilangan tajiIntonasinya lembek bangetWajahnya loyo, layu, lemes, kalah (atau mengalah), sampai-sampai harus menulis surat yang semakin mematenkan kekonyolan dirinya! Betul-betul, penonton kecewa

Kalau dibandingkan dengan kegigihan saat sebelum ditangkap? Kalau melihat trik menyebar nyanyian maut selama di persembunyian? Kalau melihat media-media nasional menempatkan tema Nazaruddin sebagai headlines hampir tiga bulan? Rasanya, statemen kemarin itu seperti seorang rocker sejati melantunkan nada-nada melankolis? Sungguh, saya betul-betul tidak melihat M Nasaruddin yang sesungguhnya

Kepalsuannya terlalu jujurDrastisDari sesosok anak muda pemberani, yang dipuja kawan dan diperhitungkan lawan, tiba-tiba menjadi pecundang yang layu sebelum berkembangLalu dia berjanji untuk melupakan itu semua? Akan mengandalkan jawaban “lupaâ€Ã‚ untuk melindungi semua tokoh yang semula dia tuding, terlibatUntuk menjaga citra partai

Juga siap dihukum bertahun-tahun, bahkan tidak perlu menunggu proses peradilan! Hukum saja sekarang, dia pasrahDia tidak akan bongkar-bongkar, tidak akan menyanyi, dan akan menjalani hukuman dengan baikAsal anak dan istrinya tidak disangkut pautkan? Statemen itu seolah sedang merengek-rengek kepada Presiden SBY, tetapi bisa juga dibaca sebagai pisau bermata dua

Artinya, jika rengekan itu dikabulkan SBY, maka pesan yang ditangkap publik justru merugikan PDPertama, Nazar seolah dikorbankan partaiDia dijadikan bamper atas semua kesalahan partaiSeolah, partai bersikap "habis manis Nazar dibuang"Kedua, mungkin istri Nazar -Neneng Sri Wahyuni- sudah diketahui keberadaannya, sudah terdeteksi peredarannya, atau bahkan sudah ditangkap petugas, tetapi tidak diekspose untuk dijadikan modeal bargaining

Neneng bisa dijadikan sandera politik dan hukum, untuk memelintir mulut Nazar? Ketiga, publik juga menilai SBY sebagai tokoh yang lemah dan diatur oleh seorang politisi muda yang bernama Nazaruddin

Namanya juga persepsi publik? Siapa yang bisa mengendalikan? Siapa yang mudah percaya oleh kata-kata orang yang sedang depresi? Yang sedang labil, dan gampang goyah seperti itu? Kata-kata pecundang, pasti akan dipersepsikan kritis oleh publikIngat kata-kata Eric Lennard Bernstein, psikiater Montreal, Kanada, "Seorang pecundang tak tahu apa yang akan dilakukannya bila kalah, tetapi sesumbar apa yang akan dilakukannya bila menang."

Jelas saja, suara-suara Nazaruddin itu menjadi bahan tertawaan tokoh-tokoh Partai Demokrat? Jadi lelucon paling konyol sepanjang dekade ini? Blunder dan menjadi bumerangSBY pun dengan cepat dan tanpa ragu-ragu, menegaskan dan meminta KPK tetap bekerja profesional, dan Nazar tetap diproses secara hukum yang bersih dan transparanKali ini poinnya menjadi 2-1, SBY unggulGol pertama menangkap Nazar, gol kedua adalah gol bunuh diri Nazar di gawangnya sendiri

SBY, Anas, Andi Malarangeng, Angelina Sondakh dan tokoh-tokoh lain yang pernah dia sebut-sebut itu sekarang berada di atas anginButuh dua gol lagi, bagi Nazaruddin untuk mengubah keadaanDan, itu hanya bisa terjadi kalau kondisinya pulih seperti dulu lagiPemberani, tanpa basa-basi, tidak takut, dan tidak mencetak gol bunuh diri lagi!

Saya masih berharap-harap, statemen Nazaruddin kemarin itu hanya intermezo, meregangkan ketegangan selama tiga bulan iniSemacam goro-goro dalam wayang kulit, yakni keluarnya tokoh-tokoh punokawan (Semar, Gareng, Petruk dan Bagong) di tengah-tengah cerita panjangBanyak lelucon, banyak gurauan, untuk menghibur penontonBanyak tokoh muncul, dan ikut bersilat lidah di layar putih

Herodotos, si 'Bapak Sejarah' Yunani Kuno yang lahir di Halikarnassos, Karia (Bodrum, Turki modern) dan hidup pada abad ke-5 SM (sek484 SM - 425 SM) pernah meniliskan kata-kata penuh makna"Hal paling menyakitkan adalah memiliki banyak pengetahuan namun tak memiliki cukup kekuatan."

Percayalah, pemeriksaan KPK masih panjang, dan lebarKemarin baru kulit luarnya sajaNazar boleh mengoceh apa saja di luar pemeriksaan resmi, tetapi saat diperiksa, dia masih menyimpan 'bisa' yang mematikanTapi, bisakah dia menyemburkan 'bisa' yang ber-bisa? Ah, bisa-bisanya Nazar aja!

* Penulis adalah Pemred dan Direktur Indopos

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jangan Kebakaran Kumis Bang!


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler