jpnn.com, JAKARTA - Para perokok tentu sudah mengetahui bahaya penyakit akibat merokok. Bahkan, biaya untuk pengobatan penyakit akibat merokok seperti jantung koroner dan kardiovaskular pun tak murah.
Peneliti dan dosen senior Universitas Padjadjaran (Unpad) Ardini S Raksanagara mengungkapkan, dana yang dikeluarkan untuk membiayai pengobatan penyakit akibat rokok mencapai Rp 107 milar per tahun. Menurutnya, rokok pasti menimbulkan kesakitan dan kematian.
BACA JUGA: Pembagian yang tak Jelas, Mempersulit Sistem Tarif Cukai Hasil Tembakau
“Mertua dari adik saya meninggal karena merokok sebab fungsi paru-parunya menurun. Biaya tiap tahun yang dibutuhkan mencapai Rp 107 miliar karena rokok,” ujar Ardini dalam Diskusi Panel Potensi Alternatif Produk Tembakau di LIPI, Rabu (9/8).
Ardini mencatat jumlah penderita penyakit paru ostruktif kronis akibat rokok terus meningkat. Namun, katanya, negara pula yang terpaksa menanggung biaya untuk pengobatan penyakit akibat rokok.
BACA JUGA: Wow... Produsen Rokok Apache Bakal Dibeli Jepang, Sebegini Nilainya
“Dari mana biaya itu, ya dari cukai rokok. Seperti pembangunan kesehatan itu juga perlu, dari mana? Dari cukai rokok,” tegasnya.
Karena itu dia mendorong kenaikan cukai rokok. Sebab, angka penderita penyakit akibat rokok juga makin tinggi.
BACA JUGA: Informasi Keliru, Industri Hasil Tembakau Makin Terpuruk
“Makanya, artinya biaya kesehatan membiayai penyakit akibat rokok semakin tinggi, cukainya juga harus tinggi. Coba bayangkan,” tegasnya.
Lebih lanjut Ardini juga menyodorkan analisisnya. Pada periode 2020-2025, katanya, Indonesia akan mengalami bonus demografi.
Ardini menjelaskan, anak muda akan menanggung orang tua selama produktif dan sehat. Pertanyaannya, bagaimana generasi perokok bisa menghadapi bonus demografi?
Menurut Ardini, fenomena merokok justru melanda anak-anak remaja produktif. Perilaku seks dan rokok di kalangan anak dan remaja juga makin mengkhawatirkan.
“Paling saya hanya bisa kasih tahu lingkungan bahwa itu bahaya. Bayangkan ada orang miskin di Bandung, tak punya uang biayai anaknya kuliah, tapi bapak ibunya merokok,” ungkap Ardini.
Karena itu, lanjutnya, salah satu alternatif yang kini digunakan adalah vape atau rokok elektrik. Hal itu dapat menurunkan jumlah perokok dan bahaya penyakit yang ditimbulkan.
“Bagaimana sih sehingga lingkungan terbebas dari asap rokok? Harus ada kebijakkan yang mengatur. Silahkan soal regulasi vape siapa yang mengatur, siapa yang mengontrol harus dipikirkan sama-sama,” jelasnya.(ika/JPC)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hanafi Rais Minta Jokowi Lebih Tegas
Redaktur & Reporter : Antoni