JAKARTA -- Gerakan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terus melakukan penyitaan harta Gubernur Sumut Syamsul Arifin adalah bagian dari upaya memiskinkan koruptorTim penyidik KPK masih akan terus bergerak menyisir harta apa saja yang secara hukum layak disita, setelah Senin (10/1) menyita rumah yang selama ini ditinggali putri Syamsul, Beby Arbiana dan keluarganya, di Jl
BACA JUGA: Tekan Korupsi, Tender dengan Elektronik
Siaga Raya NoWakil Ketua KPK Haryono Umar menjelaskan, upaya-upaya penyitaan itu merupakan bentuk keseriusan KPK yang memang punya kewajiban menyelamatkan uang negara yang dikorupsi
BACA JUGA: Kejaksaan Ancang-ancang Minta Tambahan Anggaran
Dengan penyitaan, kata Haryono, maka nilai uang yang dikorupsi tidak susut seiring dengan berjalannya waktuBACA JUGA: Tugas Kemenpera Bukan Bagi-bagi Rumah
Jadi keenakan jika koruptor hanya diminta mengembalikan Rp10 miliar," terang Haryono Umar kepada JPNN, kemarin (11/1).Contoh lebih riil disebutkan HaryonoMisal uang hasil korupsi dibelikan tanah dan bangunannya 10 tahun lalu seharga Rp1 miliar, maka harga tanah dan bangunannya itu saat ini harganya bisa lebih Rp5 miliarJika koruptor hanya disuruh mengembalikan Rp1 miliar, maka dia masih untung Rp4 miliar"Sehingga koruptor masih kaya raya, masih bisa enak-enak, uang masih banyak, bisa tidur nyeyak," ujar Haryono.
Karenanya, ujar Haryono, perlu dilakukan penyitaan terhadap rumah dan tanah yang dibeli dari hasil korupsi, karena nilai jualnya akan setara dengan uang yang dikorupsi beberapa tahun silamDia mengatakan, jika rumah di Pejaten Barat dan Rafles Hills yang sudah disita nantinya bisa dibuktikan di persidangan sebagai harta hasil korupsi APBD Langkat, maka akan diserahkan kepada negara"Jadi, jika sudah incrach, tidak hanya hukuman badan (dipenjara, red), tapi juga bagaimana uang bisa kembali ke kas negara secara utuh," tegas Haryono.
Namun Haryono mengakui, upaya KPK untuk memiskinkan koruptor seringkali terbentur oleh vonis yang dikeluarkan pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor)Seringkali, dalam vonisnya, hakim hanya memerintahkan pembayaran uang ganti rugi negara dan hukuman penjaraBahkan, bila tidak bisa membayar kerugian negara, bisa diganti dengan hukuman penjara yang lamanya tidak seberapa dibanding uang yang mestinya dibayar.
Bahkan, lanjut Haryono, di pengadilan tipikor seringkali tidak bisa dibuktikan mengenai jumlah uang yang dikorupsiMisal menurut jaksa KPK ada uang Rp100 miliar yang dikorupsi, di pengadilan hanya Rp10 miliar yang bisa dibuktikan karena hanyaa itu yang ada bukti aliran dananya, maka pengadilan hanya memerintahkan mengganti Rp10 miliar itu saja"Yang seperti ini membuat koruptor tidak jera," cetusnya.
Dia cerita, ada kasus putusan perkara korupsi kehutanan yang melibatkan pejabat di KaltimTerpidana harus membayar ganti rugi Rp465 miliar, jika tidak mampu maka diganti dengan hukuman penjara satu tahunNah, terpidana ini malah minta hukuman penjara saja dibanding membayar Rp465 miliar"Tapi kami (KPK, red) ngotot, bahwa Rp465 miliar itu harus dibayarKalau tidak, kami ancam hartanya kami sita, akhirnya dibayar juga," cerita Haryono.
Khusus kasus Langkat, Haryono mengatakan, upaya pengejaran aset akan terus dilakukan"Belum berhenti, akan terus kita lakukan, karena KPK punya kewajiban mengembalikan aset-aset negaraBukan hanya disita, tapi harus bisa masuk kas negara," terangnya.
Seperti diberitakan, tim penyidik KPK Senin (10/1) memasang plang pengumuman penyitaan rumah yang selama ini ditinggali Beby Arbiana dan keluarganya, di Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta SelatanSatu rumah lagi yang juga berada di kawasan itu, hingga saat ini masih dalam endusan KPK untuk disita.
Sebelumnya, pada 1 Oktober 2010, KPK juga sudah menyita tanah dan bangunan yang terletak di perumahan mewah Raffles Hills Blok N 9 Nomor 34, Cimanggis, Depok, Jabar, senilai Rp318 juta, yang saat ini nilainya mencapai miliaran rupiahMobil Jaguar milik Beby juga sudah disita KPKTim penyidik KPK juga sudah menggeledah rumah kediaman Syamsul di Medan, yang hasilnya uang cash hampir Rp1 miliar dan sejumlah emasUang yang dikembalikan Syamsul ke kas Pemkab Langkat yang menurut Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja jumlahnya Rp64 miliar, juga sudah disita(sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lima Tahun Lagi Birokrasi Daerah Lumpuh
Redaktur : Tim Redaksi