jpnn.com, TARAKAN - Pemerintah Kota Tarakan tak lagi menggratiskan biaya visum.
Warga yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan pencabulan harus merogoh kocek untuk membayar visum di rumah sakit.
BACA JUGA: Dicekoki Miras, Gadis 15 Tahun Digilir Tiga Pemuda
“Untuk proses hukum terhadap pelaku KDRT dan cabul, pihak kepolisian membutuhkan alat bukti. Di antaranya hasil visum dari rumah sakit terhadap para korban. Namun, kini biaya visum di rumah sakit tidak lagi ditanggung oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan, tetapi ditanggung sendiri oleh korban,” ungkap Humas Polres Tarakan Zebua sebagaimana dilansir Radar Tarakan, Rabu (22/3).
Sejak Januari 2017 lalu, terjadi 20 perkara di Tarakan.
BACA JUGA: Ayah Melaut, Abang Garap Adik Kandung hingga Hamil
Delapan di antaranya membutuhkan visum sebagai alat bukti.
“Mulai awal bulan Februari 2017 visum sekarang bayar. Kalau sebelumnya itu gratis, tinggal kami berikan surat pengantar. Namun, kini visum harus bayar,” beber Zebua.
BACA JUGA: Dihamili Pacar, Siswi SMK Lapor Polisi
Dia menambahkan, biaya visum korban KDRT sebesar Rp 300 ribu.
Sedangkan biaya visum korban pencabulan sebesar Rp 700 ribu.
“Dari data yang ada, hampir 95 persen korban cabul dan KDRT ini adalah warga tidak mampu. Kalau korban tidak mampu bayar visum, bagaimana kami mau terima laporannya sedangkan alat bukti pertama, ya, hasil visum itu,” katanya.
Zebua menyayangkan kewajiban korban KDRT dan pencabulan membayar biaya visum.
“Kasihan juga orang kalau mau buat laporan, bebannya bertambah. Sudah jadi korban, bayar visum lagi. Kami mau bayar, tapi kami juga tidak ada anggaran untuk visum. Anggaran di kami ini untuk autopsi, tapi itu pun nilainya tidak banyak,” pungkasnya. (eru/ddq)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perempuan Ini Dicegat di Jalan Lalu Dipaksa Begituan
Redaktur & Reporter : Ragil