Pergantian Ketua DPR Harus Patuh pada AD/ART Partai

Senin, 28 November 2016 – 10:00 WIB
Anggota Dewan Pembina Partai Golkar, Fahmi Idris. FOTO: Dok. JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Anggota Dewan Pembina Partai Golkar, Fahmi Idris mengatakan akan ada pertemuan yang dilakukan oleh Ketua Dewan Pembina Partai Golkar, Aburizal Bakrie dengan Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto. Rencana pertemuan tersebut diakui Fahmi terkait keputusan DPP Partai Golkar yang akan mengembalikan posisi ketua DPR kepada Setya Novanto.

"Ketua dewan pembina akan melakukan pembicaraan dengan ketum dalam minggu ini. Bisa saja Senin ini atau hari lainnya dalam minggu ini. Ini terkait dengan keputusan DPP soal ketua DPR,” ujar Fahmi dalam rilis diterima, Senin (28/1).

BACA JUGA: NGERI! Sudah 3.679 kasus kematian AIDS di Sini

Menurut Fahmi, pertemuan tersebut dilakukan karena Dewan Pembina Partai Golkar melihat dan menilai ada keputusan yang dibuat oleh DPP Partai Golkar tidak sesuai aturan yang ada dalam AD/ART Partai Golkar. Ia berpendapat soal pergantian ketua DPR ini perlu pembicaraan yang detail karena soal itu sudah ada ketentuan-ketentuannya.

Keputusan DPP yang mengembalikan posisi ketua DPR kepada Setya Novanto dinilai telah melanggar pasal 25 Anggaran Dasar Partai Golkar yang menyebutkan bahwa Wanbin merupakan badan yang berfungsi memberikan pengarahan, petunjuk, pertimbangan, saran dan nasehat kepada DPP Partai Golkar dan bersama-sama DPP Partai Golkar menentukan kebijakan yang bersifat strategis.

BACA JUGA: Pengacara Wawan Yakin Rano Sedang Diincar KPK

Kebijakan strategis yang harus diambil DPP bersama dengan Wanbin secara rinci telah diatur dalam pasal 21 ayat 2 Anggaran Rumah Tangga, yakni pertama penetapan capres dan cawapres RI, dan kedua adalah penetapan pimpinan lembaga negara.

"Makanya ini akan dilakukan pembicaraan antara Dewan Pembina dan DPP. Dewan Pembina sendiri baru akan melakukan rapat Senin ini untuk memberikan mandat kepada Ketua Dewan Pembina bertemu dengan ketua umum,” ujar Fahmi.

BACA JUGA: "Saya Imbau Warga NU Tidak Ikut Berdemo"

Terpisah, Pakar Hukum Tata Negara, Asep Warlan Yusuf mengatakan UU Partai Politik mengatur bahwa hal-hal yang menyangkut tentang fungsi kepartaian seperti membuat program, penentuan jabatan itu diatur masing-masing partai dalam AD/ART.

"Makanya AD/ART Parpol itu sebenarnya juga UU karena itu merupakan amanat dari UU Parpol. Makanya AD/ART juga harus dipatuhi sebagaimana halnya UU Parpol itu sendiri. Jadi ketika ada pelanggaran maka tentunya harus ada sanksi kepada pihak yang melanggarnya,” ujar Asep.

Pelanggaran aturan partai menurut Asep ada katergorinya yaitu ringan,sedang dan berat. Tentu sanksi juga yang diberikan akan sangat tergantung pada jenis pelanggaran itu sendiri. Jika pelanggaran itu menguntungkan pihak lain di luar partai dan justru merugikan partai, maka sanksi terberat pun bisa dikenakan.

“Kalau untuk pelanggaran AD/ART itu biasanya minimal masuk ke pelanggaran sedang atau berat. Ini sangat tergantung pada motifnya. Kalau ada motif pengkhianatan partai misalnya lebih mementingkan kepentingan partai lain maka ini termasuk pelanggaran berat dan sanksinya bisa dipecat bukan hanya dari jabatannya tapi juga dari keanggotaan partai,” tegasnya.

Asep sendiri melihat motif Setya Novanto untuk kembali menjadi ketua DPR lebih karena kepentingan politik dirinya sendiri daripada kepentingan Golkarnya.Makanya Asep menilai sudah tepat kalau dewan pembina memanggil Setya Novanto.

“Pergantian Ade Komarudin itu harus jelas alasan hukum dan politiknya. Masyarakat umumnya mempertanyakan kenapa Setya  Novanto bisa sebegitu leluasannya mengatur-atur lembaga negara seperti DPR ini. Ini citra yang tidak bagus buat Golkar sendiri dan juga buat DPR ke depannya,” tandasnya.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Fatwa Salat Jumat di Jalan Raya sebelum 2 Desember


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler