PERINGATAN: Ini yang (Tidak) Boleh Dilakukan TNI

Senin, 05 Oktober 2015 – 19:17 WIB
Aksi 1.630 prajurit TNI Angkatan Darat mendemonstrasikan kemampuan ilmu bela diri jarak dekat dengan melumpuhkan lima lawan sekaligus tanpa menggunakan senjata atau dengan tangan kosog. Ini salah satu atraksi pada peringatan HUT ke-70 TNI di Dermaga Indah Kiat, Cilegon, Banten, Senin (5/10). FOTO: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta mengapresiasi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Peringatan HUT Ke-70 TNI karena pernyataannya bahwa TNI adalah milik rakyat. Untuk itu, TNI harus menegaskan jati diri sebagai tentara rakyat.

Sebagai tentara rakyat, TNI tidak boleh melupakan rakyat, tidak boleh menyakiti hati rakyat, tidak boleh berjarak dengan rakyat dan harus selalu bersama-sama rakyat.

BACA JUGA: Datang ke KPK, Ini yang Disampaikan Pramono Anung

“Saya mengapresiasi spirit dari Pidato Presiden Jokowi tadi. Bahwa TNI berasal dari rakyat, dan tidak boleh berjarak dengan rakyat. Saya juga merefleksikan bahwa TNI perlu kembali ke jati dirinya,” kata Sukamta di Gedung DPR, Senayan Jakarta, Senin (5/10).

Namun terminologi kembali ke jati diri, menurut Sukamta, jangan diartikan secara sempit sebagai fungsi tentara di barak-barak militer saja. Tetapi hendaknya diartikan bahwa TNI berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

BACA JUGA: Basrief Arif dan Bagir Manan Punya Saran yang Sama untuk KPK

Artinya, selain fokus pada peran dan fungsinya sebagai alat pertahanan negara, TNI boleh membantu tugas-tugas rakyat di lapangan.

“Yang tidak boleh adalah apabila TNI sampai mengintervensi rakyat yang ujungnya menggerogoti supremasi sipil dan TNI juga tidak boleh terlibat dalam politik praktis," tegas Sukamta.

BACA JUGA: Mantan Ketua MA Ini Tak Yakin Kasus BW Bisa Dihentikan

Selama Orde Baru, dengan dwifungsi-nya, ujar Sukamta, TNI tidak hanya "bertugas" sebagai penjaga pertahanan dan kedaulatan, tapi juga terlibat dalam kegiatan di tataran sipil sampai kepada politik praktis. Pasca reformasi ini, TNI sudah menjauhkan dirinya dalam kegiatan sipil dan politik praktis.

“Tapi ini jangan diartikan negatif bahwa TNI tidak boleh dekat dengan rakyat. Bukan seperti itu. Justru ini demi profesionalitas TNI yang pada akhirnya nanti rakyat juga yang mendapatkan manfaatnya, yaitu pertahanan negara yang kuat,” tegasnya.

Di zaman penguatan civil society seperti sekarang ini, kata dia, masyarakat terus semakin berperan entitasnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak pada tempatnya bila menjauhkan TNI dari kehidupan rakyat sesungguhnya. Justru TNI bersama rakyat harus bersama-sama mewujudkan ketahanan dan kedaulatan NKRI.

Menurutnya, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI mengamanatkan bahwa tugas pokok TNI tidak hanya operasi militer untuk perang, namun juga operasi militer selain perang.

Yang cukup bisa menjadi landasan hukum keterlibatan TNI dalam kegiatan-kegiatan yang terkait dengan rakyat dalam undang-undang tersebut adalah Pasal 7 Ayat 9 dan Ayat 12, bahwa tugas pokok tersebut mencakup membantu tugas pemerintahan di daerah dan membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan.

Berdasarkan Pasal tersebut, menurut Sukamta, TNI dapat menjalankan tugas yang bersentuhan langsung dengan rakyat di daerah, tapi tetap dalam koridor peran dan fungsinya sebagai alat pertahanan negara. Misalnya, sekarang TNI membantu pemerintah dan rakyat di daerah untuk mengatasi bencana asap di Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan sekitarnya.

“Jika TNI berhasil membantu penyelesaian bencana asap ini, maka tidak hanya rakyat yang segan dengan TNI, tapi juga negara-negara yang juga terdampak bencana asap ini,” kata Sukamta.(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Effendi Ghazali: Sebagai Pejabat Publik Hakim Sarpin Harus Siap Dikritik


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler