Menjadi doktor termuda, lalu dekan termuda di Universitas IndonesiaItulah prestasi akademik yang dicapai Firmanzah
BACA JUGA: Di Masjid Buka Puasa, di Luar Pub Tampilkan Tari Erotis
Rabu lalu (18/8) dia dikukuhkan sebagai guru besar termuda di UI pada usia 34 tahunNUNGKI KARTIKASARI
Ketika ditemui di rumah salah seorang rekannya di kawasan Jalan Plaju, Jakarta Pusat, Fiz "panggilan akrab Firmanzah" sedang membaca buku
BACA JUGA: 17 Tahun di Taman Lawang, Kini Merintis Jadi Pengacara
Bagi pria kelahiran Surabaya, 7 Juli 1976 itu, tak ada waktu luang yang dilewatkan tanpa membaca bukuBACA JUGA: Cerita Sukses Rudi Salim, Pengusaha Muda di Dunia Maya
Begitu Jawa Pos datang, buku yang dia baca ditutup. Malam itu, Fiz mengatakan baru saja merampungkan satu agenda rapat"Ini saya mau lanjut untuk mengikuti rapat lainnya," ucap suami Ratna Indrawari, 27, ituSehari-hari Fiz memang sangat sibukSelain menjabat sebagai dekan di Fakultas Ekonomi UI, dia aktif berorganisasi dan menjadi pembicara di berbagai seminarSelain itu, dia termasuk penulis yang produktifTulisan-tulisannya banyak dimuat di berbagai surat kabar nasional serta jurnal-jurnal ilmiah, baik di lingkup nasional maupun internasional
Banyaknya aktivitas yang dilakoni bukan hal baru bagi FizKebiasaan itu dia jalani sejak masa sekolah hingga kuliahAgar semua kegiatannya bisa dijalani dengan baik, Fiz menjadikan disiplin, komitmen, dan kerja keras sebagai pegangan hidup"Kuncinya cuma ituTapi, harus benar-benar dilakukanJangan dijadikan motivasi saja," ucapnya berapi-api.
Dengan pegangan hidup itu, Fiz berhasil meraih apa yang sebelumnya dianggap sulitMisalnya, meraih jabatan guru besarDia mampu menunjukkan bahwa guru besar tidak selalu dimiliki oleh akademisi berusia setengah abad"Tapi, itu tidak mudah loh," paparnya.
Sosok Fiz yang menonjol sudah terlihat ketika dia lulus sarjana dari Fakultas Ekonomi UISaat itu, dia meraih predikat cum laude dengan masa studi 3,5 tahun.Selama kuliah di FE UI, Fiz mengaku sering bolosSebab, dia menjadi aktivis yang sering ikut kegiatan organisasi"Kadang, terpaksa mbolos karena harus memimpin rapat organisasiTapi, kebanyakan bolos itu saya pakai untuk ikut demo," cerita mantan ketua Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) FE UI tersebut.
Setelah lulus dan mengantongi status sarjana pada 1998, Fiz bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta sebagai marketing analyst selama 1 tahun 2 bulanBagi alumnus SMPN 12 Surabaya tersebut, bekerja saja tidak cukupDia kemudian melanjutkan studi S-2 di pascasarjana FE UI pada 1999Ketika di pascasarjana itulah, Fiz menempuh program gelar gandaYakni, magister manajemen (MM) dan Certificat d"Aptitude a l"Administration des Entreprises (CAAE) di FE UI yang bekerja sama dengan pemerintah Perancis.
Selama mengikuti kuliah S-2 dengan program gelar ganda tersebut, Fiz harus membagi waktuJadwal dua kuliah itu juga harus disesuaikan karena program tersebut saling bersinggunganBerkat disiplin dan kerja keras, Fiz berhasil menyelesaikan program S-2 dengan gelar ganda itu dalam waktu 1 tahun 8 bulan"Begitu lulus, keinginan saya untuk melanjutkan ke jenjang S-3 semakin kuat," ujar anak kedelapan di antara sembilan bersaudara itu
Ternyata, Fiz tidak butuh waktu lama untuk dapat melanjutkan studi S-3Dia akhirnya mendapatkan tawaran beasiswa untuk kuliah S-3 di Prancis"Rasa senang dan rasa lainnya bercampur-campurSemua bisa begitu lancar," terang vice president Indonesia Marketing Association (IMA) itu.
Pada 2001, berangkatlah Fiz ke Prancis untuk melanjutkan pendidikan program doktorSesampainya di sana, gelar ganda S-2 (MM dan CAAE) yang diraih Fiz di Indonesia tidak bisa menjadi syarat untuk melanjutkan program S-3 jurusan manajemen strategi di University of Pau et Pays de l"Adour, Prancis"Menurut mereka, mata kuliah yang saya ambil di Indonesia tidak sama dengan jurusan yang saya pilih di Prancis,"ungkapnya.
Beruntung, donatur yang memberinya beasiswa mengizinkan Fiz untuk mengambil kuliah pascasarjana lagi setingkat S-2 di Lille University of Science and Technology, PrancisDengan demikian, di Prancis, alumnus SMAN 2 Surabaya itu kembali menjalani dua kuliah dalam waktu bersamaanYang satu setingkat S-2 dan satunya lagi untuk program doktoral"Saya bersyukur tetap diizinkan untuk menempuh S-3, meski harus menyesuaikan kembali mata kuliah dengan belajar S-2 lagi," ucap pria yang sejak menikah tiga tahun lalu belum dikaruniai anak tersebut
Tantangan yang dihadapi Fiz dari semester ke semester semakin beratFiz mengatakan, biaya hidup dan beasiswa yang diberikan cenderung pas-pasan"Tapi, saya harus punya targetTidak boleh putus asa," tegasnya.Fiz menjelaskan, upaya untuk mengejar ketinggalan dan memahami lebih jauh dua jenjang pendidikan yang dia tempuh sekaligus itu membuatnya stres"Saya bingungBagaimana saya harus belajarDari mana saya mulai," terang mantan kepala kantor humas dan protokol UI itu
Untuk mengatasi berbagai problem yang dihadapi selama kuliah di negeri orang itu, Fiz memutuskan untuk mencari jawabannya dengan banyak membacaMaka, tempat yang dia pilih untuk sering didatangi adalah perpustakaan kampus"Saya menjadikan perpustakaan sebagai rumah kedua sayaSaya belajar, makan, minum, dan tidur di sana," imbuhnya"Saya sering tidur di sofa perpustakaan setiap Jumat malam" lanjutnya
Karena sering tidur dan tinggal di perpustakaan kampus, Fiz dikenal baik oleh si penjaga perpustakaanSaking baiknya, Fiz sampai dipinjami kunci perpustakaan jika tak kunjung pulang."Dia sudah tahu, kalau saya sudah sibuk membaca dan mengetik, itu berarti saya akan lama di sana (perpustakaan, Red)," tuturnya.
Di perpustakaan, Fiz sering membawa kasur gulung"Kasur itu saya bawa kalau saya bosan tidur di sofa," kisahnyaMenurut Fiz, ruangan perpustakaan di kampusnya berukuran sekitar 10 x 10 meterYang membuat Fiz merasa betah adalah perpustakaan di sana dilengkapi kamar mandi dan kafe di dalamnya
Di perpustakaan itu, pria yang hobi membaca tersebut pernah menginap hingga tiga hariHanya untuk membaca, mengetik, dan mengerjakan tugas kuliah"Saya hanya keluar untuk mandi, makan, dan ibadah," terangnya.Tidak heran, dengan segala perjuangan kerasnya itu, Fiz mampu menyelesaikan program S-2 dan S-3 sekaligus dalam waktu 3,5 tahunSetahun sebelum kembali ke tanah air, Fiz mengajar S-3 di University of Pau et Pays de l"Adour, Prancis
Pria yang gemar menonton film tersebut mengatakan, kebiasaan membaca itu terbawa hingga sekarangSelain membaca, Fiz gemar menulis artikel dan bukuSetelah tidak lagi disibukkan dengan kuliah, Fiz mulai menekuni hobinyaYakni, menulis buku dan artikelSudah puluhan artikel yang termuat di media masa
Selain itu, sudah enam buku yang diterbitkanDi antaranya, The Spirit of Change yang terbit pada 2006; Globalisasi: Sebuah Proses Dialektika Sistemik pada 2007; Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas pada 2007, dan Mengelola Partai Politik: Persaingan dan Positioning Ideologi Politik pada 2008"Saya sekarang sudah menyiapkan terbitan buku yang ketujuh," ujarnya(c6/kum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ingin Punya Rumah Sendiri, Ingin Hidup 100 Tahun
Redaktur : Tim Redaksi