Pernyataan Keras Politikus PKS Ditujukan ke Bu Susi

Jumat, 20 Januari 2017 – 00:07 WIB
Nelayan. Ilustrasi Foto: Yerry Novel/dok.JPNN.com

jpnn.com - jpnn.com - Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan penangkapan dan pengeluaran Lobster, Kepiting dan Rajungan dinilai semakin menyulitkan kehidupan ribuan nelayan lobster.

Wakil Ketua DPRD Provinsi NTB dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Abdul Hadi benar-benar berang.

BACA JUGA: Lapor Bu Susi! Banyak Nelayan Kehilangan Pekerjaan

Politikus yang dikenal santun ini tidak bisa menepis kekecewaannya terhadap Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.

“Sipapaun dan pihak manapun, tidak boleh berdiam diri. Kita harus bangun kekuatan melawan Peraturan Menteri Susi,” tegas Hadi kepada Radar Lombok (Jawa Pos Group), Kamis kemarin (19/1).

BACA JUGA: Akibat Kebijakan Bu Susi, Nelayan Menyesal Pilih Jokowi

Menurut Ketua DPW PKS NTB ini, kondisi rakyat sudah banyak menderita dengan kebijakan pemerintah pusat.

Berbagai kebutuhan sehari-hari yang dinaikkan biayanya telah mencekik rakyat. Bukannya memberi solusi, Susi Pudjiastuti malah semakin menambah derita rakyat.

BACA JUGA: Dilarang Bu Susi, Jual Beli Sembunyi-sembunyi

Terkait dengan Permen Nomor 56, Hadi mengaku pemerintah pusat tidak pernah melakukan komunikasi dengan daerah. Padahal, kebijakan yang dibuat dampaknya ke daerah.

“Mereka buat aturan seenaknya, mengaku paling benar dan cinta rakyat. Tapi kita di sini yang nyata-nyata melihat dampak negatif dari kebijakan itu, terus apa mereka bertanggung jawab?” sesalnya.

Sampai saat ini, Menteri Susi tidak pernah serius memberikan kompensasi. Padahal, berbagai janji telah diumbar ketika nelayan se-Indonesia marah.

Dulu, penolakan terhadap Permen Kelautan dan Perikanan RI Nomor 1 tahun 2015 begitu massif. Padahal waktu itu tidak ada larangan untuk budidaya lobster.

Sementara saat ini, Permen Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56 Tahun 2016 terbaru malah dengan tegas disebutkan larangan itu. Dalam pasal 7, ditegaskan bahwa setiap orang dilarang menjual benih lobster untuk budidaya.

Kemudian, bagi siapapun yang menangkap lobster, kepiting dan rajungan diwajibkan melepasnya jika dalam kondisi bertelur. Selain itu, lobster tidak boleh ditangkap ukuran panjang di bawah 8 centimeter atau beratnya di bawah 200 gram.

“Ini yang namanya kebijakan memiskinkan rakyat itu, ini sudah. Kita sudah pusing lagi ditambah puyeng,” katanya.

Oleh karena itu, Hadi menyerukan kepada pemerintah provinsi NTB, khususnya gubernur dan wakil gubernur untuk tampil melakukan konsolidasi.

“Semua elemen di NTB harus bersatu menolak Permen ini, terus konsolidasi juga dengan provinsi yang lain. Kita harus satukan persepsi dan samakan sikap,” ujarnya.

DPRD Provinsi NTB sendiri tidak akan tinggal diam. Melalui jejaring partai, mulai dari tingkat kabupaten/kota dan pusat harus bersuara melawan Permen Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56 Tahun 2016.

Hadi sendiri mengaku siap tampil mendorong semua politisi di DPR-RI, terutama Dapil NTB untuk melakukan perlawanan.

Pemerintah daerah, baik eksekutif maupun legislatif harus bersama-sama mendatangi Menteri Susi.

“Pokoknya kita harus datangi langsung Menteri Susi, anggota DPR-RI yang Dapil NTB bergerak juga dong. Jangan diam saja, sekarang saatnya kita tunjukkan bahwa wakil rakyat itu benar-benar memikirkan nasib rakyat,” ucap Hadi.

Ketua komisi II DPRD NTB, HL Jazuli Azhar juga sangat miris dengan nasib ribuan nelayan lobster.

Menurutnya, duka lama belum terobati, luka baru malah ditancapkan lagi. ”Pemda memang tidak boleh diam, harus ada langkah antisipasi secepatnya,” kata Jazuli.

Salah satu hal penting yang menjadi perhatian Jazuli, apabila nelayan tidak bisa lagi menangkap lobster, haruslah ada mata pencaharian lain untuk tetap melanjutkan hidup.

Para nelayan membutuhkan uang untuk menyekolahkan anak-anaknya dan membiayai kebutuhan sehari-hari. (zwr)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Punya Banyak Utang, Nelayan Masih Ingin Pakai Cantrang


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler