JAKARTA - Partai politik baru diharap tidak memiliki harapan tinggi untuk meraih kesuksesan di gelaran pemilihan umum 2014Merunut pada fakta yang terjadi, tren kemenangan parpol baru untuk meraih kursi di DPR terus menurun
BACA JUGA: Lagi, Pengacara Bonaran Surati Panglima TNI
Tren itu terjadi sejak digelarnya pemilu nasional tahun 1999."Kalau dilihat sejak 1999, kemenangan partai baru di pemilu banyak, tapi persentasenya terus menurun," kata Sunny Tanuwidjaja, peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dalam diskusi bertajuk Parpol Baru dan Desain Pemilu 2014 di kantor Indonesian Institute, Jakarta, Kamis (5/5).
Menurut Sunny, pesta demokrasi tertinggi yang didapat parpol terjadi di pemilu pertama pasca reformasi itu
BACA JUGA: Jabatan di DPRD Hilang Karena Pemekaran tak Salahi UUD
Raihan itu menurun pada pemilu 2004 dengan total 22 persen suaraBACA JUGA: Politisi Golkar Siapkan Angket Pajak Jilid II
"Dari tren ini, parpol baru bisa belajar bagaimana peluang mereka di 2014," ujarnya.Hasil itu, kata Sunny, menunjukkan kelemahan mendasar parpol baru dibanding parpol lamaDalam sisi partisipasi, parpol baru mempunyai semangat yang tinggiNamun, kelemahan mendasar parpol baru terjadi saat pertarungan sebenarnya saat pemilu.
"Kalau dari persyaratan verifikasi, satu dari tiga parpol baru pasti lolosTapi dari kontestasi saat pemilu mereka kurang menjanjikan," ujarnya.
Karena itu, lanjut Sunny, perlu diketahui penyebab kurang populernya parpol baru dibanding parpol lamaJika dilihat dari ciri parpol baru, ada empat kriteria yang mendasarkan mereka berdiriYang pertama, ada tipe parpol baru didirikan demi mengisi kekosongan ideologiKedua, tipe parpol baru didirikan demi memperkuat ideologi yang adaKetiga adalah parpol yang tidak memiliki ideologi kuat, namun lebih pragmatis mengisi kekosongan
Sementara di ciri keempat, adalah tipe parpol baru yang kerap berdiri di IndonesiaSunny menyatakan, tipe keempat ini muncul tanpa ideologi yang kuat, tapi tidak juga mengisi segmen parpol lama"Tipe partai ini hanya oportunis, mengambil kesempatan memanfaatkan kelengahan partai lain," jelasnyaTipe partai di nomor 1, 2, dan 3 memiliki peluang menang lebih baik"Sementara yang keempat ini lebih banyak gagal," ujarnya menegaskan.
Sunny menambahkan, tingkat antipati publik kepada parpol sanga tinggiTidak hanya kepada parpol lama, publik langsung memiliki konotasi negatif kepada parpol baru yang tumbuhFaktor penyebabnya sangat klasik, publik tidak merasa mendapat manfaat bahwa aspirasinya bisa dijalankan oleh parpol"Problem demokrasi di Indonesia bukan jumlah parpol, tapi faktor serapan aspirasi," ujarnya mengingatkan.
Di tempat yang sama, Politisi Partai Golongan Karya Poempida Hidayatullah menilai, kemunculan partai baru adalah hal yang wajarSiapapun tokoh atau figur yang berdiri di belakang parpol baru, memiliki kebebasan demokrasi untuk berpindah dari parpol lamanya"Silahkan saja parpol baru berdiri," kata Poempida.
Hanya saja, yang patut disadari untuk membentuk parpol baru adalah keterbukaan diri menyampaikan konsepSebagai lembaga politik, parpol harus bisa menaungi konsep kebangsaan untuk masa mendatangJika parpol dibentuk tanpa keterbukaan konsep, publik justru akan menjadi curiga terkait motif tokoh terkait membentuk parpol"Kalau ingin menjadi besar tanpa langkah terbuka, saya sulit untuk memahami konteks itu," tandasnya(bay)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ahmad Yani Merapat ke Muqowam
Redaktur : Tim Redaksi