Pertumbuhan Ekonomi Harus 9 Persen

Agar Lolos dari Middle Income Trap

Selasa, 24 Juni 2014 – 07:06 WIB

jpnn.com - JAKARTA – Bank Dunia memperingatkan Indonesia agar segera mengejar tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi. Sebab, jika tidak, Indonesia akan sulit lolos dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap).

Direktur Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves menyatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia harus terakselerasi hingga 9 persen.

BACA JUGA: Staf Khusus SBY Ingatkan Presiden Mendatang Hati-Hati Jalankan Program

Menurut dia, kinerja pertumbuhan ekonomi yang dalam beberapa tahun terakhir berkisar 5–6 persen memang cukup tinggi. ’’Namun, itu belum cukup,’’ ujarnya saat memberikan sambutan dalam launching Development Policy Review 2014 di Jakarta kemarin (23/6).

Chaves mengungkapkan, pola perekonomian Indonesia yang sempat tumbuh lebih dari 7 persen, lalu sekarang stagnan di 5–6 persen, merupakan satu indikasi risiko middle income trap.

BACA JUGA: Pupuk Subsidi Langka, Warga di Subang Curhat ke Dahlan Iskan

’’Selama ini pertumbuhan tinggi Indonesia ditopang lonjakan harga komoditas pada 2003–2011 serta suku bunga global yang rendah sejak 2009,’’ jelasnya.

Dia menuturkan, kondisi perekonomian global kini sudah berubah. Harga komoditas sedang tertekan dan suku bunga global mulai merangkak naik seiring pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan pengurangan stimulus injeksi moneter oleh Bank Sentral AS.

BACA JUGA: Ini Saran Dahlan kepada Petani Karawang

Namun, meski tertekan, Indonesia masih bisa mempertahankan kinerja ekonomi yang cukup baik. ’’Dunia sedang menunggu kedatangan Indonesia sebagai pemimpin ekonomi di arena global,’’ katanya.

Middle income trap merupakan istilah untuk negara dengan masyarakat berpendapatan menengah yang sulit naik kelas menjadi negara maju. Brasil merupakan salah satu contoh negara yang dianggap tengah berkubang pada middle income trap.

Kategori negara maju adalah yang masyarakatnya berpenghasilan per kapita rata-rata lebih dari USD 12.000 per tahun (sekitar Rp 144 juta setahun), sedangkan rata-rata pendapatan per kapita Indonesia saat ini baru sekitar USD 3.500 per tahun.

Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia Ndiame Diop menambahkan, banyak pihak yang memproyeksikan Indonesia bisa menjadi negara berpenghasilan tinggi pada 2030 dengan produk domestik bruto (PDB) per kapita USD 12.000.

’’Indonesia punya potensi besar, terutama karena faktor bonus demografi dengan besarnya jumlah penduduk usia produktif,’’ ujarnya.

Chaves mengungkapkan, bonus demografi memang menjadi keunggulan utama Indonesia. Namun, itu saja tidak cukup. Dia menyebutkan, Indonesia harus dapat meningkatkan daya saing dengan mengatasi kesenjangan di bidang infrastruktur dan keterampilan serta memperbaiki fungsi pasar. ’’Untuk itu, pemerintah harus menghilangkan inefisiensi APBN. Misalnya, subsidi BBM,’’ tegasnya.

Menurut dia, besarnya beban subsidi BBM sangat mengganggu program-program pembangunan infrastruktur dan peningkatan sumber daya manusia (SDM). Karena itu, harga BBM harus dinaikkan agar anggarannya bisa dialihkan ke sektor produktif. ’’Itu tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia ke depan,’’ ujarnya.

Terkait dengan masukan Bank Dunia tersebut, Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan bahwa kebijakan subsidi BBM tidak masuk dalam APBN Perubahan 2014. Alasannya, kebijakan strategis tersebut harus diputuskan pemerintahan baru periode 2014–2019. ’’Jadi, lebih baik ditanyakan ke Pak Jokowi atau Pak Prabowo (sebagai calon presiden),’’ katanya. (owi/c5/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... MSD Indonesia Luncurkan Program Ramadan Diabetes and Me


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler