jpnn.com, BATAM - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko) tengah mematangkan konsep Free Trade Arrangement (FTA) untuk menyempurnakan konsep Free Trade Zone (FTZ) di kawasan perdagangan bebas Batam, Bintan dan Karimun (BBK).
FTA dipandang dapat meningkatkan daya saing industri di Batam sehingga dapat mengangkat kembali pertumbuhan ekonomi Kepri yang terjerembab di angka 1,52 persen pada triwulan kedua tahun ini.
BACA JUGA: Ribuan Angkutan Kota di Batam Tak Uji Kir, Ini Salah Satunya...
"Pada awalnya konsep FTZ menguntungkan karena investasi masuk diakibatkan bebas pajak, upah buruh dan lahan murah. Namun seiring waktu, konsep FTZ jadi statis karena upah dan lahan jadi tinggi. Batam jadi tidak menarik lagi, " kata anggota tim ahli revitalisasi FTZ BBK dari Kemenko, Umar Juoro, Selasa (8/8) di Hotel Harmoni Nagoya, Batam.
Mengapa FTA dianggap sebagai penyempurna dari FTZ. Karena pada dasarnya, salah satu kebijakan FTA yakni meniadakan bea masuk (BM) sebesar 10 persen menuju wilayah pabean Indonesia bagi industri di wilayah FTZ BBK.
BACA JUGA: Tragis, Hendak Pinjam Duit, Remaja 18 Tahun Ini Malah Diperkosa Pelaku
"FTA membuat konsep FTZ menjadi dinamis. Meniadakan BM merupakan insentif yang dibutuhkan investor. Lagipula merumuskannya akan lebih mudah di tingkat menteri," ujar Umar yang juga merupakan ekonom senior dari Central of Information and Development Studies (CIDES).
Untuk mengubah kebijakan mengenai BM, maka tinggal merevisi peraturan pemerintah tentang FTZ yang memuat mengenai peraturan teknis besaran BM dari wilayah FTZ menuju wilayah pabean Indonesia.
BACA JUGA: Polisi Sita 607 Aksesoris Ponsel Ilegal di Batam
Mengapa Kemenko memandang FTA merupakan solusi terbaik untuk mengembalikan kedigdayaan Batam sebagai lokomotif ekonomi Batam. Jawabannya adalah karena opsi lainnya yakni menjadikan Batam sebagai wilayah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) tidak akan efektif.
"Menjadikan Batam sebagai KEK makan waktu yang panjang sekali karena harus mengubah undang-undangnya lagi lewat DPR RI. Bisa saja DPR RI nanti berubah pikirannya. Sangat makan waktu dan biaya," tambahnya.
Selain itu, perubahan dari FTZ menuju KEK akan menimbulkan kebingungan bagi investor yang mendambakan kepastian hukum. Sehingga mematangkan konsep FTA untuk menyempurnakan FTZ merupakan solusi yang tepat.
Kemenko memang tengah fokus membahas FTA. Meskipun begitu, Umar juga menyebut bahwa wilayah Rempang Galang akan segera menjadi KEK."Untuk jenis KEK, sebenarnya Pak Darmin (Menko,red) berharap jadi KEK untuk industri berteknologi tinggi untuk memberikan nilai tambah bagi industri di Batam," jelasnya.
Sedangkan pihak yang mengelolannya nanti kemungkinan besar adalah Pemerintah Kota (Pemko) Batam."Pengelolanya nanti Pemko Batam kerjasama dengan swasta. Tapi semua nanti tergantung presiden nanti," paparnya.
Di tempat yang sama, Counselor Economy dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura, Aria Wibisono mengungkapkan persoalan Batam akan dibawa lebih lanjut dalam Forum Grup Diskusi (FGD) yang akan digelar di Singapura antara Batam dan Singapura pada 7 September nanti.
"Singapura dan Indonesia telah melakukan kerjasama di bidang ekonomi. Salah satu pembahasan penting nanti adalah tentang Batam," kata Aria.
Sejumlah tema diskusi yang akan dibawa dalam FGD nanti yakni tentang FTZ BBK, perhubungan, pertanian, BKPM, investasi dan lainnya.
Berbicara mengenai FTZ BBK, timnya telah melakukan kajian ekonomi untuk merevitalisasi Batam.
"Salah satu caranya adalah dengan pengembangan FTZ BBK yang disinergikan dengan upaya dari Pemda untuk mengembangkan KEK dengan insentifnya," jelasnya.
Selain itu, pemerintah harus membuat kebijakan pro investasi. "Peraturan dan regulasi selayaknya memfasilitasi pada perkembangan investasi baik PMDN dan terutama PMA pada sektor-sektor unggulan," pungkasnya.(leo)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menyesal, Terdakwa Pemilik Sabu 26 Kg Tak Jadi Divonis Hukuman Mati
Redaktur & Reporter : Budi