jpnn.com - ANAMBAS - Sejumlah perusahaan es di Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau (Kepri) ramai-ramai mengajukan tutup ke pemerintahan setempat. Penyebabnya adalah pengusaha tidak sanggup lagi membeli bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dengan harga industri.
"Pengusaha mengaku tidak kuat membeli solar industri untuk energi listrik penggerak mesin. Akibatnya, biaya produksi tidak seimbang dengan hasil yang didapatkan," ujar Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Anambas Yunizar, kemarin.
BACA JUGA: Tak Tahu Singkatan Kadin, Wali Kota Ini Diteriaki Huuuuu......
Perusahaan es yang ada di Temburun, contohnya. Perusahaan tersebut sudah mengajukan tutup. Sementara itu, perusahaan es yang ada di Antang juga demikian. Meski masih produksi namun jumlahnya terbatas hanya sekitar 20 ton per hari.
“Perusahaan es yang ada di Antang masih berjalan karena disubsidi oleh provinsi. Itupun jumlah produksinya terbatas yakni 20 ton per hari. Padahal, untuk memenuhi kebutuhan nelayan lokal saja 20 ton itu tidak cukup," ungkapnya.
BACA JUGA: Tersangkut Hutang, Politisi Demokrat Batam Diperiksa Polisi
Ironisnya, lanjut Yunizar, produksi tersebut juga masih tergantung dengan anggaran yang ada. "Jika anggaran yang ada masih cukup, maka bisa produksi, tapi jika tidak cukup, maka tidak bisa produksi,” beber Yunizar.
Menurutnya, biaya produksi bisa lebih irit jika dikelola dengan mesin PLN karena diperhitungkan biaya produksinya lebih murah.
BACA JUGA: Terungkap, Rekan Abob Miliki Transaksi Miliaran di Rekening
“Perusahaan juga sudah mengajukan travo sendiri kepada pihak PLN tapi tidak terpenuhi karena kekuatan listrik juga tidak mampu,” ungkapnya lagi.
Untuk mengatasi hal tersebut, kata Yunizar, pihaknya telah membicarakan masalah ini kepada pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. Namun belum ada solusi yang tepat.
Yunizar mengakui pada saat dikelola oleh pusat memang pabrik es besar. Karena pabrik es besar, banyak nelayan dari luar daerah datang ke Antang untuk membeli es tapi sekarang tidak ada lagi.
“Dulu besar karena murni biaya produksinya disubsidi pemerintah dari BBM hingga tenaga kerjanya. Mungkin karena dulu banyak kapal dari luar daerah yang membeli es, jadi disubsidi," ujarnya.
"Tapi sekarang sudah tidak ada lagi kapal yang masuk ke Antang, jadi tidak lagi disubsidi. Mungkin kapal-kapal itu ngedrop ikan di daerah yang ada pabrik pengalengan ikan,” tambahnya.
Salah seorang warga Antang Desa Tarempa Timur, Syukrillah, mengatakan, pabrik es yang ada di Antang tersebut memang masih produksi namun dibatasi yakni 20 ton per hari. 20 ton tersebut dibagi kepada nelayan yang sudah memesan es. Menurutnya, 20 ton perhari tesrebut kadang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nelayan lokal. Kadang nelayan lokal membeli es dari warga jika tidak kebagian es dari pabrik itu.
“Kadang kalau tidak beroperasi ada juga nelayan yang membeli es dari warga,” ungkapnya lagi. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Tiga Wanita Remaja yang Peras Pelajar SMP
Redaktur : Tim Redaksi