Pesantren di Kampung Minoritas: Syahadat Itu Apa

Jumat, 01 Juni 2018 – 07:19 WIB
Gatot Supriyanto. Foto Indra Mufarendra/Radar Malang/JPNN.com

jpnn.com, MALANG - Di Desa Sidoasri, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Masjid Ibadurrohman menjadi satu-satunya tempat ibadah umat muslim yang berdiri.

Tapi, Taman Pendidikan Al Quran (TPQ) Masjid Ibadurrohman bukan satu-satunya tempat pendidikan agama Islam yang eksis di desa yang mayoritas warganya nonmuslim.

BACA JUGA: Di KTP Beragama Islam Tetapi Jarang Salat

Ada TPQ yang dikelola di rumah sendiri.

===============================
Indra Mufarendra - Radar Malang
===============================

BACA JUGA: Kampung Minoritas Muslim: Simbol Tegaknya Antarumat Beragama

Nah, selain TPQ Masjid Ibadurrohman, masih ada satu TPQ lagi yang diasuh Gatot Supriyanto.

TPQ ini menjadi ”lentera” bagi umat muslim di desa yang 87 persen warganya menganut agama Kristen.

BACA JUGA: Berbentuk Masjid Nabawi, Lentera di Kampung Minoritas

Bila TPQ Masjid Ibadurrohman banyak menampung anak-anak warga dari Dusun Tambakasri Wetan, maka TPQ yang diasuh Gatot mengakomodasi anak-anak dari Dusun Tambakasri Kulon.
Seluruh kegiatan TPQ itu diadakan di rumah pribadi milik Gatot.

Pria yang juga dikenal sebagai modin Desa Sidoasri itu memanfaatkan ruang tamu rumahnya.

Di ruang itu, ada sebuah meja berbentuk persegi yang dikelilingi oleh tiga buah kursi panjang.

Total, ada 13 anak yang saat ini menjadi santri di TPQ tersebut. Aktivitas belajar mengaji biasanya dilakukan tiap sore, antara pukul 15.00–15.30.

Sama seperti TPQ Masjid Ibadurrohman, di sini seluruh santrinya adalah anak-anak sekolah dasar (SD).

Gatot mengungkapkan, sudah sekitar 12 tahun atau sejak 2006 dia mengelola TPQ di rumahnya.

Pendirian TPQ itu dilatarbelakangi keprihatinan Gatot melihat kondisi lingkungan di sekitarnya.

Dia melihat, anak-anak muslim di Desa Sidoasri, terutama di Dusun Tambakasri Kulon, tak mendapatkan bekal ilmu agama Islam yang cukup.

”Meski orang tuanya Islam, tapi ada anak yang tidak tahu apa itu syahadat (kesaksian tiada Tuhan selain Allah). Padahal, dia sudah SMP. Kalau melihat yang seperti, gimana gitu rasanya,” tutur pria berusia 42 tahun ini dengan ekspresi prihatin.

Pada mulanya, hanya ada empat orang yang belajar di tempatnya. Tapi, kemudian jumlah itu terus bertambah, sampai kini ada 13 anak yang belajar di TPQ tersebut.

”Kalau jumlah sih, datang pergi silih berganti,” ujar dia.

Kondisinya mirip dengan TPQ Masjid Ibadurrohman. Yakni, selepas lulus SD, anak-anak sudah tidak lagi melanjutkan belajarnya di TPQ.

”Anak-anak muslim dari desa ini rata-rata disekolahkan ke luar Desa Sidoasri,” kata pria yang juga bekerja sebagai petani ini.

Lebih lanjut, Gatot mengungkapkan, meski menjadi pengelola TPQ, dirinya tidak pernah mengenyam pendidikan formal khusus agama Islam. Pun demikian, Gatot juga tidak punya pengalaman mondok.

”Dulu, saya belajar ngajinya ya di langgar,” ujar pria yang sebelum tahun 1998 tinggal di Kecamatan Sumberpucung itu. (***)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ponpes Fasilitas Modern di Wilayah Pelosok


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler