Petani Garam Mulai Panen, Biasanya Dapat 7 Ton, Kini Hanya 1 Ton

Jumat, 11 Agustus 2017 – 23:18 WIB
Tambak Garam. Foto: dok jpnn

jpnn.com, SURABAYA - Kelangkaan garam tampaknya sebentar lagi akan berakhir.

Sebab, musim panen sudah dimulai. Kemarin (10/8) ada tujuh petak lahan garam di daerah Benowo yang panen perdana.

BACA JUGA: Garam Impor Masuk Indonesia Sebanyak 75 Ribu Ton

Di antara yang terlihat panen adalah Yusuf bersama istrinya, Rukiyah.

Keduanya terlihat sangat kompak mengumpulkan butir-butir garam. Buliran yang sudah menumpuk itu dimasukkan ke dalam dua keranjang.

BACA JUGA: JK: Masalah Beras, Gula, dan Garam Bisa Tuntas dengan Teknologi

Berat masing-masing keranjang bisa sampai 50 kilogram. Pria 53 tahun itu memikul keranjang menuju ke pinggir meja garam.

Meja garam adalah istilah untuk menyebut lahan yang digunakan untuk pengkristalan garam.

BACA JUGA: Pantai Terkena Abrasi, Petani Garam Terancam Tak Bisa Produksi

"Semoga enggak hujan lagi," ujar Yusuf sambil menatap ke langit.

Begitulah kesibukan pasangan suami istri itu sekarang. Musim panen segera dimulai.

Di lahan yang dia kelola, satu per satu mulai terlihat kristal putih di bagian dasarnya.

Karena itu, Yusuf dan Rukiyah harus selalu menjaga pasokan air tua (air laut yang sudah diinapkan dan memiliki kandungan garam tinggi) di meja garam.

Selain itu, dia mulai menyiapkan meja garam lain untuk segera diisi air tua.

Lembaran geoisolator (plastik tebal hitam) berukuran 3 x 50 meter dibentangkan di tambak.

Masing-masing sisi ditancapi pasak yang terbuat dari bilah bambu.

Begitu selesai, air biasa dituangkan untuk mengetes apakah ada yang bocor. "Kalau sudah, tinggal dituangi air tua," terang Yusuf.

Menurut Muhammad Nur Aini, pendamping petani garam, panen mereka saat ini terhitung belum maksimal.

Sebab, satu petak lahan yang berukuran 5 x 20 meter itu hanya mampu menghasilkan 1 ton garam. Biasanya, satu petak bisa sampai 7 ton.

Meski cuaca terik, sesekali mendung masih terlihat. Hal itu sering membuat petani garam waswas.

Mereka khawatir turun hujan. Karena itu, begitu mendung muncul, mau tidak mau mereka harus panen dini.

"Butiran garamnya kecil-kecil, nggak bisa besar," ujar Inung, sapaannya.

Kendati panen dini, garam tetap bisa dikonsumsi meski kandungan NaCL-nya rendah.

Harga garam saat ini masih cukup tinggi, di kisaran Rp 3.500 per kilogram.

Namun, para petani tidak bisa langsung menikmati hasil panen perdana mereka.

Sebab, untuk bisa dijual, minimal garam harus mencapai satu truk.

Harapan petani untuk merasakan tingginya harga garam sepertinya tetap jadi angan-angan.

Sebab, garam impor yang sudah dipesan pemerintah segera tiba. Jawa Timur akan kebagian sedikitnya 27 ribu ton.

Mereka tidak mempermasalahkan garam impor itu. Bagi mereka, yang penting ada jaminan garamnya tetap terserap.

Garam impor bisa digunakan terlebih dahulu, lalu garam lokal bisa dijadikan stok.

Jika nanti terjadi kekurangan garam, harganya bisa tetap stabil.

"Kalau dilepas langsung ke pasar, ya harganya bisa terjun bebas. Paling banter cuma Rp 500 per kilogram," ujarnya. (gal/c6/oni/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengusaha Telur Asin Merindukan Garam Yang Menghilang


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler