MANINJAU -- Pemilik keramba ikan di seputaran Danau Maninjau kewalahan untuk mengubur ribuan ton ikan yang mati sejak Jumat (5/11) laluHingga saat ini sebagian besar ikan yang sudah membusuk itu masih terapung di atas keramba
BACA JUGA: Pembelian Ternak Pengungsi Simpang Siur
Namun tidak sedikit pula yang dibuang ke tengah danau, sehingga bangkai ikan itu dan bau busuknya menyebar ke mana-mana.Pemerintah Kecamatan bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Palang Merah Indonesia (PMI) sudah menyediakan dua lubang ukuran 2x10 meter dengan kedalaman 2 meter di dua daerah yang mengalami kematian terparah yakni Kampung Batu Anjing Nagari Koto Malintang dan Kampung Linggai Nagari Koto Gadang. Namun lubang itu tak banyak membantu karena pembudidaya ikan tak mampu memindahkan ratusan ton ikan yang ada di dalam keramba
"Lubang sih sudah digali sama pemerintah, tapi tenaga kami tidak cukup untuk mengangkat ikan yang mati dari dalam keramba ke tempat penguburan
BACA JUGA: Diperkirakan Capai Rp 232 M
Kalau bisa ada bantuan tenaga dari pemerintah," ujar Jon, salah satu pengelolan keramba ikan di Batu Anjing, Nagari Koto Malintang, Rabu (10/11)BACA JUGA: Mereda Sehari, Merapi Bergolak Lagi
"Paling butuh waktu satu bulan, ikan-ikan itu sudah hancur dan mengendap ke dasar danau," ujarnya entengBiasanya kata Jon, ada bantuan dari perusahaan pakan sesuai kapasitasnya membantu pembudidaya menguburkan ikan-ikan yang sudah matiWaktu kejadian 2009 lalu, ada perusahaan yang mengucurkan dana Rp500 juta untuk menguburkan ikan-ikan tersebut"Tapi sekarang mungkin lain cerita karena sudah sering terjadiMereka tentu mikir-mikir juga untuk mengeluarkan dana sebesar itu," tukasnya
Hal serupa juga diungkapkan Elmita, 50Pengusaha keramba ikan paling besar di Maninjau yang terkenal dengan sebutan Mayang Taurai ini mengaku tak mungkin mengangkut sendiri ikan yang sudah mati untuk di kubur"Di sini saja ada 150 petakSatu petak itu volumenya bisa mencapai 3 sampai 4 tonKita tidak punya cukup tenaga untuk memindahkan ikan yang sudah mati sebanyak itu," ujarnya
Ia juga mengaku tidak bisa menghindari membuang ikan yang sudah mati dari atas keramba ke danauSebab, pembudidaya harus memprioritaskan penyelamatan ikan yang masih hidup"Di dalam keramba kan masih ada sebagian yang hidupUntuk memudahkan evakuasinya terpaksa ikan-ikan yang mati kita keluarkan dari keramba. Kelihatannya sih menganggu, tetapi mau gimana lagiKita berpacu dengan waktu untuk menyelamatkan yang masih hidup," ujarnya
Jangankan untuk mengurus ikan mati, mengurus yang masih hidup saja Elmita dibikin repotSebab, tidak mudah mencari kolam penampungan yang kosongBerkali-kali ia menelepon kolega bisnisnya untuk memastikan tempat penampungan sementara, tetapi tak jarang berakhir dengan diam karena ternyata semua kolam penuhBeruntung dia sudah lama menjadi "pemain" keramba ikan, sehingga aksesnya ke pemilik kolam luas sehingga akhirnya tempat penampungan yang diinginkan didapat juga.
Bagi pembudidaya ikan yang skalanya tidak sebesar Elmita, langsung mengambil langkah seribuSyawal di Kampung Muko-Muko segera melakukan pemanenan meski umurnya belum cukup"Biasanya ikan itu dipanen setiap empat bulan sekali, tapi daripada mati duluan mending panennya dipercepat," ujanyaPemasaran untuk hasil panen yang dipercepat inipun tidak sulit karena pembudidaya sudah terbiasa memasarkan ikan dengan berat yang beragam
"Permintaan pasar kan berbeda-bedaBisanya sih kita panen saat beratnya sudah mencapai 3 ons, tapi ukuran di bawah itu juga tetap ada yang beliJadi tidak ada masalah dengan umur panenYang susah itu kalau benihnya baru ditebar tentu tidak mungkin langsung di panenMau tidak mau, harus dipindahkan," ujarnyaSyawal beruntung melakukan penebaran benih serentak, sehingga saat terjadi up welling (pusaran air) yang menyebabkan naiknya amoniak dari dasar laut, ikan sudah bisa dipanen.
Sepanjang jalan dari Kampung Muko-Muko, Pasar Rabaa, Linggai, Pasar Akaik, Bayua hingga Maninjau terdapat sekitar 10 truk stand by menunggu proses pengantongan ikan yang dipanen sebelum waktunya untuk didrop ke daerah-daerah yang selama ini menjadi target pasar seperti Pekanbaru, Kerinci dan BengkuluSebagian pembudidaya juga melakukan pengasapan ikan agar bisa dijual dalam bentuk ikan kering
"Tapi yang kita asap itu bukan ikan yang sudah matiKan ada ikan-ikan yang masih hidup tetapi tak mungkin lagi diselamatkan langsung di asapLumayan untuk konsumsi sendiri," ujar JonHingga saat ini pembudidaya yang bekerjasama dengan perusahaan pakan belum memutuskan model penyelesaian kasus kematian ikan tersebut.
"Belum ada pembicaraan dengan induk samangPerjanjian secara tertulis juga tidak adaTapi biasanya kalau untung sih fifty-fifty. Kita maunya saling manenggang sehingga tidak ada yang merasa dirugikan," ujarnya.
Musibah ini juga berdampak terhadap nasib sejumlah orang yang menggantungkan hidup pada kegiatan keramba ikan mulai dari tukang angkat bibit, tukang angkat pakan, pemberi pakan, sopirDi usaha Mayang Taurai dalam satu lokasi keramba ikan saja, tenaga kerjanya ada 10 orangSebagian kini sudah mulai pikir-pikir untuk mencari pekerjaan lainEgi, 23, salah seorang pekerja yang berasal dari Jawa Barat ini mengaku sudah dua hari terlambat gajian
Ia mengaku masih akan tetap bertahan jika induk samang menghendaki, tetapi sebagian kawan-kawannya sudah ada yang siap-siap minggat"Harusnya dua hari kemarin gajian, tapi sekarang belum dibayarTeman-teman sih sudah ada yang mulai mikir-mikir pindah karena di sini juga tak tahu lagi apa yang harus dikerjakan," ujarnyaEpi tak menyangkal pengurangan tenaga kerja bakal terjadi secara alamiah."Yang jelas tukang angkat bibit belum dibutuhkan karena untuk sementara waktu stop berproduksi sampai kondisi air normal lagi," ujarnya.
Camat Tanjung Raya Kurniawan Syahputra menyebutkan, kematian ikan tahun 2010 ini tidak bersifat secara massal seperti yang terjadi pada akhir tahun 2008 dan awal tahun 2009Kematian ikan yang kini angkanya sudah mencapai 1.657 ton itu hanya terkonsentrasi di sejumlah tempatPaling parah dua tempat yakni Batu Anjing dan LinggaiJika dikalkulasikan dengan harga ikan satu kilogramnya Rp14 ribu, maka kerugian yang diderita pembudidaya ikan mencapai Rp23 miliar.
Sebetulnya, kata, Kurniawan, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Agam sudah mengeluarkan warning adanya cuaca ekstrim pada bulan SeptemberPembudidaya ikan yang segera merespons peringatan itu selamat, sementara yang berspekulasi dengan waktu akhirnya menjadi korban
"Pembudidaya ikan yang segera panen masih bisa menekan kerugianYang susah itu, kan ikannya yang masih kecil-kecil dan baru ditebar karena tidak bisa segera dipanen," ujarnya
Terkait dengan zonasi kata, Kurniawan menyebutkan sudah sering diinformasikan ke masyarakatUntuk bagian timur danau, keramba disarankan dibangun 100 meter ke tengah danau, sementara bagian barat 50 meter dari bibir pantaiSatu unit keramba dengan keramba lain juga harus ada jarak, sehingga oksigen terlarut dalam air tetap cukupSelain itu, tambah, Kurniawan, pemerintah juga sudah menyarankan untuk membuat jaring apung bertingkat dan sistem aquaponik, tetapi pembudidaya ikan belum banyak melakukannya
"Baru penbudidaya yang tergabung dalam kelompok yang sudah melaksanakannyaDan terbukti ikan-ikan mereka selamatKita berharap ini bisa menjadi pelajaran bagi pembudidaya ikan, sehingga bisa mematuhi aturan teknis yang sudah dibuat instansi terkait," ujarnya(geb)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendagri Cemaskan 2 Pulau di Kepri
Redaktur : Tim Redaksi