Petrus Selestinus Somasi PT. Inter Pan Pasifik Futures

Minggu, 20 Mei 2018 – 13:47 WIB
Advokat, Petrus Selestinus. Foto: Dok. Pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Kantor Hukum Petrus Selestinus dan Associates melakukan somasi pertama terhadap PT. Inter Pan Pasifik Futures dengan nomor 0-33/PST-ASS/V/2018 pada Rabu, 16 Mei 2018.
Menurut Petrus, somasi tersebut dilayangkan terkait tuntutan ganti rugi atas penutupan transaksi Hangseng atas nama Heryanto Tanaka selaku kliennya.

“Klien Kami Sdr. Heryanto Tanaka, Nasabah PT. Inter Pan Pasifik Futures (PT. IPPF), sebuah Perusahaan Pialang Berjangka telah memberikan Surat Kuasa Khusus tertanggal 24 Januari 2018 kepada kami," ujar Petrus dalam keterangan persnya, Minggu (20/5/2018).

BACA JUGA: Puisi Sukmawati Soekarnoputri: Alasan Kapitra Ajukan Somasi

Petrus menuturkan, kasus tersebut berawal bahwa kliennya pada tanggal 7 Juli 2010 telah melakukan penandatanganan Perjanjian Pemberian Amanat dengan PT IPPF dengan kode nasabah 6100 8888.

“Dalam perjanjian tersebut, Klien Kami bertindak sebagai Nasabah dan PT. IPPF sebagai Pialang Berjangka," jelasnya.

BACA JUGA: Somasi ke Produsen Rokok Dinilai Tidak Tepat

Petrus menambahkan, pada tanggal 18 Februari 2013, kliennya telah melakukan penandatanganan Perjanjian Pemberian Amanat dengan PT. IPPF dengan kode nasabah 6100 0333.

"Dimana pada Pasal 1 Perjanjian Pemberian Amanat tersebut dinyatakan bahwa Klien Kami yang dalam hal ini merupakan Nasabah menempatkan sejumlah dana (Margin) ke Rekening Terpisah (Segregated Account) Pialang Berjangka sebagai margin awal dan wajib mempertahankan sebagaimana ditetapkan," jelasnya.

BACA JUGA: Gudang Garam dan Djarum Disarankan Tidak Layani Somasi

Menurut Petrus, sebagaimana ketentuan pada Pasal 1 Perjanjian Pemberian Amanat tersebut, kliennya telah melakukan kewajibannya dengan menempatkan sejumlah dana di rekening yang telah ditentukan.

Namun pada tanggal 29 Juli 2017, kata Petrus, Kliennya telah mendapatkan surat pemberitahuan dari PT. IPPF perihal transaksi Hangseng akan ditutup per tanggal 29 Agustus 2017.
"Dalam surat tersebut disampaikan juga bahwa semua posisi nasabah yang masih terbuka akan dilikuidasi dan system Market On Closed (MOC)," katanya.

Usai mendapat surat dari PT. IPPF, kliennya kata Petrus langsung memberi tanggapan melalui surat tertanggal 9 Agustus 2017. Isi surat tersebut kata Petrus pada pokoknya menolak tindakan PT. IPPF yang menutup transaksi Hangseng.

Pertimbangan kliennya kata Petrus bahwa tindakan PT. IPPF tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Apalagi Kliennya telah menjadi nasabah PT. IPPF selama tujuh tahun sedang dalam posisi floating loss pada saat itu (rugi).

Upaya lain yang dilakukan kliennya kata Petrus dengan membawa permasalahan tersebut kepada pihak Regulator, dalam hal ini Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) dan PT. Bursa Komoditi & Derivatif Indonesia (BKDI).

Kliennya kata Petrus pada tanggal 27 Oktober 2017 mendapat tanggapan dari pihak BKDI yang menyatakan bahwa PT. IPPF telah melakukan pelanggaran terhadap Perjanjian antara PT. IPPF dan Kliennya.

Menurut BKDI, kata Petrus, yang berhak untuk menutup perdagangan adalah instansi yang bertindak sebagai Regulator, dalam hal ini BAPPEBTI dan BKDI.

Namun PT. IPPF tetap melakukan penutupan terhadap transaksi Hangseng walapun jelas kliennya kata Petrus telah mengeluarkan dana yang sangat besar yaitu USD 1.115.280,00.

"Klien kami melakukan transaksi di account dengan kode nasabah 6100 8888 dan account dengan kode nasabah 6100 0333 (vide surat Klien Kami tertanggal 31 Agustus 2017)," katanya.

Dengan demikian Petrus menegaskan, tindakan PT. IPFF jelas merupakan perbuatan melawan hukum yang telah menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi kliennya.

Apalagi kata Petrus, PT. IPPF bukan merupakan pihak yang memiliki otoritas untuk melakukan penutupan pasar sebagaimana ketentuan pada Pasal 20 huruf (b) UU No. 10 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi UU No. 10 Tahun 2011 yakni Penghentian sementara waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf (b) untuk jangka waktu lebih dari satu hari kerja, hanya dapat dilakukan oleh Bappebti.

Selain bertentangan dengan ketentuan pada Pasal 20 huruf (b) UU No. 10 Tahun 2011 lanjut Petrus, tindakan PT. IPPF tersebut juga jelas bertentangan dengan ketentuan pada Perjanjian Pemberian Amanat tertanggal 07 Juli 2010, antara Kliennya dengan PT. IPPF.

Pada Pasal 10 kata Petrus perihal Pembatasan Tanggung Jawab Pialang Berjangka, pada ayat (2) menyatakan tegas sebagai berikut: Perdagangan sewaktu-waktu dihentikan oleh pihak yang memiliki otoritas (Bappebti/Bursa Berjangka) tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada Nasabah.

Atas posisi terbuka yang masih dimiliki oleh Nasabah pada saat perdagangan tersebut dihentikan, maka akan diselesaikan (likuidasi) berdasarkan pada peraturan/ketentuan yang dikeluarkan/ditetapkan oleh pihak otoritas tersebut, dan semua kerugian serta biaya yang timbul sebagai akibat dihentikannya transaksi oleh pihak Otoritas tersebut, menjadi beban dan tanggung jawab Nasabah sepenuhnya.

Berdasarkan uraian dan alasan-alasan di atas, Petrus meminta pihak PT. IPPF untuk segera membayar Ganti Rugi terhadap kerugian yang dialami oleh Kliennya sebesar USD 1.115.280,00- paling lambat 7 (tujuh) hari dari sejak diterimanya SOMASI I ini.

Menurut Petrus, apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah terima SOMASI I ini pihak PT. IPPF tetap belum memberikan Ganti Rugi kepada Kliennya maka dengan sangat terpaksa, pihaknya akan mengambil tindakan hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ahok Tidak Ditahan tapi Disandera


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler