jpnn.com, JAKARTA - Perusahaan minyak dan gas terbesar asal Malaysia Petroliam Nasional Berhad (Petronas) menunggak utang USD 32,2 juta atau sekitar Rp 409 miliar kepada PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.
Tanggungan tersebut berkaitan dengan tidak terpenuhinya kuota minimal penyaluran gas Lapangan Kepodang, Blok Muriah, ke PLTGU Tambaklorok.
BACA JUGA: Laba Anjlok, PGN akan Dipanggil DPR
Menurut Direktur Teknologi dan Infrastruktur PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk Dilo Seno Widagdo, total dana yang belum dibayarkan Petronas tersebut dianggap PGN sebagai piutang yang belum tertagih.
Utang yang harus dibayar Petronas pada 2017 sebesar USD 21,5 juta.
BACA JUGA: PGN Akusisi Pertagas Pro Ketahanan Energi Nasional
Pada 2016 dan 2015, ada utang masing-masing USD 8,8 juta dan USD 1,9 juta.
”Dalam hal ini, Petronas belum bisa menyelesaikan tanggung jawab sesuai dengan GTA (gas transfer agreement, Red). Kalau masalah kerugian, sesuai dengan kontrak, masih berlaku dengan asumsi kontrak berlaku dengan ada jaminan pengembalian kami di ship or pay,” kata Dilo, Rabu (13/2).
BACA JUGA: Legalitas Holding Migas Tunggu Tanda Tangan Pak Jokowi
Dilo melanjutkan, investasi yang dilakukan PGN telah disesuaikan dengan contract reverse capacity.
PGN memerinci, pada 2015, reserve capacity sebesar 116 mmscfd dengan minimal ship or pay mencapai 104 mmscfd.
Namun, realisasi penyaluran oleh Petronas ke pembangkit di Tambaklorok hanya sebesar 86,06 mmscfd.
Kondisi itu tidak banyak berubah pada 2016. Petronas hanya mampu merealisasikan pengiriman gas sebesar 90,37 mmscfd.
Dengan klaim kondisi kahar pada pertengahan tahun, Petronas melakukan pengiriman gas sejumlah 75,64 mmscfd pada 2017.
”Tahun ini juga tetap 70 mmscfd. Entah bohong (kahar, Red) atau enggak,” kata Dilo.
Dia menjelaskan, diperlukan verifikasi dari pihak lain untuk bisa mengklaim kondisi kahar.
”Sesuai dengan GTA juga setelah diverifikasi pihak ketiga, kemudian ditetapkan SKK. Lalu, baru disampaikan para pihak bisa terima atau tidak,” jelas Dilo.
Selama ini Petronas mengklaim kondisi kahar di Lapangan Kepodang disebabkan adanya penurunan permanen lapangan tersebut.
Kondisi itu disebabkan penurunan cadangan yang lebih cepat bila dibandingkan dengan plan of evelopment (POD).
Saat lapangan tersebut dikembangkan, cadangan dalam POD mencapai 354 BCF.
Namun, ternyata total cadangan menurun menjadi 107 BCF sehingga mengakibatkan produksi Lapangan Kepodang hanya sampai 2019 dari rencana awal 2026.
Di samping itu, Petronas baru mengembangkan delapan sumur dari rencana sepuluh sumur yang akan dikembangkan dalam POD.
Secara formal, PGN telah melayangkan surat kepada Petronas mengenai permasalahan tersebut pada 5 Januari 2018. Surat memberikan tenggat waktu 30 hari.
”Setelah itu, masih ranah mediasi. Tetapi, mediasi juga belum ada tanda-tanda. Nah, ini kami mau masuk ranah BPH,” ujar Dilo.
Jika dalam mediasi tidak ditemukan jalan keluar, PGN akan membawa persoalan tersebut ke ranah arbitrase.
Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah Asa mengatakan, pihaknya akan memanggil pihak-pihak terkait masalah tersebut. Di antaranya, PGN sebagai transporter, Petronas, maupun PLN.
”Kami akan pertemukan. Karena kalau mengacu GTA, (Petronas, Red) itu mesti bayar,” kata Fanshurullah. (vir/c25/fal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Holding Migas Tak Beri Nilai Tambah Bagi Perusahaan Induk
Redaktur & Reporter : Ragil