Pileg 2009, Sandang 5 Cacat Hukum

Kamis, 16 April 2009 – 18:17 WIB

JAKARTA - Forum Silaturahmi Evaluasi Hasil Pemilu, yang dikomandoi oleh mantan Anggota KPU 2004, Mulyana W Kusuma, menilai tahapan atau proses Pemilu Legislatif 2009 yang baru saja dilangsungkan pada 9 April lalu memiliki 5 cacat hukum.

“Dalam perspektif politik dan hukum, terdapat 5 bentuk cacat pemilu 2009, yakni pelanggaran hak konstitusional warga negara untuk memilih, terjadinya peristiwa-peristiwa pidana yang tidak menjadi sasaran penegak hukum, pelanggaran hukum dan aturan kebijakan publik, dan perbuatan melawan hukum secara perdata serta pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu,” kata Mulyana W Kusuma, di dampingi WS Rendra, dan beberapa tokoh masyarakat, serta mantan anggota Panwalu, di Jakarta, Kamis (16/4).

Bukti telah terjadinya pelanggaran hak konstitusional warga negara untuk memilih, adalah pelanggaran atas UU No39/1999 tentang Ham serta UU No

BACA JUGA: Tabulasi Error, Ada Caleg Dapat 111 Juta Suara

12 tentang Pengesahan Konvenan Internasional Hak Sipil dan politik, yang terbukti antara lain dari pengingkaran hak pilih warga negara yang tidak tercantum dalam DPT yang terjadi secara massif, meluas dan sistematik, ujar  Mulyana W Kusuma.

Untuk peristiwa-peristiwa pidana, lanjutnya, yang tidak menjadi sasaran hukum antara lain pelanggaran pasal 260 dan 264 UU Pemilu yang berakibat merugikan warganegara yang memiliki hak pilih
“Pasal 260 UU No

BACA JUGA: Batas Rekapitulasi PPK Terancam Mundur

10/2008 tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD memuat ancaman pidana maksimal 2 tahun dan denda paling banyak Rp24 juta bagi setiap orang yang menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya
Sementara pasal 284 UU Pemilu menentukan ancaman pidana paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36 juta bagi jajaran penyelenggara Pemilu yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu sesuai tingkatannya tentang DPT yang merugikan warga negara yang memiliki hak pilih,” tegas  Mulyana W Kusuma.

Dalam hubungan dengan penggunaan pasal-pasal pidana pemilu, patut dipertanyakan telegram sejumlah Polda yang menyatakan sudah menurtup pelaporan tindak pidana pemilu ke polisi melalui Bawaslu karena adanya ketentuan mengenai jangka waktu pelaporan dengan merujuk pada pasal 257 UU Pemilu.

“Pasal ini masih membuka kemungkinan putusan pengadilan terhadap kasus pelanggaran pidana pemilu harus selesai 5 hari sebelum KPU menetapkan hasil pemilu secara nasional, imbuh  Mulyana.

Sementara itu, lanjutnya, pelanggaran hukum dan aturan kebijakan publik dibuktikan oleh adanya sejumlah regulasi tehnis yang dikeluarkan KPU yang m,enimbulkan ketidakpastian hukum dan kebingungan publik, antara lain berbagai Surat Edaran KPU mengenai penggunaan surat cacat, pemilu lanjutan dan sebagainya

BACA JUGA: KPU Siapkan Desain hingga Lima Pasang Calon

“Masalah pelanggaran ini masuk dalam ruang lingkup hukum administrasi negara.”

Sedang pelanggaran lain, Mulyana W Kusuma menunjuk pada wujud sebagai perbuatan melawan hukum secara perdata berupa tindakan-tindakan penyelenggara pemilu yang membawa kerugian materiil maupum imateriil terhadap peserta pemilu maupun calegPelanggaran kode etik penyelenggara pemilu adalah penyimpangan asa-asas penyelenggaraan pemilu, sebagaimana diatur dalam pasal 2 huruf a-e, UU No22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu.

“Asas-asas itu adalah mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib penyelenggaraan pemilu, kepentingan umum, keterbukaan, proporsional, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi dan Efektifitas,” terang  Mulyana W Kusuma, menyebut asas-asa penyelenggaraan pemilu.

Dia menegaskan, secara yuridis formal, terjadinya kelima bentuk cacat pemilu merupakan tanggung jawab institusi KPU dan secara konstitusional Presiden RI sebagai kepala pemerintahan juga tidak bisa menghindar dari pertanggung jawaban politik atas pelaksanaan pemilju(fas/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Yusril Tuding KPU Terpengaruh Quick Count


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler