Pilkada Dua Putaran, Besar Biaya Sosial

Rabu, 11 Maret 2009 – 17:49 WIB

JAKARTA – Masyarakat di sejumlah daerah yang melakukan pemilihan kepala daerah (Pilkada) untuk tidak terjebak dengan pelaksanaan Pilkada dua putaranSebab, Pilkada yang dilakukan sekali (satu putaran, Red) tentu akan menghemat biaya sosial

BACA JUGA: IDU, Konsentrasi Startegi Pertahanan

Bahkan, waktu yang hilang pun hanya satu kali untuk satu obyek pilihan serta menjaga keseimbangan, kemajuan, kesatuan ekonomi nasional, efisien, dan berkeadilan.

Demikian disampaikan Noto Sugiatmo, pemohon sidang uji materi UU Nomor 12/2008 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), di Gedung MK, Rabu (11/3).

Dalam sidang pengujian UU tersebut, pemohon mendalilkan bahwa Pasal 107 ayat (2), (3), (4), (5), (6), (7) dan (8) UU Pemda yang mengatur tentang Pilkada dua putaran bertentangan dengan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945.

Sebagai pemilih, kata Noto, dirinya tidak diberi kesempatan untuk dididik menjadi yang lebih baik sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi, yakni memilih cukup sekali selesai.

''Kami memang sangat tidak menginginkan sampai terjadi dua putaran
Hal ini supaya masyarakat ataupun seseorang yang bekerja, baik di kantor maupun menjadi buruh, dapat bekerja seperti biasanya,'' kata Noto di depan Hakim Konstitusi.

Maruarar Siahaan, selaku hakim ketua persidangan menanyakan tentang kedudukan hukum pemohon (legal standing)

BACA JUGA: IDU Selenggarakan Tiga Program Pasca Sarjana

Sebab, dalam permohonan yang diajukan oleh pemohon, pihaknya mengaku masih belum memahami kedudukan pemohon
Apakah Pasal 107 benar-benar merugikan hak konstitusional pemohon.

Dijelaskan, MK mempersidangkan masalah norma UU yang berkaitan dengan konstitusi

BACA JUGA: Bebankan Biaya Pendidikan, Melanggar Konstitusi

Sedangkan mengenai bagaimana tata cara pemilihan yang baik dan buruk, belum tentu bertentangan dengan konstitusi''Pemohon harus dapat menunjukkan dengan cermat kerugian konstitusional yang berkaitan dengan norma UU,'' kata Maruarar Siahaan.

Karenanya, Marua—begitu Maruarar Siahaan biasa disapa, menyarankan agar pemohon meminta bantuan kepada kuasa hukum atau saudaranya untuk memperbaiki permohonanNamun, hal itu tidak diwajibkan andaikata pemohon sanggup memperbaikinya sendiriDan majelis hakim memberikan kesempatan selama 14 hari pada pemohon untuk segera memperbaiki permohonannya tersebut.(sid/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY Resmikan UPI


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler