Pilot Pesawat Perintis Sok Berani

Menantang Cuaca Buruk, Berujung Kecelakaan Maut

Senin, 03 Oktober 2011 – 07:29 WIB

JAKARTA - Penerbangan rute pendek yang digarap maskapai penerbangan perintis bakal dievaluasi totalTerutama, sikap pilot pesawat perintis yang disebut Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sok berani

BACA JUGA: Tanpa Saksi, Antasari Pasrahkan Nasib pada Hakim

Mereka berani menerjang ganasnya kondisi alam, tapi sayangnya berujung kecelakaan maut
Kemenhub berjanji mengevaluasi penerbangan-penerbangan pesawat perintis yang dicap rawan ini.

Tudingan menyalahkan sikap pilot tersebut, disampaikan oleh Direktur Jendral Perhubungan Udara (Dirje Hubud) Kemenhub Herry Bakti Gumai setelah melepas keberangkatan calon jamaah haji kloter I embarkasi Jakarta di Bandara Soekarno Hatta kemarin (3/10)

BACA JUGA: Sopir Mantan Ketua KPK Sopiri Pengacara Nazaruddin



Herry menuturkan, kasus jatuhnya pesawat CASA 212-200 milik maskapai Nusantara Buana Air (NBA) di belantara Taman Nasional Gunung Leuser, Bahorok, Langkat, Sumater Utara pada Kamis 29 September lalu masih dalam penyelidikan tim Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT)
Dalam kamus Kemenhub, pesawat yang terbang dalam rute perintis adalah pesawat yang menghubungkan bandara bukan pusat penyebaran dengan bandara bukan pusat penybaran lainnya pada daerah terisolasi atau tertinggal.

Meskipun masih dalam proses penyelidikan, Herry sudah bisa memperkirakan penyebab jika jatuhnya pesawat yang berangkat dari Bandara Polonia Medan menuju Bandara Kutacane itu

BACA JUGA: Konsentrasi Jamaah Haji Risti

"Saya tegaskan bukan karena mesin mati mendadak," tandas pejabat berkacamata ituNamun, lanjut Herry, pesawat berpenumpang 14 orang itu jatuh gara-gara cuaca buruk"Menurut saya, tidak ada ceritanya cuaca buruk mengakibatkan mesin mati mendadak," sambungnya.

Sebenarnya, kata Herry, cuaca buruk di sebuah lokasi itu bisa dihindari sehingga tidak berujung pada kecelakaan mautBeberapa puluh meter, pilot sudah mengetahui jika cuaca didepannya ada cuaca buruk"Celakanya, pilot pesawat terutama pesawat perintis, sering melawan cuaca buruk ituMereka mengira bisa diatasi," katanyaTetapi, sikap para supir pesawat ini keliruHerry mengatakan, jika ada cuaca buruk penerbangan harus ditundaJika sudah terlanjur terbang, harus berupaya mengambil rute baru untuk menghidari cuaca buruk, atau kembali mendarat di landasan terdekat.

Khusus untuk kasus jatuhnya pesawat CASA ini, Herry menegaskan kondisi pesawat layak terbangDia juga mengatakan, kartu tanda kelayakan terbang juga masih berlaku.

Dari kejadian ini, Harry berani menyimpulkan pandangannya jika sistem transportasi udara khususnya untuk rute pendek yang digeber oleh pesawat perintis harus ditata ulangDiantaranya adalah, memperketat pelaksanaan prosedur tetap (protap) penerbangan"Saya rasa maskapai perintis juga punya protap yang baku, tapi dijalankan atau tidak itu harus dievaluasi," tandasnya

Rute penerbangan perintis yang bakal dipelototi Kemenhub diantaranya di pulau-pulau yang banyak gunungnyaSeperti di Papua, Sumatera, termasuk juga di KalimantanDi medan yang banyak gunungnya ini, diperkirakan rawan terjadi cuaca ekstrim yang bisa mengganggu penerbanganSebelumnya, kasus kecelakaan pesawat perintis yang memiliki rute penerbangan pendek juga terjadi di pedalaman Papua.

Namun, Herry belum bisa menjelaskan bentuk pengetatan penerbangan perintis iniDia juga belum berani bertindak ekstrem dengan menghentikan seluruh penerbangan rute perintis, selama pilot belum bisa patuh protap"Bagaimana bentuk evaluasinya, bakal kita susunYang jelas pasti dievaluasi," katanya.

Pengamat transportasi udara MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia), Suharto Madjid menilai penerbangan perintis yang melayani kawasan terpencil perlu perhatian yang lebih serius dari pemerintahSebab, kelihatannya selama ini perhatian hanya dicurahkan pada penerbangan di kota-kota besar saja"Penerbangan di daerah terpencil selama ini relatif kurang terawasi, kurang tertib," ungkapnya.

Padahal, kata Suharto, potensi kecelakaan lebih tinggi di daerah terpencil karena struktur alam dan cuaca yang sangat sulit untuk penerbanganSudah menjadi rahasia umum bahwa terbang di daerah terpencil cukup menakutkan"Kondisi geografis yang bergunung-gunung ditambah lagi infrastruktur bandara yang masih jelek tentunya membuat risiko kecelakaan sangat besar," tambahnya.

Dengan kondisi seperti itu, lanjut dia, seharusnya diperlukan sumber daya manusia yang lebih handal, tidak hanya pilot yang menerbangkan pesawat tetapI juga petugas bandaraOleh karena itu, sebaiknya pemerintah segera mengevaluasi kembali kemampuan para pilot dan petugas bandara di daerah-daerah terpencil"Jangan sampai setelah kejadian baru sadarHarus ada antisipasi," cetusnya.

Selama ini, Suharto mengaku cukup kesulitan untuk mengorek informasi mengenai kemampuan SDM di maskapai penerbangan, khususnya maskapai perintisSebab banyak perusahaan yang bersikap tertutup jika MTI akan melakukan penelitianPadahal hasil penelitian sangat penting untuk mengetahui kondisi penerbangan yang sebenarnya"Itu kan sangat diperlukan untuk menyusun strategi kebijakan keselamatan penerbangan," jelasnya(wan/wir)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Tak Gentar Strategi Nazar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler