jpnn.com - JAKARTA - Pakar Pemilu Ramlan Surbakti, menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) paling tidak perlu membangun kesepakatan dengan dua pasangan calon presiden peserta pemilu 2014.
Langkah tersebut dibutuhkan guna mengantisipasi gugatan penetapan hasil pilpres, jika KPU nantinya menetapkan pemenang hanya berdasarkan suara terbanyak.
BACA JUGA: Wafid Dipersiapkan Berhubungan Intens dengan Komisi X
"Saya kira KPU perlu minimal membangun kesepakatan pada dua calon. Tapi harus ada berita acara dan tanda tangannya. Selain itu tentu masih bisa juga ada yang menggugat ke Mahkamah Konstitusi," ujar Ramlan dalam Forum Group Discussion yang digelar KPU di Jakarta, Rabu (11/6).
Menurut Ramlan, kesepakatan dengan dua calon dan judicial review perlu dilakukan, meskipun secara pribadi ia menilai kecil kemungkinan syarat penetapan pemenang pilpres nantinya tidak terpenuhi.
BACA JUGA: Pertemuan Menteng Dicurigai Atur Debat Capres
"Tapi walau sekecil apapun kemungkinannya, tetap harus diantisipasi oleh KPU," ujarnya.
Ramlan juga mengungkapkan KPU tidak harus melakukan judicial review ke MK. Apalagi pernah beberapa waktu lalu ketika KPU hanya meminta tafsiran terkait sebuah produk undang-undang ke MK dan MA, ditolak.
BACA JUGA: Anas Bercanda Minta Jas Malah Dikasih Duit
"Hal seperti ini harus disebarluaskan semua pihak. Jadi perlu diingatkan jauh-jauh hari, agar dapat menjadi perhatian kita bersama," katanya.
Sebagaimana diketahui, penetapan pemenang pilpres dikhawatirkan tidak dapat berlangsung dalam satu putaran, meski hanya diikuti dua pasangan calon.
Pasalnya, dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Pasal 6a, pemenang pilpres adalah pasangan yang memeroleh suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.
Aturan tersebut juga diterjemahkan dalam Pasal 159 Ayat (1) Undang-Undang Pilpres No 42 tahun 2008. Disebutkan, jika tidak ada pasangan capres/cawapres yang memenuhi syarat kemenangan sebagaimana tertera pada Pasal 6A Ayat (3) UUD 1945, pasangan calon yang memeroleh suara terbanyak pertama dan kedua, dipilih kembali oleh rakyat secara langsung.
Oleh karena itu KPU merasa perlu meminta masukan dari berbagai pihak, agar tidak ada sengketa hukum di kemudian hari. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Cegah Empat Orang Terkait Dugaan Suap Bupati Bogor
Redaktur : Tim Redaksi