jpnn.com - MARCO POLO petualang legendaris Abad Pertengahan. Ia berada di tengah ribuan tentara Monggol yang hendak menyerbu Jawa. Satu di antara pimpinan pasukan itu bahkan kawan seperjalanan Marco Polo.
Wenri Wanhar – Jawa Pos National Network
BACA JUGA: Sejarah Garam dalam Legenda Aji Saka
Tempo hari, dari sebuah pasar buku loak, kami dapat sebuah buku berjudul Marco Polo: Jembatan Timur-Barat. Pertama kali dipublikasi Penerbit Djambatan, 1976.
Kisah di buku ini, sebagaimana tertera di halaman pembuka, dituturkan kembali oleh Diah Ansorie.
BACA JUGA: Dulu, Gurunya Bung Karno Juga Menyoal Harga Garam
Dan di halaman penghabisan, Diah Ansorie menulis bahwa seluruh kisah di buku ini diambil dari catatan harian Marco Polo.
Saudara-saudari sekalian, berikut kami bagikan secuplik kisahnya…
BACA JUGA: Krisis Garam Karena Ulah Kompeni
Musim Panas 1271
Marco Polo berusia 15 tahun ketika pergi mengembara bersama Nicollo Polo (ayahnya) dan Maffeo Polo (pamannya). Ikut juga Martino, kawan sebaya Marco yang sehari-harinya adalah tukang perahu di perairan Venesia.
Marco anak Venesia, Italia.
Di Eropa, “sepanjang Abad Pertengahan, Venesia menguasai jalur rempah dengan sebuah tangan besi,” tulis Giles Milton dalam Nathaniel’s Nutmeg. Buku ini telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Ida Rosdalina dengan judul Pulau Run: Magnet Rempah-Rempah Nusantara yang Ditukar dengan Manhattan.
Milton menyebut; buah pala, cengkih, lada dan kayu manis didatangkan dari Negeri Timur ke Konstantinopel, sekarang Turki.
Dari Konstantinopel, para pedagang Venesia membelinya dengan cepat dan mengapalkannya ke arah Barat melintasi Laut Mediterania.
Sesampai di Venesia, “rempah-rempah itu dijual dengan harga yang telah dilambungkan kepada para pedagang dari Eropa Utara,” demikian Milton.
Dari Venesia, kapal yang ditumpangi rombongan Marco Polo singgah di beberapa pelabuhan dan berakhir di Konstantinopel.
Kemudian menempuh jalan darat, melintasi antara lain Gurun Takla Makan dan Gurun Gobi ke Tiongkok, setelah sebelumnya membeli unta, keledai dan menyewa 20 orang kuli dan pengawal.
Pertengahan 1272 kami memasuki wilayah Negeri Persia. Tiba-tiba kami dihadang serombongan prajurit berkuda. Ayah dan Paman Maffeo maju memberi isyarat dengan tangan. Selanjutnya mereka bercakap dengan bahasa yang aneh.
Dan kami pun dibawa menghadap pimpinan mereka. Kata Paman Maffeo, selain Raja Persia, di wilayah ini juga ada pimpinan orang Tartar (Monggol).
Namanya Borghai. Saudara Kaisar Khubilai. Borghai dan anak buahnya masih suka berkelana. Mengembara berpindah-pindah tempat.
Ayah dan Paman Maffeo memberi Borghai bermacam hadiah. Sebagai balasan, kami dijamu tinggal di kemah-kemah mereka beberapa hari.
Meski senantiasa menyandang panah, bahkan saat tidur, mereka ramah dan bersahabat. Sungguh menyenangkan. Anggapan orang Barat tentang orang Timur selama ini ternyata salah.
Suatu hari kulihat seorang pemuda Tartar disiksa algojo. Aku tak tega. Segera kutemui Borghai, pemimpin orang Tartar yang perkasa.
Pemuda itu Petroyin. Dihukum karena mencuri panah. Bagi orang Tartar, itu perbuatan hina. Sebab, panah adalah nyawa mereka.
Kata Borghai, pencuri harus dipukul sampai mati. Kecuali kalau dia mau membayar sepuluh keping uang emas.
“Jika demikian, saya akan menebus Petroyin,” kataku sambil membayar sepuluh keping uang emas.
Dengan tongkat pemimpin Tartar di tangan, aku menemui algojo. Tukar menukar pun terjadi. Tongkat kuberikan pada algojo. Sebagai gantinya aku mendapatkan Petroyin.
Petroyin hendak mencium kakiku. Segera kucegah. “Kau menjadi sahabatku kini, Petroyin,” kataku. Dia menetaskan air mata. Petroyin seolah tak percaya apa yang baru saja dialaminya.
Selanjutnya Petroyin kami panggil Piter, karena lidah kami sulit menyebut nama aslinya. Dia ikut mengembara bersama rombongan kami.
Nah...
Piter inilah yang menurut cerita Marco Polo, kemudian hari menjadi satu di antara pimpinan ribuan pasukan Monggol ketika berangkat dari Pelabuhan Zaitun (Amoy) menyerang Singosari, Jawa pada 1292.
Ikuti terus serial berikutnya…–bersambung (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pram dan PRD
Redaktur & Reporter : Wenri