JAKARTA -- Realisasi reshuffle kabinet di partai koalisi pemerintah masih menemui jalan buntuHarapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mendapatkan "jawaban" dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), tidak kunjung mendapatkan hasil
BACA JUGA: Posisi Wakil Menkes Menuai Kritikan
Hasil rapat pimpinan nasional (Rapimnas) yang digelar menunjukkan sikap PKS yang cenderung menunggu sikap Presiden daripada menyampaikan sikap.Setelah mengadakan Rapimnas selama dua hari, tidak ada rekomendasi yang langsung mengarah ke isu pengurangan menteri dari PKS
BACA JUGA: KBIH Jangan Bandel Pakai Seragam Sendiri
Kontrak itu bisa yang sifatnya normatif, code of conduct, maupun kesepakatan khusus lain yang tercantum dalam perjanjian bilateral antara PKS dengan Presiden SBY."Langkah-langkah reshuffle belum dilakukan Presiden, sehingga kami juga belum bisa menyampaikan sikap," ujar Luthfi setelah Rapimnas di Hotel Sahid, Jakarta, kemarin (15/10).
Menurut Luthfi, reshuffle sesuai aturan konstitusi adalah hak prerogatif Presiden
BACA JUGA: Kejaksaan Tangkap Koruptor PT Pos
Reshuffle seharusnya juga dilakukan demi meningkatkan kinerja kabinet"Karena itu, segala implikasi kebijakan tersebut merupakan tanggung jawab Presiden RI sepenuhnya, dan bukan tanggung jawab mitra koalisi atau yang lain," ujar Luthfi.Dalam hal ini, kata Luthfi, Presiden belum menyampaikan pandangan apapun terkait posisi menteri dari PKSKarena itu, PKS baru akan merespons langkah-langkah reshuffle setelah ada pernyataan dari PresidenLuthfi beralasan tidak pernah mendengar langsung dari Presiden, terkait isu pengurangan atau bahkan penambahan menteri PKS"Itu masih asumsiKami dalam posisi menungguJika sudah ada, kami akan merespons secara proporsional melalui forum Majelis Syura," ujarnya.
Rencananya, forum pertemuan Majelis Syura akan digelar pada November mendatangNamun, kata Luthfi, forum itu bisa saja dipercepat jika nanti ada pandangan Presiden yang menyinggung posisi menteri PKS dalam reshuffle"Bisa saja dipercepat sesuai konstalasi yang ada," jelasnyaLuthfi juga menyatakan, seluruh masukan DPW dalam Rapimnas ini akan dibahas dalam forum Majelis Syuro"Opsi-opsi (bertahan atau keluar koalisi, red) akan semua dibahas," ujarnya.
Sikap PKS tersebut tentu tidak menguntungkan untuk tindak lanjut reshuffle yang dilakukan PresidenIni karena ada kemungkinan salah satu menteri PKS, yakni Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) akan dicopot dan digantikan dari partai koalisi lain.
Mengapa PKS yang ganti menunggu Presiden? Sekjen PKS Anis Matta mengatakan, PKS hingga berakhirnya Rapimnas tidak memiliki informasi untuk ditindaklanjutiKarena itu, PKS memilih membuka semua opsi, sambil menunggu pernyataan dari Presiden"Seharusnya yang bersikap kan beliau," kata Anis usai Rapimnas.
Anis menyatakan, PKS sudah mempersiapkan semua opsiTanpa menunjukkan opsi apa saja, Anis menyebut opsi yang dipersiapkan adalah dari yang paling enak hingga yang paling buruk"Itu semua kita bahas dan semua kader kita siap mengikuti semua opsi itu," jelasnya.
Anis menilai, dengan berada di dalam koalisi, PKS bisa bekerja efektif untuk kepentingan bangsaNamun, tidak bisa dipungkiri jika konfigurasi dari daerah ada yang menginginkan keluar dari koalisi"Itu semua bergantung pada sikapnya (Presiden, red)Kalau ada reshuffle, kita lihat dulu konfigurasinyaReshuffle bisa ada, bisa tidak," ujarnya.
Informasi yang beredar, sejatinya mayoritas DPW PKS masih menyatakan sikap untuk tetap berada di koalisiSetidaknya, ada 20 DPW yang meminta sikap tersebutSementara sisanya menyatakan meminta keluar jika ada menteri PKS yang dicopot.
Ketua Fraksi PKS Mustafa Kamal membantah informasi tersebutMenurut dia, aspirasi yang masuk di PKS tidak dibahas berdasar kuantitasPKS selalu mengedepankan pembahasan di Majelis Syura"Dan pembahasan di Majelis Syura itu kualitatif, bukan kuantitatif," kata Mustafa secara terpisah.
Terpisah, Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana mengatakan, kalau partainya akan tetap menghormati apapun keputusan PKS terkait posisi di koalisiBaik, tetap berada di dalam maupun akhirnya keluar dari koalisi"Tidak ada masalah, Demokrat menyerahkan sepenuhnya mana yang terbaik buat PKS," ujar Sutan Bhatoegana, saat dihubungi, kemarin.
Menurut dia, pihaknya juga siap terhadap konsekuensi apapun atas keputusan final PKS nantinyaTermasuk, jika nanti ternyata partai pemilik kursi terbesar keempat hasil Pemilu 2009 itu memilih jalur sebagai partai di luar pemerintahan"Silakan saja, selama ini di dalam saja berisik, apalagi nanti kalau di luar, jadi sekali lagi tidak ada masalah," imbuh ketua departemen perekonomian DPP Partai Demokrat tersebut.
Terkait jatah kursi menteri untuk PKS, Sutan menegaskan kalau hal tersebut tetap menjadi wewenang penuh presidenDemokrat sekalipun tidak akan bisa dan boleh ikut campur"Tapi seharusnya diantara partai koalisi tidak perlu ada kekecewaan kalau dikurangi, seperti kami (Demokrat, Red) saja tidak masalah kok kalau dikurangi," imbuhnya.
Dari luar arena rapimnas, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan forum Rapimnas telah mendengarkan masukan dari berbagai wilayahSecara umum, jajaran fungsionaris PKS di level bawah masih merasa nyaman berkoalisi dengan SBYTapi, mereka juga berharap SBY memberikan keleluasaan kepada mitra koalisi untuk bersikap kritis"Di lain sisi mereka juga ingin minta kebebasan untuk mengespresikan apa yang terbaik," kata Mardani dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, kemarin.
Dia menambahkan, empat menteri asal PKS juga ikut memberikan testimoni dalam forum Rapimnas tersebutTak jauh berbeda, para menteri masih enjoy menjadi bagian dari kabinet"Selama dua tahun bekerja bersama SBY, semua (merasa) nyaman, efektif, dan bisa produktif bekerja," tegas Mardani.
Menurut Mardani, pernyataan keras dari sejumlah tokoh PKS terkait reshuffle"seperti Sekjen DPP PKS Anis Matta, Wasekjen Mahfudz Siddiq, dan Wasekjen Fahri Hamzah, adalah wajar dalam konteks parlemenMereka semua kebetulan memang duduk sebagai anggota DPRAnis Matta, misalnya, sempat menuding kalau reshuffle hanya fund raising saja"Jadi, itu medannya memang di perlemenBagian dari pengawasan dan menarik perhatian kepada publik," katanya.
Pakar komunikasi politik UI Tjipta Lesmana menyindir argumentasi Mardani tersebut"Ini bukti lagi, kadang-kadang politik penuh kemunafikan, yang di sana ngomong begini, yang di sini ngomong beginiPadahal sama "sama di partaiAkhirnya, publik bingung yang betul yang mana ini," kata Tjipta.
Menurut dia, sejumlah tokoh PKS yang berbicara "keras" mengenai reshuffle merupakan pejabat struktural partaiBahkan, tergolong elit puncak"Anis Matta itu Sekjen, nomor dua di partaiBagaimana pernyataannya dianggap pribadi," ujarnyaTjipta menegaskan, dari pendekatan, komunikasi politik apa yang keluar dari tokoh parpol atau kader PKS bisa diartikan sebagai tekanan PKS kepada Presiden SBY.
Di tempat yang sama, pakar psikologi politik UI Hamdi Muluk menilai rangkaian aktivitas di Cikeas yang berlangsung selama beberapa hari ini adalah praktek dramaturgiDalam "panggung drama" yang sengaja diciptakan itu, SBY tengah memainkan impression management untuk mengontrol persepsi orang lain terhadap dirinya
"Supaya kesan di publik bagusKalau publik menganggap bagus dan puas, tentunya memilih di pemilu," ujarnyaNamun, menurut Hamdi, panggung yang diciptakan SBY sekarang ini terlalu riuh"Apa perlu panggung seriuh iniKalau itu untuk wining the hearth and mind of public, seberapa efektif itu? Apa betul publik semakin terkesan?" gugatnya.(bay/dyn/pri/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pasokan Avtur Dihentikan, Merpati Lumpuh
Redaktur : Tim Redaksi