JAKARTA - Di detik-detik akhir reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II, Presiden SBY membetuk pos baruYaitu pos wakil menteri kesehatan yang bakal diisi oleh Ali Gufron, Dekan Fakultas Kesehatan UGM
BACA JUGA: KBIH Jangan Bandel Pakai Seragam Sendiri
Kebijakan ini dinilai praktisi kesehatan sebagai langkah yang kurang tepat, dan kurang efektif menyelesaikan persoalan kesehatan di Indonesia.Diantara kritik terhadap kebijakan Presiden SBY ini dilontarkan oleh Pengurus Besar Persatuan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PABDI)
BACA JUGA: Kejaksaan Tangkap Koruptor PT Pos
"Sebelumnya sudah pernah SBY menunjuk Fahmi Idris sebagai wakil Menkes
BACA JUGA: Pasokan Avtur Dihentikan, Merpati Lumpuh
Ari menuturkan, sesuai dengan UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan Perpres Nomor 47 Tahun 2009, dinyatakan jika wakil menteri berasal dari pejabat karier yang telah menduduki jabatan struktural eselon 1A.Sebagai dekan, Ali Gufron disebut belum menduduk jabatan struktural eselon 1ADi tingkat kampus negeri, jabatan rektor baru setara dengan posisi jabatan struktural eselon 1A.
"Mudah-mudahan SBY sudah memastikan jika Ali Gufron sudah eselon 1A," tambah AriDia juga menegaskan, Ali Gufron ini adalah pejabat karir di bawah struktur Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) bukan KemenkesAri berpendapat, orang nomor dua di Kemenkes bakal dipandang sebelah mata jika datang diluar kementerian berslogan Bakti Husada itu.
Kekacauan SBY dalam menunjuk Fahmi Idris sebagai calon Wamenkes dan akhirnya batal dilantik itu, menurut Ari tidak boleh terulang lagiSebab, bisa beresiko menjadi memperlemah kinerja Kemenkes saat iniApalagi, Ari menuturkan tahun ini merupakan tahun terberat ujian Kemenkes untuk urusan memperbaiki kualitas kesehatan bangsa
Dia lantas mengurai persoalan kesehatan yang cenderung menurun di negeri iniMisalnya yang paling gres adalah pernyataan Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih yang menyebut 30 provinsi menjadi endemis penyebaran penyakit flu burungSelain itu, baru-baru ini di Provinsi Jawa Timur ditetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri.
Khusus kasus KLB Difteri di Provinsi Jawa Timur, Ari mengatakan perlu ditelusuri apakah pasien yang terdapat itu mendapatkan imunisasi atau tidakSebab, dia tidak memungkiri jika hingga saat ini masih ada pandangan miring masyarakat terhadap imunisasi difteriSehingga, ada sebagian masyarakat yang tidan mendapatkan imunisasi difteri.
Sebaliknya, jika setelah didata ternyata angka penduduk yang menerima imunisasi difteri tinggi, penyebab bisa berubah menjadi kerusakan vaksin yang digunakan untuk imunisasi"Jika vaksin sudah rusak, maka tidak efektif peran imunisasinya," jelas AriUntuk mengurai KLB difteri di Provinsi Jawa Timur, Ari mengatakan perlu ada kajian dan analisis yang mendalam.
Ari menjelaskan, sejatinya jika Kemenkes bisa bergerak efektif harusnya bisa menekan penyakit golongan tropic infeksi seperti malarian dan penyakit sejenis lainnyaAri juga mengatakan, angka penderita HIV AIDS di negeri ini bukan menurun, tetapi malah meningkat"Angka balita atau bayi kurang gizi juga masih tinggi," tandasnyaMasih belum cukup, Ari juga mengatakan nagka kematian bayi dan ibu bersalin juga belum menunjukkan angka penurunan.
Kelemahan selanjutnya yang masih terjadi di Kemenkes adalah, penyebaran tenaga medis yang belum merataDokter yang pernah berdinas di Puskesmas pedasaan di luar pulau Jawa itu mengatakan, program dokter internship yang digagas pemerintah belum berjalan dengna baik
Sebaliknya, beberapa rumah sakit yang dijadikan tempat praktek dokter internship, menganggap peran dokter internship sebagai beban keuangan"Orientasi pembangunan kesehatan yang dijalankan Kemenkes masih lebih pada pengobatan, tidak pada pencegahan," pungkasnya(wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cikeas Mirip Panggung Indonesia Idol
Redaktur : Tim Redaksi