Pleidoi Richard Berkisah soal Gagal 3 Kali, Karier di Polri, sampai Ikut Ferdy Sambo

Kamis, 26 Januari 2023 – 00:11 WIB
Terdakwa perkara pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat, Richard Eliezer alias Bharada E, menjalani persidangan beragendakan pembacaan surat tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Rabu (18/1). Jaksa penuntut umum menuntut Richard Eliezer dengan hukuman 12 tahun penjara. Foto: dokumen JPNN.com/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E yang menjadi terdakwa pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) menceritakan perjalanan kariernya di Polri mulai saat proses seleksi sampai menjadi salah satu sopir dan ajudan Ferdy Sambo.

Menurut Richard, dirinya sempat tiga kali gagal dalam proses seleksi masuk anggota Polri pada kurun waktu 2016-2019.

BACA JUGA: Richard Eliezer Bicara Harga Kejujuran dalam Pleidoi, Tunangannya dan Kapolri Perlu Tahu

"Setelah menjalani empat kali tes bintara dan terakhir tes lulus," kata Richard saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi pribadinya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Rabu (25/1).

Bujangan kelahiran Manado, 14 Mei 1998, itu menuturkan menjadi anggota Korps Brimob Polri adalah mimpi dan kebanggaan bagi dirinya maupun keluarganya.

BACA JUGA: JPU Ajukan Tuntutan Hukuman 12 Tahun Penjara untuk Bharada E

Awalnya Richard mendaftar dan mengikuti proses seleksi calon anggota Brimob di Kepolisian Daerah Sulawesi Utara (Polda Sulut) pada 2016.

Keinginan Richard tidak langsung terwujud. Dia gagal saat pertama kali mengikuti seleksi calon polisi.

BACA JUGA: Fakta Baru, Ada yang Menjanjikan SP3 buat Bharada E

Kegagalan itu tidak hanya sekali, tetapi sampai tiga kali. Namun, Richard tetap mendaftar lagi demi mewujudkan cita-citanya.

Akhirnya Richard dinyatakan lolos menjadi polisi saat mengikuti seleksi keempat pada 2019.

Tidak sekadar lolos, Richard juga memperoleh nilai terbaik dalam proses seleksi itu.

“Saya dinyatakan lulus dengan peringkat satu di Polda Sulut, hal yang sangat bahagia dan membanggakan bagi saya dan keluarga," ucapnya.

Menurut Richard, dirinya bukan dari keluarga kaya. Sebelum menjadi polisi, dia pernah merasakan kerasnya hidup di Kota Manado.

"Saya bekerja sebagai sopir di sebuah hotel di Manado untuk membantu orang tua saya. Saya tumbuh di keluarga yang sangat sederhana," ucap Eliezer.

Saat dinyatakan lolos seleksi calon polisi, Richard meninggalkan kota kelahirannya pada 30 Juni 2019.

Syahdan, dia menempuh pendidikan di Pusat Pendidikan Brimob Polri di Watukosek, Pasuruan, Jawa Timur.

"Dari Manado ke Jawa Timur dengan membawa bekal sisa tabungan saya. Saya ingat pergi ke bandara, saya berkata kepada mama saya sudah mau mengikuti pendidikan," kisah Richard.

Menurut Richard, saat itu ibunya menangis bangga. Mamanya juga menasihati dan menyemangatinya.

"Mama saya dengan bangga sambil menangis memberi saya semangat," kata Eliezer.

Setelah lulus pendidikan Brimob di Watukosek, Richard langsung ditugaskan ke daerah konflik. Tugas pertamanya ialah menjadi bagian Satgas Operasi Tinombala di Poso, Sulawesi Tengah, selama tujuh bulan.

"Maret sampai Oktober 2020 sebagai seorang navigator," ucap Richard.

Setelah bertugas di Poso, Richard kembali memperoleh penugasan lain. Dia ditugaskan di Manokwari, Papua Barat, untuk mengamankan pilkada pada Desember 2020.

Richard juga pernah menjadi bagian tim evakuasi korban kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 pada Januari 2021. ?

“Penugasan evakuasi Sriwijaya Air pada Januari 2021 dan saya bertugas di Cikeas, Jawa Barat di Resimen 1 Pelopor pada Januari hingga Agustus 2021," kata Richard.

Pada September 2021, Richard dipercaya menjadi pelatih vertical rescue di Resimen 1 Pelopor. Profilnya membuat Ferdy Sambo tertarik.

"Pada 30 November 2021, saya terpilih menjadi driver Pak Ferdy sambo yang saat itu menjabat sebagai Kadivpropam (kepala Divisi Profesi dan Pengamanan, red) Polri," tutur Richard Eliezer.

Pada 8 Juli 2022, Richard menembak Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Tamtama Polri itu menembak Brigadir J karena disuruh oleh Ferdy yang saat itu merupakan polisi aktif dengan pangkat inspektur jenderal.

Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Richard bersama-sama Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf, dan Ricky Rizal membunuh Brigadir J.

Di proses penyidikan, Richard menjadi justice collaborator (JC) atau pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar otak kejahatan dalam pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

JPU menuntut Richard dengan hukuman 12 tahun penjara. Menurut JPU, Richard sebagai eksekutor rencana pembunuhan terhadap Brigadir J terbukti secara sah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan primer yang diatur dengan Pasal 340 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun Ferdy Sambo sebagai otak pembunuhan dituntut dengan hukuman seumur hidup.

Tiga terdakwa lainnya, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf, masing-masing dituntut dengan hukuman delapan tahun penjara.(cr3/jpnn.com)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ferdy Sambo Selalu Bawa Pistol Kaliber 45, Merasa Ditantang Yosua, lalu Berkata: Hajar, Chard!


Redaktur : Antoni
Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler