Pleidoi AKBP Arif Rachman Beber Budaya Organisasi di Polri, Pangkat Bukan Jaminan

Jumat, 03 Februari 2023 – 19:32 WIB
Mantan Wakil Kepala Detasemen B Biro Pengamanan Internal (Paminal) Divpropam Polri Arif Rachman Arifin selaku terdakwa perkara perintangan penyidikan atau obstruction of justice kematian Arif Rachman Arifin menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/10). Foto: dokumentasi JPNN.com/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - AKBP Arif Rachman Arifin yang menjadi terdakwa obstruction of justice atau perintangan penyidikan kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J menyatakan kegagahan pangkat dan seragam anggota kepolisian bukan jaminan untuk bisa bisa menolak perintah atasan.

Mantan anak buah Ferdy Sambo di Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri tersebut menyampaikan hal itu saat membacakan poin-poin pleidoi atau pembelaan pada persidangan lanjutan atas perkara  di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jumat (3/2).

BACA JUGA: Breaking News! Ferdy Sambo Dituntut Hukuman Penjara Seumur Hidup

Menurut Arif, budaya organisasi sangat memengaruhi relasi kuasa antara bawahan dan atasan sehingga rentan memunculkan penyalahgunaan keadaan.

"Saya meskipun dengan predikat sedemikian rupa, hanyalah bawahan yang merupakan manusia biasa," ucap Arif di kursi terdakwa.

BACA JUGA: Jurus Kaki Tangan Ferdy Sambo Sisir CCTV di Kompleks Polri

Bawahan dalam budaya organisasi, kata Arif, berada di bawah kendali atasan. Oleh karena itu, Arif sebagai manusia biasa yang memiliki rasa takut pun memilih tidak menolak perintah atasan.

Namun, abiturien Akpol 2001 itu mengaku tidak bermaksud memuluskan rencana jahat Ferdy Sambo mengelabui penyidik yang mengusut kematian Yosua.

BACA JUGA: Masih Muda Terseret Ferdy Sambo, AKBP Arif Rachman Dituntut 1 Tahun Penjara

Meski demikian, Arif menegaskan dirinya sebagai pribadi yang taat dan mengutamakan prosedur standar operasi dan mengedepankan kebenaran materiel memilih manut pada perintah Ferdy Sambo.

"Saya pun tidak percaya bahwa saya harus mengalami ini," kata Arif.

Mantan Wakil Kepala Detasemen B Biro Pengamanan Internal (Paminal) Divpropam Polri itu mengaku sebagai orang yang berhati-hati dalam berkerja.

"Saya banyak pertimbangan dan banyak berpikir sebelum mengambil keputusan," tutur Arif.

Lebih lanjut Arif memperkuat klaimnya itu dengan temuannya tentang ketidaksesuaian antara video dari CCTV dengan skenario Ferdy Sambo soal kematian Yosua.

Yosua meninggal dunia setelah ditembak di rumah dinas Ferdy Sambo, Kompleks Polri Duren Tiga, Jaksel, pada 8 Juli 2022.

Selanjutnya, Arif melihat rekaman CCTV di rumah AKBP Ridwan Soplanit. Pada saat itu, Ridwan menjabat Kasat Reskrim Polres Jaksel.

Menurut Arif, dirinya sempat berupaya minta perimbangan atasannya, Hendra Kurniawan, yang pada saat itu masih aktif sebagai kepala Biro Paminal Divpropam Polri.

"Saya telah memohon arahan dari atasan langsung saya (Hendra Kurniawan, red)  yang saat itu saya nilai dapat memberikan saya perlindungan, dukungan serta arahan yang bijaksana tentang ketidaksesuaian dan kejanggalan yang saya temukan dalam salianna rekaman CCTV  di laptop Baiquni Wibowo," ucap Arif.

Namun, Arif mengaku tidak memperoleh hal ideal yang dibayangkannya.

"Saya malah dihadapkan kepada FS (Ferdy Sambo, red) dan malah diminta untuk menghapus fail yang saya tonton," ucap Arif.

Mantan kapolres Karawang itu menyebut Hendra Kurniawan justru tidak mendukungnya untuk bertindak sebagaimana semestinya. Dia beralasan Hendra malah menyuruhnya menemui Ferdy Sambo.

"Pada saat itu saya menolak untuk menceritakan langsung (temuan soal CCTV, red) dan dihadapkan," kata Arif Rachman.

Singkat cerita, Arif tetap menemui Ferdy Sambo. Dia mengaku melihat alumnus Akpol 1994 itu menangis dan tampak tidak bisa mengontrol emosinya.

Situasi itu membuat Arif takut, apalagi ketika Ferdy Sambo bertanya siapa saja yang sudah menonton rekaman CCTV yang memperlihatkan Yosua masih hidup.

"Kemudian ada perkataan, 'kalau bocor, saya berempat yang harus bertanggung jawab'," kata Arif.

Oleh karena itu Arif menyebut kondisi tersebut telah disalahgunakan sehingga membuatnya tidak memiliki pilihan lain.

"Sebagai tindakan akomodatif serta mencari solusi, saya dan Baiquni menyiapkan rencana cadangan (memilih menghapus rekaman CCTV, red)," tutur Arif Rachman.

Arif merupakan satu dari tujuh terdakwa perkara obstruksi penyidikan kematian Brigadir J.

Enam terdakwa lainnya ialah Ferdy Sambo, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, Irfan Widyanto, Hendra Kurniawan, dan Agus Nurpatria.

Jaksa penuntut umum (JPU) meminta majelis hakim PN Jaksel menjatuhkan hukuman satu tahun penjara kepada Arif Rachman.

JPU mendakwa Arif Rachman melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (cr3/jpnn.com)

BACA ARTIKEL LAINNYA... AKBP Arif Rachman Melihat Ferdy Sambo Emosional dan Penuh Ancaman, Posisinya Dilema


Redaktur : Antoni
Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler