Pluralisme Alami: Setengah Abad Gereja Bersebelahan dengan Masjid

Selasa, 29 Desember 2015 – 08:41 WIB
Tampak Gereja Katolik Santo Stefanus bersebelahan dengan Masjid Nurul Huda di Desa Doulu, Kecamatan Brastagi, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Masyarakat bisa hidup rukun, bahkan saling memiliki pertalian darah dan sudah berlangsung lebih dari setengah abad. FOTO: DOK.FORKOMA PMKRI for JPNN.com

jpnn.com - KARO – Setengah abad gereja bersebelahan dengan masjid di Desa Doulu, Kecamatan Brastagi, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Pluralisme sesungguhnya sesuatu yang alami. Pluralisme merupakan fakta hidup dalam masyarakat Indonesia.

Hal ini nampak dalam dua rumah ibadah yang berdampingan. Masyarakat bisa hidup rukun, bahkan saling memiliki pertalian darah dan sudah berlangsung lebih dari setengah abad di Desa Doulu, Kecamatan Brastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

BACA JUGA: Sebelum Tewas Tergencet, Sopir Truk Bereriak: Allah... Allah...

“Masjid Nurul Huda, persis berdampingan dengan Gereja Katolik Santo Stefanus Kuta di Desa tersebut,” ungkap Nirwan Sembiring, salah seorang putra Doulu yang juga anggota Badan Penyantun Forum Alumni Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (Forkoma PMKRI) sekaligus pemprakarsa Renovasi Gereja St. Stefanus yang didirikan tahun 1964.

Nirwan Sembiring menjelaskan gereja ini pernah mengalami kerusakan berat karena longsong. Kemudian umat bergotong royong dengan warga secara swadaya merenovasinya hingga kemarin, Senin, 28 Desember 2015 diberkati oleh Uskup Agung Medan Emeritus, Mgr. Pius Datubaran, OFM.Cap.

BACA JUGA: Oh My God! Ada Ayah Tega Setubuhi Anak, Ngaku-nya Doyan Video Porno

Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Forkoma PMKRI, Hermawi Fransiskus Taslim yang sengaja datang dari Jakarta untuk menghadiri pemberkatan gereja ini memuji praktek kehidupan masyarakat Doulu.

“Sungguh sesuatu anugerah Tuhan, dan ini patut menjadi contoh bagi warga lain di Indonesia, bahwa hidup berdampingan secara damai itu merupakan satu kebutuhan, bahkan keharusan karena kita dilahirkan memang berbeda-beda tapi tetap bisa rukun dalam membangun negeri ini,” ucap Hermawi Taslim dalam pesan singkatnya diterima JPNN.com, Selasa (29/11).

BACA JUGA: Kisah Pilu Ibu yang Tewas Dibunuh Anak Kandung

Taslim didampingi Ketua Forkoma Provinsi Sumatera Utara, Delpius Ginting, mengaku sudah akrab dengan Kabupaten Tanah Karo sejak menjadi mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) Medan .

Ia  mengatakan bahwa  sejak dulu, Tanah Karo terkenal karena pluralisme dan kerukunannya. “Sejak Indonesia Merdeka kita tidak pernah mendengar ada peristiwa SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) di kawasan Tanah Karo,” kata Hermawi Taslim.

Saat ini, lanjut Hermawi, Tanah Karo yang dipimpin Bupati Terkelin Brahmana yang juga adalah alumni PMKRI, terus berbenah diri, bergiat dalam pembangunan demi kesejahteraan rakyatnya.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gaji Pas-pasan, Petugas Damkar Ngecer Sabu dan Ekstasi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler