jpnn.com - JAKARTA - Direktur Riset Setara Institute, Jakarta dan Koordinator Sahabat Keadilan Desa (SaKa Desa), Ismail Hasani mengatakan, implementasi Undang-undang nomor 16 tahun 2014 tentang Desa akan mengalami polemik dan ketegangan politik. Sebab, potensi benefit politik yang akan diperoleh dari pemberlakuan UU yang akan menjadi landasan penyaluran dana desa.
Ditambah lagi, kata dia, hingga akhir 2014 Presiden Joko Widodo belum juga memenuhi janjinya menyelesaikan penataan kementerian baru, khususnya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
BACA JUGA: KPK Periksa Wiraswasta untuk Annas Maamun
"Berlarutnya penyusunan Satuan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Kementerian Desa tersebut potensial menunda pemberlakuan UU Desa dan penyaluran dana desa," kata Ismail dalam keterangan resminya, Senin (5/1).
Ismail menjelaskan, berlarutnya penyusunan SOTK ini karena tarik menarik kepentingan antara elit partai politik.
BACA JUGA: Soal Kisruh PPP, Menkopolhukam Harap PTUN Ikut Pemerintah
Menurutnya, PDI Perjuangan dan Partai NasDem berkepentingan agar sebagian urusan desa khususnya pemerintahan desa tetap ditangani oleh Kementerian Dalam Negeri.
Sedangkan Kementerian Desa berpedoman pada UU Desa yang menegaskan agar urusan desa ditangani secara holistik oleh Menteri Desa sebagai kementerian yang dibentuk secara khusus untuk menangani implementasi UU Desa.
BACA JUGA: AirAsia Sodorkan Kompensasi Rp 300 Juta
Perlu diingat bahwa selama puluhan tahun, desa di bawah Kemendagri telah menjadi alas kaki kekuasaan penopang kekuasaan pemerintah tanpa otonomi yang jelas.
"Kemendagri, khususnya Direktorat Jenderal PMD, juga telah menjadi agen pemberdayaan kemiskinan yang terus menerus menggunakan kemiskinan sebagai komoditi tanpa penyelesaian serius," ujar Ismail.
Karenanya, Ismail menegaskan, Jokowi harus menyadari bahaya politisasi implementasi UU Desa ini bukan hanya akan mencederai janji politiknya untuk memberikan otonomi desa yang hakiki, tapi juga potensial mencelakakan sang presiden.
"Karena dengan berpihak pada nafsu politik PDIP di mana Kemendagri tetap mengelola sebagian urusan desa, DPR RI harus mempersoalkannya karena Jokowi berpotensi melanggar UU bahkan melanggar Konstitusi, khususnya pasal 18 B (2) UUD Negara RI," ujar Ismail.
Lebih jauh dia menjelaskan demi otonomi desa dan agar desa bisa membangun secara mandiri dan tidak lagi menjadi alas kaki kekuasaan semata, penyelenggaraan UU Desa harus terintegrasi dalam satu Kementerian yakni Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi.
"Jika Jokowi tetap terbitkan Perpres SOTK yang masih membagi urusan desa pada dua kementerian (Kemendagri dan Kemendes PDT dan Transmigrasi), bukan tidak mungkin Perpres itu dibatalkan Mahkamah Agung melalui mekanisme uji materiil, karena bertentangan dengan UU Desa," pungkasnya.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bamsoet Minta Ical Hentikan Perundingan Islah
Redaktur : Tim Redaksi